Langowan – Tak banyak yang mengenal sosok Abraham Serhalawan SPd selain kalangan guru dan dunia pendidikan pada umumnya di daerah Ambon dan Manado. Percaya atau tidak, guru yang merupakan warga Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ini ternyata pernah menjadi Bendahara Yayasan Katolik bernama Santa Theresia di Namlea Ambon. Tak hanya itu, dia juga pernah didaulat menjadi Ketua Panitia Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di Ambon.
Kepada BeritaManado.com, Kamis (26/11/2015) Kepala Sekolah SD Inpres Walantakan ini menurutkan bahwa dirinya juga sedikit heran bisa seperti itu. Namun yang jelas diutarakan secara terbuka, bahwa dalam keseharian menjalankan tugas sebagai guru bahkan anggota masyarakat setempat, dirinya tidak pernah membeda-bedakan dalam pergaulan.
Sekitar 16 tahun mengabdi sebagai guru di sekolah dari Yayasan Katolik sejak diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 1983, Bapak Abrahan begitu ia akrab disapa guru, siswa maupun masyarakat, mengaku bahwa pada setiap hari Minggu ia dua kali masuk gereja. Paginya di Gereja Katolik dan setelah itu Gereja Protestan.
Adapun alasannya karena dia harus tetap mengawasi anak-anak didiknya khususnya yang tergabung dalam kelompok vocal grup dan paduan suara yang selalu tampil dalam setiap Misa pada hari Minggu. Anak-anak yang sama juga sering dibawa untuk membawakan puji-pujian di Gereja Protestan siang harinya. Bahkan diantara anggota vocal grup dan paduan suara ada siswa yang beragama Islam.
“Ini sungguh pengalaman yang sangat langka terjadi dalam kehidupan saya sebagai seorang guru. Sampai pada suatu saat saya dan keluarga harus mengungsi ke Manado karena kerusuhan beberapa tahun silam. Mengingat hal itu saya kadang berlinang air mata, namun puji Tuhan sekolah, greja dan kantor yayasan tempat saya mengabdi dulu tidak menjadi korban aksi anarkis,” ungkap Abraham.
Kini di SD Inpres Walantakan Langowan, Abraham menjadi Kepala Sekolah dengan jumlah murid kurang lebih 20 orang. Jumlah yang sangat jauh jika dibandingkan di Ambon yang anak-anak SD saja berjumlah 500-an siswa, belum lagi SMP dan SMA. Namun sekolah yang nyaris tutup ini perlahan tapi pasti berhasil dipertahankan berkat ketekunan dan semangat melayaninya. (frangkiwullur)