Bitung – Proses pembebasan lahan tol di wilayah Kota Bitung dinilai berjalan lamban dan masih jauh dari harapan.
Akibatnya, target penyelesaian tol Manado-Bitung tahun 2019 diprediksi tidak akan terealisasi karena terkendala proses pembebasan lahan.
Menurut Koordinator Forum Masyarakat Korban Jalan Tol Manado-Bitung, Eddy Hendra Sondakh, kendala dan lambannya proses pembebasan lahan dikarenakan terkendala pada Tim Pelaksana Pengadaan Tanah itu sendiri dan bukan pada warga pemilik lahan.
“Berdasarkan temuan kami, hasil kerja Tim Pelaksana sarat pelanggaran prosedur aturan dan Undang-undang Pengadaan Tanah. Tahap kruisal pelanggaran terjadi pada tiga kegiatan utama dengan melibatkan tiga aktor pelaku atau pelaksana, yakni BPN, PPK dan Appraisal,” kata Eddy, Selasa (17/04/2018).
Eddy menjelaskan, ketiga tahapan proses pembebasan lahan yang tak sesuai aturan adalah, Pertama, tahap inventarisasi/identifikasi peta bidang dan daftar nominatif oleh Satgas BPN dinilai sarat penyimpangan untuk luas tanah, bangunan dan isi tanaman tidak sesuai fakta lapangan, yaitu bertambah dan berkurang/menyusut yang sulit dikontrol oleh warga pemilik hak.
Terbukti kata dia, munculnya bidang-bidang tanah fiktif (tak bertuan). Adanya pelanggaran trase sebagai pemicu konflik warga dengan pihak pelaksana. Tidak adanya berita acara pengukuran dan pencatatan bidang tanah yang diketahui oleh warga pemilik hak, pejabat kelurahan dan pihak pelaksana.
“Kedua, tahap penilaian uang ganti rugi oleh tim appraisal. Tim penilai tidak menjadikan hasil kerja Satgas BPN sebagai referensi. Terbukti Tim Appraisal hanya menghitung nilai tanah saja dan tidak untuk nilai bangunan dan tanaman. Dasar perhitungan nilai ganti rugi cacat hukum, terbukti nilainya berdasarkan NJOP bahkan ada yang dibawah NJOP. Perhitungan tidak berdasarkan pada harga pasar yang merujuk pada peta/Perda peruntukan RTRW dan zona nilai tanah Kota Bitung,” jelasnya.
Ketiga, kata Eddy, tahap musyawarah bentuk ganti kerugian yang tidak transparan dan akuntabel, dimana terbukti lemahnya fungsi kontrol sehingga pelanggaran-pelanggaran lolos sampai tahap musyawarah.
Sampai pada tahap ini, menurutnya, keberatan warga mengenai berkurangnya luas tanah/bangunan dan tanaman tidak dapat diselesaikan atau ditanggapi oleh pihak pelaksana. Hasil perhitungan Tim Appraisal tidak dapat perlihatkan dan diberikan kepada warga pemilik hak.
“Berdasarkan temuan pelanggaran pada tiga kegiatan ini, warga pemilik hak keberatan dan banyak yang menolak/walk out dari musyawarah. Persoalan ini sudah kami coba selesaikan dengan pihak pelaksana dan pemerintah ditingkat daerah tapi sangat disayangkan tidak dapat diselesaikan,” katanya.
Untuk itu, pihaknya melaporkan ke pemerintah pusat dan sudah dilakukan rapat koordinasi oleh Kantor Staf Kepresidenan dan Kemenko Polhukam untuk menyelasiakan konflik pembebasan lahan tol di Kota Bitung, tapi sangat disayangkan Tim Pelaksana ingkar janji dan masih belum melaksanakan solusi penyelesaian dalam Rakor itu.
“Pada dasarnya, warga yang lahannya terkena perencanaan pembangunan tol tak keberatan dan mendukung program pemerintah pusat. Tapi sayangnya, cara kerja Tim Pelaksana Pengadaan Tanah yang tak sesuai aturan dan kecurigaan hingga proses pembebasan tak kunjung selesai,” katanya.
(abinenobm)
Bitung – Proses pembebasan lahan tol di wilayah Kota Bitung dinilai berjalan lamban dan masih jauh dari harapan.
Akibatnya, target penyelesaian tol Manado-Bitung tahun 2019 diprediksi tidak akan terealisasi karena terkendala proses pembebasan lahan.
Menurut Koordinator Forum Masyarakat Korban Jalan Tol Manado-Bitung, Eddy Hendra Sondakh, kendala dan lambannya proses pembebasan lahan dikarenakan terkendala pada Tim Pelaksana Pengadaan Tanah itu sendiri dan bukan pada warga pemilik lahan.
“Berdasarkan temuan kami, hasil kerja Tim Pelaksana sarat pelanggaran prosedur aturan dan Undang-undang Pengadaan Tanah. Tahap kruisal pelanggaran terjadi pada tiga kegiatan utama dengan melibatkan tiga aktor pelaku atau pelaksana, yakni BPN, PPK dan Appraisal,” kata Eddy, Selasa (17/04/2018).
Eddy menjelaskan, ketiga tahapan proses pembebasan lahan yang tak sesuai aturan adalah, Pertama, tahap inventarisasi/identifikasi peta bidang dan daftar nominatif oleh Satgas BPN dinilai sarat penyimpangan untuk luas tanah, bangunan dan isi tanaman tidak sesuai fakta lapangan, yaitu bertambah dan berkurang/menyusut yang sulit dikontrol oleh warga pemilik hak.
Terbukti kata dia, munculnya bidang-bidang tanah fiktif (tak bertuan). Adanya pelanggaran trase sebagai pemicu konflik warga dengan pihak pelaksana. Tidak adanya berita acara pengukuran dan pencatatan bidang tanah yang diketahui oleh warga pemilik hak, pejabat kelurahan dan pihak pelaksana.
“Kedua, tahap penilaian uang ganti rugi oleh tim appraisal. Tim penilai tidak menjadikan hasil kerja Satgas BPN sebagai referensi. Terbukti Tim Appraisal hanya menghitung nilai tanah saja dan tidak untuk nilai bangunan dan tanaman. Dasar perhitungan nilai ganti rugi cacat hukum, terbukti nilainya berdasarkan NJOP bahkan ada yang dibawah NJOP. Perhitungan tidak berdasarkan pada harga pasar yang merujuk pada peta/Perda peruntukan RTRW dan zona nilai tanah Kota Bitung,” jelasnya.
Ketiga, kata Eddy, tahap musyawarah bentuk ganti kerugian yang tidak transparan dan akuntabel, dimana terbukti lemahnya fungsi kontrol sehingga pelanggaran-pelanggaran lolos sampai tahap musyawarah.
Sampai pada tahap ini, menurutnya, keberatan warga mengenai berkurangnya luas tanah/bangunan dan tanaman tidak dapat diselesaikan atau ditanggapi oleh pihak pelaksana. Hasil perhitungan Tim Appraisal tidak dapat perlihatkan dan diberikan kepada warga pemilik hak.
“Berdasarkan temuan pelanggaran pada tiga kegiatan ini, warga pemilik hak keberatan dan banyak yang menolak/walk out dari musyawarah. Persoalan ini sudah kami coba selesaikan dengan pihak pelaksana dan pemerintah ditingkat daerah tapi sangat disayangkan tidak dapat diselesaikan,” katanya.
Untuk itu, pihaknya melaporkan ke pemerintah pusat dan sudah dilakukan rapat koordinasi oleh Kantor Staf Kepresidenan dan Kemenko Polhukam untuk menyelasiakan konflik pembebasan lahan tol di Kota Bitung, tapi sangat disayangkan Tim Pelaksana ingkar janji dan masih belum melaksanakan solusi penyelesaian dalam Rakor itu.
“Pada dasarnya, warga yang lahannya terkena perencanaan pembangunan tol tak keberatan dan mendukung program pemerintah pusat. Tapi sayangnya, cara kerja Tim Pelaksana Pengadaan Tanah yang tak sesuai aturan dan kecurigaan hingga proses pembebasan tak kunjung selesai,” katanya.
(abinenobm)