Manado—Indonesia dikenal sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbukarang (coral reefs) terbesar di dunia. Menurut data World Resources Institute 2002, dengan luas total sebesar 50.875 km2, maka 51 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18 % terumbu karang di dunia, berada di wilayah perairan Indonesia.
Sulawesi Utara menjadi salah satu penyumbang terumbu karang (coral) di Indonesia, daerah Coral yang paling terkenal di Sulut terdapat di Pulau Bunaken. Menurut penelitian yang dilakukan Prof. Mineo Okamoto, Ph.D, salah satu pakar dan peneliti coral dan. Dosen senior di Tokyo University of Marine Science and Tecnhnology Japan menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di Sulut telah sampai pada tahap mengkhawatirkan.
Hal ini dikatakan Okamoto saat melakukan konfrensi pers mengenai Implementasi Program Rehabilitasi dan Restorasi Terumbu Karang di Sulawesi Utara, Tahun 2012-2014, hasil kerjasama Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, Bapeda Sulut, Tokyo University of Marine Science and Tecnhnology Japan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat, Universitas Negeri Manado dan JFE Japan dan Pacific Institute Manado.
Okamoto yang ditemani oleh Dr. Andries Ruru dari Unsrat, Kabid Pengawasan Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP Sulut Ronald Sorongan, serta Heidy Malingkas mewakili Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Joy Korah, MSI . Dalam pemaparan hasil penelitiannya di perairan Sulut, Prof. Okamoto menyampaikan “terumbu karang telah rusak karena terkena dampak peningkatan suhu air laut yang ditimbulkan akibat global warming sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia”.
Di Sulut sendiri dari hasil penelitian Prof. Okamoto selain global warming, faktor lain yang juga menjadi penyebab rusaknya terumbu karang serta tidak bisa bekembangnya terumbu karang di Bunaken dan Likupang karna pencemaran dan sendimentasi (sampah).
Terumbu karang merupakan produser lingkungan hidup utama di wilayah pantai laut tropis dan sub tropis. Terumbu karang memberikan andil besar dalam pembentukan bukit karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak laut. Masalah lokal disebutkan bahwa kerusakan terumbu karang merupakan isu lama sebelum isu peningkatan suhu air laut.
Kerusakan terumbu karang ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), terbawanya material ke perairan pantai berupa lumpur dan unsur hara seperti Nitrogen, Phospat dsb. dari sungai, dan akibat aktivitas pembangunan di sekitar pantai (reklamasi) menimbulkan kerusakan habitat.
Untuk itu ia mengatakan Teknologi Baru pemulihan terumbu karang sedang dikembangkan di Jepang dan Indonesia (Sulut). Teknologi baru ini menggunakan repuduksi sexual terumbu karang yang sedang dilakukan di pulau Bunaken dan Likupang.
Menurut Prof. Okamoto perbaikan terumbu karang dilakukan peneliti dari perairan Sekisei Lagoon, Okinawa Jepang dan Indonesia sendiri dilakukan di Perairan Bunaken dan Likupang. Agar dapat memperoleh banyak terumbu karang dilakukan penelitian dengan menggunakan Coral Settlement Device (CSD) yang terbuat dari semen bawa air.
Penggunaan CSD bertujuan untuk menyediakan permukaan yang baik untuk tempat bertumbuhnya larva terumbu karang, melindungi larva berdiam di tempatnya dan terumbu karang dapat tumbuh di tempatnya, sehingga terhindar dari ancaman goyangan, benturan dan gangguan dari luar. ?Metoda penelitiannya dilakukan dengan cara menempatkan rak-rak besi di dasar laut perairan Bunaken dan Likupang.
Dari hasil penelitian Coral jenis Acropora memiliki kelebihan pertumbuhan yang sangat cepat. Acropora selama sampai dengan satu tahun telah dapat diketahui adalah 3 cm dalam setahun. Dari penelitian ini juga pertumbuhan Coral jenis Acropora di Bunaken dan Likupang pertumbuhannya diperkirakan tiga kali lebih cepat dari pada di perairan Okinawa, Jepang.
Hal ini terjadi disebabkan suhu air laut di Bunaken selama satu tahun lebih hangat dari pada di Okinawa, Jepang. Dari study yang dilakukan Prof. Okamoto terumbu karang di Sulawesi Utara sudah sangat memprihatinkan karna terdapat banyak terumbu karang yang telah memutih (mati) dan rusak kritis dan terdapat di areal reklamasi di daerah Mega Mas, Manado dan disitu juga terdapat banyak sekali bibit coral yang harus diselamatkan atau dipindahkan karna terancam mati akibat pencemaran dan banyaknya sendimen sehinggah sulit untuk menjadi daerah perkembangbiakan coral, sama halnya dengan yamg ada di Likupang.
“Karang ini di Bunaken sedang menuju awal kepunahan, untuk itu program rehabilitasi dan restorasi terumbu karang akan dilakukan mulai saat ini dan kita lakukan dibagian Barat pulau Bunaken. Kita memerlukan partner untuk program ini, kerja sama yaitu studi soal restorasi terumbu karang” ujarnya.
Untuk penelitian ini pihak pemerintah Jepang memberikan Rp. 350 juta bantuan dana penelitian. Selain itu ada sekitar 10 ribu CSD yang dibawah oleh Okamoto dari Jepang. (jrp)
Manado—Indonesia dikenal sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbukarang (coral reefs) terbesar di dunia. Menurut data World Resources Institute 2002, dengan luas total sebesar 50.875 km2, maka 51 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18 % terumbu karang di dunia, berada di wilayah perairan Indonesia.
Sulawesi Utara menjadi salah satu penyumbang terumbu karang (coral) di Indonesia, daerah Coral yang paling terkenal di Sulut terdapat di Pulau Bunaken. Menurut penelitian yang dilakukan Prof. Mineo Okamoto, Ph.D, salah satu pakar dan peneliti coral dan. Dosen senior di Tokyo University of Marine Science and Tecnhnology Japan menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di Sulut telah sampai pada tahap mengkhawatirkan.
Hal ini dikatakan Okamoto saat melakukan konfrensi pers mengenai Implementasi Program Rehabilitasi dan Restorasi Terumbu Karang di Sulawesi Utara, Tahun 2012-2014, hasil kerjasama Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, Bapeda Sulut, Tokyo University of Marine Science and Tecnhnology Japan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat, Universitas Negeri Manado dan JFE Japan dan Pacific Institute Manado.
Okamoto yang ditemani oleh Dr. Andries Ruru dari Unsrat, Kabid Pengawasan Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP Sulut Ronald Sorongan, serta Heidy Malingkas mewakili Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Joy Korah, MSI . Dalam pemaparan hasil penelitiannya di perairan Sulut, Prof. Okamoto menyampaikan “terumbu karang telah rusak karena terkena dampak peningkatan suhu air laut yang ditimbulkan akibat global warming sehingga menimbulkan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia”.
Di Sulut sendiri dari hasil penelitian Prof. Okamoto selain global warming, faktor lain yang juga menjadi penyebab rusaknya terumbu karang serta tidak bisa bekembangnya terumbu karang di Bunaken dan Likupang karna pencemaran dan sendimentasi (sampah).
Terumbu karang merupakan produser lingkungan hidup utama di wilayah pantai laut tropis dan sub tropis. Terumbu karang memberikan andil besar dalam pembentukan bukit karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak laut. Masalah lokal disebutkan bahwa kerusakan terumbu karang merupakan isu lama sebelum isu peningkatan suhu air laut.
Kerusakan terumbu karang ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), terbawanya material ke perairan pantai berupa lumpur dan unsur hara seperti Nitrogen, Phospat dsb. dari sungai, dan akibat aktivitas pembangunan di sekitar pantai (reklamasi) menimbulkan kerusakan habitat.
Untuk itu ia mengatakan Teknologi Baru pemulihan terumbu karang sedang dikembangkan di Jepang dan Indonesia (Sulut). Teknologi baru ini menggunakan repuduksi sexual terumbu karang yang sedang dilakukan di pulau Bunaken dan Likupang.
Menurut Prof. Okamoto perbaikan terumbu karang dilakukan peneliti dari perairan Sekisei Lagoon, Okinawa Jepang dan Indonesia sendiri dilakukan di Perairan Bunaken dan Likupang. Agar dapat memperoleh banyak terumbu karang dilakukan penelitian dengan menggunakan Coral Settlement Device (CSD) yang terbuat dari semen bawa air.
Penggunaan CSD bertujuan untuk menyediakan permukaan yang baik untuk tempat bertumbuhnya larva terumbu karang, melindungi larva berdiam di tempatnya dan terumbu karang dapat tumbuh di tempatnya, sehingga terhindar dari ancaman goyangan, benturan dan gangguan dari luar. ?Metoda penelitiannya dilakukan dengan cara menempatkan rak-rak besi di dasar laut perairan Bunaken dan Likupang.
Dari hasil penelitian Coral jenis Acropora memiliki kelebihan pertumbuhan yang sangat cepat. Acropora selama sampai dengan satu tahun telah dapat diketahui adalah 3 cm dalam setahun. Dari penelitian ini juga pertumbuhan Coral jenis Acropora di Bunaken dan Likupang pertumbuhannya diperkirakan tiga kali lebih cepat dari pada di perairan Okinawa, Jepang.
Hal ini terjadi disebabkan suhu air laut di Bunaken selama satu tahun lebih hangat dari pada di Okinawa, Jepang. Dari study yang dilakukan Prof. Okamoto terumbu karang di Sulawesi Utara sudah sangat memprihatinkan karna terdapat banyak terumbu karang yang telah memutih (mati) dan rusak kritis dan terdapat di areal reklamasi di daerah Mega Mas, Manado dan disitu juga terdapat banyak sekali bibit coral yang harus diselamatkan atau dipindahkan karna terancam mati akibat pencemaran dan banyaknya sendimen sehinggah sulit untuk menjadi daerah perkembangbiakan coral, sama halnya dengan yamg ada di Likupang.
“Karang ini di Bunaken sedang menuju awal kepunahan, untuk itu program rehabilitasi dan restorasi terumbu karang akan dilakukan mulai saat ini dan kita lakukan dibagian Barat pulau Bunaken. Kita memerlukan partner untuk program ini, kerja sama yaitu studi soal restorasi terumbu karang” ujarnya.
Untuk penelitian ini pihak pemerintah Jepang memberikan Rp. 350 juta bantuan dana penelitian. Selain itu ada sekitar 10 ribu CSD yang dibawah oleh Okamoto dari Jepang. (jrp)