Amurang—Belakangan ini, profesional wartawan (Pers) di Sulawesi Utara kembali diuji. Sebelumnya, salah satu Jurnalis terbaik SKH Metro Aryono Linggoto tewas mengenaskan di Banjer. Kali ini, pengancaman terjadi disaat sedang melakukan tugasnya. Tetapi, kasus pengancaman bukan berasal dari preman, melainkan dari pihak aparat kepolisian.
‘’Tidak biasanya, kami mengambil gambar di ruang sel tahanan mendapat ancaman petugas kepolisian. Tetapi, ancaman itu terjadi Selasa (27/11) sekitar pukul 13.00 Wita di Polres Minsel. Ini karena, kasus penembakan terhadap DT alias Deksi (33) oleh beberapa oknum polisi yang bertugas di Polsek Amurang. Seperti diketahui, DT sudah ditetapkan sebagai tersangka pasal 170 (Pengroyokan) dan pasal 351 ayat 1 (Penganiayaan),’’ kata pemerhati hukum Minsel Freddy Mamahit SH kepada wartawan BeritaManado.com kemarin.
Menurutnya, setahu mereka memang untuk mengambil gambar harus se-izin Kapolres, Kapolsek atau lainnya. Tetapi, kalau kasus-kasus lain tak terjadi demikian. Namun, karena ini kasus penembakan, maka jelas pihak kepolisian khususnya Polres Minsel ingin menutup-nutupinya.
‘’Dengan demikian, kasus pengancaman ini harus diselesaikan segera. Dimana, profesi wartawan jelas tak aman. Disatu sisi, preman-preman di Sulut masih gentayangan. Kemudian, polisi yang bergaya preman juga ternyata banyak. Herannya, profesi wartawan harus dilindungi semua pihak. Namun, justru oknum polisi-lah yang melakukan ancaman,’’ tegas Mamahit heran.
Dilain kesempatan, Andries Pattyranie (BeritaManado.com) menilai, selama bertugas di Minsel dan Sulut pada umumnya, memang banyak kejadian yang menjurus pada pengancaman. ‘’Pernah, tahun 1992 rumah orang tua dilempari batu. Pengalaman saya banyak juga oknum polisi ikut bersama-sama dalam strategi pengancaman. Oleh sebab itu, saya minta wartawan Minsel dan Sulut untuk bersatu untuk menjaga keamanan bersama. Sebab, bukan tidak mungkin, ancaman lainnya akan terjadi untuk wartawan,’’ ungkap Pattyranie. (tim bm)