Oleh: Masdar Paputungan (Pemerhati Bolaang Mongondow Timur)
Lanjutan..
Beritamanado – Lakban adalah sebutan atau dialeg orang Philipin yang berasal dari kata logpond. Sejak saat itu sebutan lakban sudah membudaya dikalangan masyarakat termasuk pantai Buyat disebut-sebut juga sebagai lakban, pada hal lakban sesungguhnya yang dimaksud oleh orang Philipin adalah dermaga tempat penampungan dan pengapalan kayu yang terletak di Teluk Totok yang saat ini dikenal dengan nama Lakban Port.
Perusahaan PT. Wanasaklar pada waktu itu hanya membangun pusat perkantoran dan penampungan alat-alat berat di wilayah pantai Buyat saat itu. Pada tahun 1976, sepeninggalnya PT. Wanasaklar penduduk pantai Buyat semakin bertambah dengan berdatangannya orang-orang Suku Sanger yang berasal dari Bitung. Dengan semakin bertambahnya penduduk di wilayah pantai Buyat oleh pemerintah desa Buyat pada awal tahun 2005 telah menetapkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di pantai Buyat yang berjumlah 83 KK dengan jumlah 256 jiwa adalah penduduk desa Buyat dusun VI.
1. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (sebelum pemekaran Mitra) dalam mengklaim Teluk Buyat. Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan dalam upaya untuk mengklaim dan menguasai Teluk Buyat/Pantai Buyat diantaranya adalah membuat tapal batas dipinggiran sungai Buyat, mengintimidasi masyarakat Buyat Pantai, merubah nama Pantai Buyat menjadi Pantai Lakban, membangun insfrastruktur di Pantai Buyat serta merubah nama Tanjung Buyat menjadi Bukit Harapan.
Sebelum kedatangan PT. Newmont Minahasa Raya, situasi dan kondisi masyarakat Buyat Pantai masih tetap kondusif. Persoalan tapal batas masih berada dibawah ambang batas alias belum muncul dipermukaan. Pada masa PT. Newmont Minahasa Raya beroperasi, daerah Pantai Buyat mengalami perubahan yang cukup signifikan, yakni dengan dibangunnya lokasi obyek wisata yang terletak dipinggiran Pantai Buyat dan wilayah Lakban di Teluk Totok oleh PT. Newmont Minahasa Raya, sehingga menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke tempat ini sekaligus dapat menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Disinilah awal perselisihan antara Bolaang Mongondow dan Minahasa untuk saling mengklaim bahwa wilayah Pantai Buyat adalah miliknya. Penduduk Buyat Pantai yang sudah lama mendiami lokasi ini mulai diintimidasi oleh Pemerintah Ratatotok Timur melalui Hukum Tuanya Dahlan Ibrahim dan Camat Belang waktu itu Drs. Karim Mamonto. Keduanya memaksa penduduk Buyat Pantai untuk pindah sebagai penduduk desa Ratatotok Timur, jika tidak mereka (Penduduk Buyat Pantai) harus angkat kaki dan keluar dari lokasi tersebut.
Sungguh sangat naif tindakan yang dilakukan oleh seorang putra pribumi (Drs. Karim Mamonto) yang berasal dari Bolaang Mongondow hanya dikarenakan oleh uang, jabatan, pangkat dan kedudukan tegah mengusir saudaranya sendiri dari negerinya sendiri. Sang Dahlan Ibrahim sebagai Hukum Tua desa Ratatotok Timur memerintahkan masyarakatnya untuk membuat tapal batas di muara sungai Buyat dan membuat gapura tapal batas di dekat jembatan sungai Buyat.
Belum lagi berakhir pengintimidasian kepada warga Buyat Pantai, datang malapetaka kedua dengan memanfaatkan issue pencemaran Teluk Buyat yang diakibatkan oleh tailling PT. Newmont Minahasa Raya, sehingga berakibat pada munculnya kepentingan dibalik issue pencemaran yang akhirnya berujung pada pemindahan penduduk Buyat Pantai dipindahkan/direlokasikan ke desa Duminanga Kec. Molibagu.
Pasca relokasi inilah yang digunakan oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara membangun sarana infrastruktur perumahan bagi warga Ratatotok Timur dan mengganti nama Pantai Buyat menjadi Pantai Lakban yang terletak persis di Teluk Buyat, sekalipun mereka tahu bahwa wilayah pantai Buyat masih dalam keadaan status quo.
Tompig artinya sudut atau pengertian dalam Bahasa Bolaang Mongondow yaitu pinonompigan. Sudut yang berada paling ujung sebelah timur Teluk Buyat dibawah kaki gunung Tanjung Buyat ini dulunya adalah tempat tinggal sebagian orang Buyat untuk membuat garam yang sekarang ini di lokasi tersebut telah berdiri bangunan hotel sierra 1 yang di bangun oleh PT.Newmont Minahasa Raya. Pula ditempat ini terdapat 2 (dua) tugu prasasti, yakni prasasti peresmian pengoperasian PT. Newmont Minahasa Raya yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Try Sutrisno dan prasasti peresmian obyek wisata Pantai Lakban yang ditandatangani oleh Bupati Minahasa Selatan R.M. Luntungan.
Tanjung Buyat yakni sebuah pegunungan yang terletak di tepi laut sebelah timur Teluk Buyat yang sebutannya dalam bahasa Mongondow yaitu impod in Buyat yang diberikan nama oleh seorang mahala (pemimpin) sekaligus pendiri desa Buyat yang bernama Pongaluon Paputungan pada tahun 1871, kini oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (sebelum pemekaran Kabupaten Mitra) telah merubah nama Tanjung Buyat (impod in Buyat) menjadi Bukit Harapan. Disamping Tanjung Buyat, pula terdapat Tanjung Bobakan (impod in Bobakan) yakni, sebuah gunung yang bernama Gunung Bobakan dan sebagian punggung gunungnya menjorok ke laut terletak di sebelah selatan Teluk Buyat.
2. Mengapa dikatakan Status quo?
Pada saat ini persoalan tapal batas antara Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Minahasa Tenggara sudah berada di ambang batas dalam artian bahwa konflik horisontal antara kedua daerah masih dapat dikendalikan. Yang sangat dikhawatirkan jika persoalan tapal ini tidak segera diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, maka Bom Waktu yang terletak di tapal batas akan meledak yang dapat mengakibatkan korban jiwa diantara kedua daerah yang bertikai.
Untuk menghindari ancaman bom waktu antara kedua daerah ini, maka Pencarian titik koordinat tapal batas antara kedua daerah dimulai.
Titik koordinat adalah suatu bukti hukum yang sah untuk menentukan tata batas suatu daerah di Indonesia. Untuk membuktikan hal itu Pemprov melalui Gubernur A.J. Sondakh mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 90 Tahun 2004 tanggal 21 Mei 2004 tentang Pembentukan tim teknis penetapan batas Kabupaten Minahasa Selatan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Pada tanggal 13 Desember 2004 Tim yang dimaksud turun ke lokasi untuk menelusuri titik koordinat tata batas ke dua daerah. Tim tersebut terdiri Unsur Pemprov dan kedua Kabupaten serta dibantu oleh warga Buyat dan Ratatotok, masing-masing dari Buyat Salam Ani, Faisal.L.Paputungan dan Marhan Lantong sedangkan dari desa Ratatotok Boy Pitoy dan Sa’ir Mokoginta.
Pencarian titik koordinat yang dilakukan oleh tim selama satu minggu tersebut, oleh tim berhasil menemukan 4 titik koordinat yang terdapat di Puncak Gunung Mamiringan, Gunung Buku, Puncak Kayu Manis dan Puncak Gunung Dongit. Setelah mencapai titik koordinat ke empat di puncak gunung dongit, oleh Tim Provinsi menghentikan sementara penelusuran titik koordinat tapal batas dengan alasan akan beristirahat selama 1 (satu) minggu sesudah itu baru dilanjutkan kembali.
Oleh karena itu penelusuran titik koordinat tapal batas hingga kini belum berakhir karena pencarian titik koordinat belum menjangkau semua lokasi yang dituju termasuk Gunung Erfak, Gunung Mandili dan Gunung Potong belum dilakukan oleh Tim Provinsi. Setelah tim dari Propinsi tersebut beristirahat selama 1 minggu, ternyata hingga sekarang batang hidung dari tim dimaksud tidak kelihatan lagi untuk melanjutkan penelusuran titik koordinat tapal batas antara kedua kabupaten termasuk wilayah Pantai Lakban. Sejak saat itu wilayah Pantai Lakban dinyatakan sebagai daerah yang berstatus quo.(*/gn)
Bersambung…
Oleh: Masdar Paputungan (Pemerhati Bolaang Mongondow Timur)
Lanjutan..
Beritamanado – Lakban adalah sebutan atau dialeg orang Philipin yang berasal dari kata logpond. Sejak saat itu sebutan lakban sudah membudaya dikalangan masyarakat termasuk pantai Buyat disebut-sebut juga sebagai lakban, pada hal lakban sesungguhnya yang dimaksud oleh orang Philipin adalah dermaga tempat penampungan dan pengapalan kayu yang terletak di Teluk Totok yang saat ini dikenal dengan nama Lakban Port.
Perusahaan PT. Wanasaklar pada waktu itu hanya membangun pusat perkantoran dan penampungan alat-alat berat di wilayah pantai Buyat saat itu. Pada tahun 1976, sepeninggalnya PT. Wanasaklar penduduk pantai Buyat semakin bertambah dengan berdatangannya orang-orang Suku Sanger yang berasal dari Bitung. Dengan semakin bertambahnya penduduk di wilayah pantai Buyat oleh pemerintah desa Buyat pada awal tahun 2005 telah menetapkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di pantai Buyat yang berjumlah 83 KK dengan jumlah 256 jiwa adalah penduduk desa Buyat dusun VI.
1. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (sebelum pemekaran Mitra) dalam mengklaim Teluk Buyat. Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan dalam upaya untuk mengklaim dan menguasai Teluk Buyat/Pantai Buyat diantaranya adalah membuat tapal batas dipinggiran sungai Buyat, mengintimidasi masyarakat Buyat Pantai, merubah nama Pantai Buyat menjadi Pantai Lakban, membangun insfrastruktur di Pantai Buyat serta merubah nama Tanjung Buyat menjadi Bukit Harapan.
Sebelum kedatangan PT. Newmont Minahasa Raya, situasi dan kondisi masyarakat Buyat Pantai masih tetap kondusif. Persoalan tapal batas masih berada dibawah ambang batas alias belum muncul dipermukaan. Pada masa PT. Newmont Minahasa Raya beroperasi, daerah Pantai Buyat mengalami perubahan yang cukup signifikan, yakni dengan dibangunnya lokasi obyek wisata yang terletak dipinggiran Pantai Buyat dan wilayah Lakban di Teluk Totok oleh PT. Newmont Minahasa Raya, sehingga menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke tempat ini sekaligus dapat menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Disinilah awal perselisihan antara Bolaang Mongondow dan Minahasa untuk saling mengklaim bahwa wilayah Pantai Buyat adalah miliknya. Penduduk Buyat Pantai yang sudah lama mendiami lokasi ini mulai diintimidasi oleh Pemerintah Ratatotok Timur melalui Hukum Tuanya Dahlan Ibrahim dan Camat Belang waktu itu Drs. Karim Mamonto. Keduanya memaksa penduduk Buyat Pantai untuk pindah sebagai penduduk desa Ratatotok Timur, jika tidak mereka (Penduduk Buyat Pantai) harus angkat kaki dan keluar dari lokasi tersebut.
Sungguh sangat naif tindakan yang dilakukan oleh seorang putra pribumi (Drs. Karim Mamonto) yang berasal dari Bolaang Mongondow hanya dikarenakan oleh uang, jabatan, pangkat dan kedudukan tegah mengusir saudaranya sendiri dari negerinya sendiri. Sang Dahlan Ibrahim sebagai Hukum Tua desa Ratatotok Timur memerintahkan masyarakatnya untuk membuat tapal batas di muara sungai Buyat dan membuat gapura tapal batas di dekat jembatan sungai Buyat.
Belum lagi berakhir pengintimidasian kepada warga Buyat Pantai, datang malapetaka kedua dengan memanfaatkan issue pencemaran Teluk Buyat yang diakibatkan oleh tailling PT. Newmont Minahasa Raya, sehingga berakibat pada munculnya kepentingan dibalik issue pencemaran yang akhirnya berujung pada pemindahan penduduk Buyat Pantai dipindahkan/direlokasikan ke desa Duminanga Kec. Molibagu.
Pasca relokasi inilah yang digunakan oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara membangun sarana infrastruktur perumahan bagi warga Ratatotok Timur dan mengganti nama Pantai Buyat menjadi Pantai Lakban yang terletak persis di Teluk Buyat, sekalipun mereka tahu bahwa wilayah pantai Buyat masih dalam keadaan status quo.
Tompig artinya sudut atau pengertian dalam Bahasa Bolaang Mongondow yaitu pinonompigan. Sudut yang berada paling ujung sebelah timur Teluk Buyat dibawah kaki gunung Tanjung Buyat ini dulunya adalah tempat tinggal sebagian orang Buyat untuk membuat garam yang sekarang ini di lokasi tersebut telah berdiri bangunan hotel sierra 1 yang di bangun oleh PT.Newmont Minahasa Raya. Pula ditempat ini terdapat 2 (dua) tugu prasasti, yakni prasasti peresmian pengoperasian PT. Newmont Minahasa Raya yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Try Sutrisno dan prasasti peresmian obyek wisata Pantai Lakban yang ditandatangani oleh Bupati Minahasa Selatan R.M. Luntungan.
Tanjung Buyat yakni sebuah pegunungan yang terletak di tepi laut sebelah timur Teluk Buyat yang sebutannya dalam bahasa Mongondow yaitu impod in Buyat yang diberikan nama oleh seorang mahala (pemimpin) sekaligus pendiri desa Buyat yang bernama Pongaluon Paputungan pada tahun 1871, kini oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (sebelum pemekaran Kabupaten Mitra) telah merubah nama Tanjung Buyat (impod in Buyat) menjadi Bukit Harapan. Disamping Tanjung Buyat, pula terdapat Tanjung Bobakan (impod in Bobakan) yakni, sebuah gunung yang bernama Gunung Bobakan dan sebagian punggung gunungnya menjorok ke laut terletak di sebelah selatan Teluk Buyat.
2. Mengapa dikatakan Status quo?
Pada saat ini persoalan tapal batas antara Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Minahasa Tenggara sudah berada di ambang batas dalam artian bahwa konflik horisontal antara kedua daerah masih dapat dikendalikan. Yang sangat dikhawatirkan jika persoalan tapal ini tidak segera diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, maka Bom Waktu yang terletak di tapal batas akan meledak yang dapat mengakibatkan korban jiwa diantara kedua daerah yang bertikai.
Untuk menghindari ancaman bom waktu antara kedua daerah ini, maka Pencarian titik koordinat tapal batas antara kedua daerah dimulai.
Titik koordinat adalah suatu bukti hukum yang sah untuk menentukan tata batas suatu daerah di Indonesia. Untuk membuktikan hal itu Pemprov melalui Gubernur A.J. Sondakh mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 90 Tahun 2004 tanggal 21 Mei 2004 tentang Pembentukan tim teknis penetapan batas Kabupaten Minahasa Selatan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Pada tanggal 13 Desember 2004 Tim yang dimaksud turun ke lokasi untuk menelusuri titik koordinat tata batas ke dua daerah. Tim tersebut terdiri Unsur Pemprov dan kedua Kabupaten serta dibantu oleh warga Buyat dan Ratatotok, masing-masing dari Buyat Salam Ani, Faisal.L.Paputungan dan Marhan Lantong sedangkan dari desa Ratatotok Boy Pitoy dan Sa’ir Mokoginta.
Pencarian titik koordinat yang dilakukan oleh tim selama satu minggu tersebut, oleh tim berhasil menemukan 4 titik koordinat yang terdapat di Puncak Gunung Mamiringan, Gunung Buku, Puncak Kayu Manis dan Puncak Gunung Dongit. Setelah mencapai titik koordinat ke empat di puncak gunung dongit, oleh Tim Provinsi menghentikan sementara penelusuran titik koordinat tapal batas dengan alasan akan beristirahat selama 1 (satu) minggu sesudah itu baru dilanjutkan kembali.
Oleh karena itu penelusuran titik koordinat tapal batas hingga kini belum berakhir karena pencarian titik koordinat belum menjangkau semua lokasi yang dituju termasuk Gunung Erfak, Gunung Mandili dan Gunung Potong belum dilakukan oleh Tim Provinsi. Setelah tim dari Propinsi tersebut beristirahat selama 1 minggu, ternyata hingga sekarang batang hidung dari tim dimaksud tidak kelihatan lagi untuk melanjutkan penelusuran titik koordinat tapal batas antara kedua kabupaten termasuk wilayah Pantai Lakban. Sejak saat itu wilayah Pantai Lakban dinyatakan sebagai daerah yang berstatus quo.(*/gn)
Bersambung…