Manado – Dr Ferry Daud Liando menilai potensi kecurangan bisa terjadi di Pilkada Bolmong dan Pilkada Sangihe yang sama-sama hanya diikuti oleh 2 pasangan calon.
Menurut Ferry Liando, pada Pilkada yang hanya diikuti 2 pasangan calon maka masing-masing pasangan calon sudah mengetahui lawan yang tentu berbeda jika Pilkada diikuti oleh lebih dari 2 pasangan calon.
“Kedua calon masing-masing diusung oleh PDI-Perjuangan dan Partai Golkar. Dalam sejarah perpolitikan di Sulawesi Utara jika PDIP dan Golkar berhadap-hadapan maka dinamikanya sangat panas,” jelas Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, dari 4 pasangan calon di dua daerah tersebut juga melibatkan 4 petahana Persaingan ini sepertinya bukan hanya soal siapa yang akan mendapatkan jabatan tetapi lebih pada pertaruhan gengsi.
“Partai politik pengusung sepertinya terpecah pada dua kekuatan. Di Sangihe, secara struktural kalangan elit PDIP mendukung Makagansa tapi secara kultural para grassroth PDIP sepertinya cenderung ke Jabes Gaghana. Di Bolmong secara struktur PAN mendukung Yasti Mokoagouw, tapi secara kultur para grassrot sepertinya mendukung Salihi Mokodongan.
“Fakta-fakta ini sepertinya persaingan sangat panas. Oleh karena itu potensi terjadinya kecurangan bisa saja terjadi. Kecurangan yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan kelompok PNS terlibat dalam pemenangan calon. Siapa yg menguasai PNS maka berpeluang menang meski modus tersebut sangat dilarang oleh UU,” jelas Ferry Liando.
Kemudian potensi mempengaruhi pemilih dengan cara menyogok bisa saja terjadi. Perlu kerja extra bagi pengawas lapangan agar bisa mengawasi para petugas KPPS dalam penghitungan suara maupun pemindahan suara. Dalam UU 15 tentang penyelenggara tidak ada larangan bagi tim sukses untuk menjadi panitia ad hoc.
Larangannya hanya melarang panitia ad hoc bukan pengurus parpol. Sehingga mereka perlu diawasi secara ketat mulai dari proses pemberian suara hingga Penghunian han suara. Surat keterangan yang dikeluarkan petugas catatan sipil sebagai pengganti e KTP harus diawasi jangan sampai surat keterangan tersebut tidak sah.
Di Bolmong, TPS-nya banyak berbatasan dengan Minsel, Bolmut, Boltim dan Kota Kotamubagu. Jika daftar pemilih tidak akurat maka bisa saja ada mobilisasi masa untuk memilih.
PKPU nomor 8 tahun 2016 yang dapat menggunakan hak pilih adalah berdomisili di wilayah pemilihan dibuktikan dgn e KTP. Yang belum ada e KTP bisa gunakan surat keterangan.
“Permasalahannya adalah apakah ada alat bukti yang menjelaskan ke KPPS bahwa surat keterangan itu adalah benar-benar sebagai ganti e KTP. KPU perlu ke capil berapa surat keterangan yang dikeluarkan dan dasar dikeluarkannya surat keterangan tersebut,” tandas Ferry Liando.
Surat keterangan bisa rawan disalah-gunakan apabila tidak di lengkapi hologram atau pas foto. Syarat pemilih bisa rawan dan bisa dimanfaatkan oleh calon yang kalah sebagai dasar gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Apalagi menurut UU no 1 tahun 2015 pasal 57, mengatakan syarat pemilih hanya ada 2 yakni: tidak terganggu jiwa dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tidak ada syarat yang harus menjelaskan harus ada e KTP atau surat keterangan. (JerryPalohoon)
Manado – Dr Ferry Daud Liando menilai potensi kecurangan bisa terjadi di Pilkada Bolmong dan Pilkada Sangihe yang sama-sama hanya diikuti oleh 2 pasangan calon.
Menurut Ferry Liando, pada Pilkada yang hanya diikuti 2 pasangan calon maka masing-masing pasangan calon sudah mengetahui lawan yang tentu berbeda jika Pilkada diikuti oleh lebih dari 2 pasangan calon.
“Kedua calon masing-masing diusung oleh PDI-Perjuangan dan Partai Golkar. Dalam sejarah perpolitikan di Sulawesi Utara jika PDIP dan Golkar berhadap-hadapan maka dinamikanya sangat panas,” jelas Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, dari 4 pasangan calon di dua daerah tersebut juga melibatkan 4 petahana Persaingan ini sepertinya bukan hanya soal siapa yang akan mendapatkan jabatan tetapi lebih pada pertaruhan gengsi.
“Partai politik pengusung sepertinya terpecah pada dua kekuatan. Di Sangihe, secara struktural kalangan elit PDIP mendukung Makagansa tapi secara kultural para grassroth PDIP sepertinya cenderung ke Jabes Gaghana. Di Bolmong secara struktur PAN mendukung Yasti Mokoagouw, tapi secara kultur para grassrot sepertinya mendukung Salihi Mokodongan.
“Fakta-fakta ini sepertinya persaingan sangat panas. Oleh karena itu potensi terjadinya kecurangan bisa saja terjadi. Kecurangan yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan kelompok PNS terlibat dalam pemenangan calon. Siapa yg menguasai PNS maka berpeluang menang meski modus tersebut sangat dilarang oleh UU,” jelas Ferry Liando.
Kemudian potensi mempengaruhi pemilih dengan cara menyogok bisa saja terjadi. Perlu kerja extra bagi pengawas lapangan agar bisa mengawasi para petugas KPPS dalam penghitungan suara maupun pemindahan suara. Dalam UU 15 tentang penyelenggara tidak ada larangan bagi tim sukses untuk menjadi panitia ad hoc.
Larangannya hanya melarang panitia ad hoc bukan pengurus parpol. Sehingga mereka perlu diawasi secara ketat mulai dari proses pemberian suara hingga Penghunian han suara. Surat keterangan yang dikeluarkan petugas catatan sipil sebagai pengganti e KTP harus diawasi jangan sampai surat keterangan tersebut tidak sah.
Di Bolmong, TPS-nya banyak berbatasan dengan Minsel, Bolmut, Boltim dan Kota Kotamubagu. Jika daftar pemilih tidak akurat maka bisa saja ada mobilisasi masa untuk memilih.
PKPU nomor 8 tahun 2016 yang dapat menggunakan hak pilih adalah berdomisili di wilayah pemilihan dibuktikan dgn e KTP. Yang belum ada e KTP bisa gunakan surat keterangan.
“Permasalahannya adalah apakah ada alat bukti yang menjelaskan ke KPPS bahwa surat keterangan itu adalah benar-benar sebagai ganti e KTP. KPU perlu ke capil berapa surat keterangan yang dikeluarkan dan dasar dikeluarkannya surat keterangan tersebut,” tandas Ferry Liando.
Surat keterangan bisa rawan disalah-gunakan apabila tidak di lengkapi hologram atau pas foto. Syarat pemilih bisa rawan dan bisa dimanfaatkan oleh calon yang kalah sebagai dasar gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Apalagi menurut UU no 1 tahun 2015 pasal 57, mengatakan syarat pemilih hanya ada 2 yakni: tidak terganggu jiwa dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tidak ada syarat yang harus menjelaskan harus ada e KTP atau surat keterangan. (JerryPalohoon)