Oleh: Juan Mahaganti (Ketua YFN Manado)
Ibu Menteri Yang Terhormat,
Adalah suatu hal membanggakan bagi kami jika menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak saat ini, adalah sosok yang bisa sama-sama merayakan danm enikmati suasana natal.Sosok yang bisa mengerti bahwa natal adalah tentang kedamaian dan kasih, tentang saat dimana kita merayakan kebersamaan. Saat yang kita setelah dewasa, akan selalu ingat. Suatu masa dimana ketika kita dewasa, dan lagu natal berbunyi, adalah saat dimana kita ingin kembali menjadi anak-anak. Ketika kue natal, baju baru, dan hadiah Santa Claus menjadi hiburan kita. Masa terindah ketika kita masih kanak kanak. Masa indah ini yang sekarang sedang direnggut dari anak-anak yang sekarang ada di provinsi saya, Sulawesi Utara.
Saya ingin jelaskan keresahan saya. Normal-nya seorang sosok Santa Claus adalah seorang yang akan mengajak anak berbuat baik sehingga ketika dia berbuat baik, dia akan mendapat hadiah. Ini adalah motivasi dalam bentuk positif. Tetapi yang terjadi di Manado, Santa Claus atau Senterklas adalah seorang teroris besar, yang dating dengan puluhan asisten-nya, bernama Pit Hitam, yang biasanya adalah para pemuda yang melumuri badan mereka dengan entah apa, menjadi hitam pekat, memakai berbagai jenis atribut yang menakutkan. Mereka akan meneror anak-anak dengan berbagai jenis ancaman agar anak tersebut berbuat baik. Senterklas dan gerombolan berandalnya ini akan dating dari rumah ke rumah anak-anak, menebar ketakutan dan terror, bahkan lagu natal bagi anak-anak sekarang diartikan sebagai alarm tanda bahaya, lagu natal adalah seperti bunyi sirene mobil Stasi. Kegiatan ini, bukan saja tidak mendidik dan merusak mental anak, para Senter pit menunjukan bentuk rasisme yang paling vulgar, karena mengartikan hitam sebagai jelek, dan putih sebagai baik.
Gerombolan berandalan ini, dating dengan banyak anak muda lain, yang biasanya dari pemuda gereja, klub mobil, atau kumpulan begundal entah dari mana yang mengorganisasikan diri untuk menghibur diri mereka dengan melakukan kegiatan menyiksa orang lain ini. Hal yang biasanya dimulai dengan niat jahat, akan berakhir dengan cara – cara jahat. Setelah mereka mengakhiri aksi terror-nya seperti inquisitor abad kegelapan, mereka akan melanjutkan dengan konvoi ugal – ugalan mengeliling kota. Dengan musik natal dicampur music gila lain, para pemuda – pemudi yang sudah dengan mental kelainan ini akan pergi sesuka kemana mereka pergi, tanpa lagi memperdulikan keselamatan.
Sesuatu yang ironis adalah, tidak ada yang peduli.Gereja diam, ibu-ibu diam tidak peduli jika anak mereka menjadi korban, pendidik tidak peduli. Saya mencoba melakukan analisa secara pribadi atas hal ini. Orang tua dan gereja tidak peduli akan hal ini, karena pengetahuan dangkal mereka tentang mendidik anak. Bukannya mendidik anak secara positif (member hadiah atas perbuatan baik), mereka melakukan pengendalian yang sangat tidak cocok untuk anak – anak, yaitu menghukum ketika berbuat tidak baik. Dan ketika hukuman terror ini menjadi sangat massif, bahkan anak baik pun menjadi korban. Dan focus anak-anak sekarang bukanlah pada hal baik apa yang mereka harus buat, tetapi pada hal-hal buruk apa yang mereka tidak boleh langgar. Jika hal ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan satu generasi yang mampu berpikir positif.
Para pemuda – pemudi, mengapa mereka mampu melakukan ini, dan tidak punya kemampuan mental untuk menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang jahat? Karena mereka juga adalah korban kegiatan menyimpang ini ketika mereka kecil. Sehingga hal ini menjadi lingkaran setan dari generasi ke generasi. Lingkaran setan yang sama yang tercipta dari kegiatan setan lainnya di negeri ini: pelanggaran HAM pada saat kegiatan OSPEK. Pembenaran dari pelaku adalah karena mereka pernah mengalami hal ini sebelumnya maka generasi setelah mereka harus menerimanya dan mereka wajib melakukannya. Lingkaran setan ini harus diputus sesegera mungkin sebelum terlambat diatasi, dan menjadi masalah sosial yang akut.
Para pemuda – pemudi ini juga mati moralitasnya karena mereka menikmati keadaan dimana mereka punya kekuasaan atas orang lain, yang menyesal-nya orang lain tersebut adalah yang paling rentan dari masyarakat: anak-anak.
Saya melihat ini ketika saya mengikuti para pemuda ini ketika mereka melakukan aksi bejatnya. Mereka sangat menikmati ketika mereka mengejar, mencegat, menakut – nakuti anak – anak. Adalah fakta bahwa kekuasaan, seperti nikotin, alkohol, tarian – tarian, adalah pembang kiteforia dalam otak. Sehingga para pemuda – pemudi ini bisa dikata dalam kondisi “eforia” ketika mereka melakukannya, seperti orang yang penuh kesenangan ketika berjoget atau menari disko. Eforia ini mereka salurkan setelah mereka selesai melakukan kegiatan menyimpang mereka. Setelah puas menyiksa anak-anak, mereka melanjutkan dengan berugal – ugalan di jalanan. Hal yang normal dilakukan ketika manusia dalam fase eforia, dalam ketidak sadaran, seperti para fans musikus rok yang tidak bisa mengendalikan diri mereka ketika menonton konser. Atas semua kesenangan ini, satu bagian masyarakat yang menjadi korban, bagian masyarakat yang paling lemah dan rentan, bagian dari masyarakat yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita semua untuk lindungi dan jaga: ANAK-ANAK.
Atas semua kegilaan ini, Ibu Menteri yang terhormat, saya mohon agar bisa mengambil tindakan. Untuk bisa mengingatkan masyarakat agar bekerja sama menghentikan semua kegialaan ini, sebelum kegilaan ini menjadi lingkaran setan yang berlangsung terus dari satu generasi ke generasi lain. Kiranya ibu menteri bisa mengingatkan gereja tentang indah-nya natal, dan bahwa natal seharusnya menjadi masa terindah bagi anak- anak, dan bukan masa terindah dari para gerombolan begundal – begundal liar di Manado yang adalah iblis – iblis yang mengatas namakan diri menjadi Senterklas. (*)
Oleh: Juan Mahaganti (Ketua YFN Manado)
Ibu Menteri Yang Terhormat,
Adalah suatu hal membanggakan bagi kami jika menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak saat ini, adalah sosok yang bisa sama-sama merayakan danm enikmati suasana natal.Sosok yang bisa mengerti bahwa natal adalah tentang kedamaian dan kasih, tentang saat dimana kita merayakan kebersamaan. Saat yang kita setelah dewasa, akan selalu ingat. Suatu masa dimana ketika kita dewasa, dan lagu natal berbunyi, adalah saat dimana kita ingin kembali menjadi anak-anak. Ketika kue natal, baju baru, dan hadiah Santa Claus menjadi hiburan kita. Masa terindah ketika kita masih kanak kanak. Masa indah ini yang sekarang sedang direnggut dari anak-anak yang sekarang ada di provinsi saya, Sulawesi Utara.
Saya ingin jelaskan keresahan saya. Normal-nya seorang sosok Santa Claus adalah seorang yang akan mengajak anak berbuat baik sehingga ketika dia berbuat baik, dia akan mendapat hadiah. Ini adalah motivasi dalam bentuk positif. Tetapi yang terjadi di Manado, Santa Claus atau Senterklas adalah seorang teroris besar, yang dating dengan puluhan asisten-nya, bernama Pit Hitam, yang biasanya adalah para pemuda yang melumuri badan mereka dengan entah apa, menjadi hitam pekat, memakai berbagai jenis atribut yang menakutkan. Mereka akan meneror anak-anak dengan berbagai jenis ancaman agar anak tersebut berbuat baik. Senterklas dan gerombolan berandalnya ini akan dating dari rumah ke rumah anak-anak, menebar ketakutan dan terror, bahkan lagu natal bagi anak-anak sekarang diartikan sebagai alarm tanda bahaya, lagu natal adalah seperti bunyi sirene mobil Stasi. Kegiatan ini, bukan saja tidak mendidik dan merusak mental anak, para Senter pit menunjukan bentuk rasisme yang paling vulgar, karena mengartikan hitam sebagai jelek, dan putih sebagai baik.
Gerombolan berandalan ini, dating dengan banyak anak muda lain, yang biasanya dari pemuda gereja, klub mobil, atau kumpulan begundal entah dari mana yang mengorganisasikan diri untuk menghibur diri mereka dengan melakukan kegiatan menyiksa orang lain ini. Hal yang biasanya dimulai dengan niat jahat, akan berakhir dengan cara – cara jahat. Setelah mereka mengakhiri aksi terror-nya seperti inquisitor abad kegelapan, mereka akan melanjutkan dengan konvoi ugal – ugalan mengeliling kota. Dengan musik natal dicampur music gila lain, para pemuda – pemudi yang sudah dengan mental kelainan ini akan pergi sesuka kemana mereka pergi, tanpa lagi memperdulikan keselamatan.
Sesuatu yang ironis adalah, tidak ada yang peduli.Gereja diam, ibu-ibu diam tidak peduli jika anak mereka menjadi korban, pendidik tidak peduli. Saya mencoba melakukan analisa secara pribadi atas hal ini. Orang tua dan gereja tidak peduli akan hal ini, karena pengetahuan dangkal mereka tentang mendidik anak. Bukannya mendidik anak secara positif (member hadiah atas perbuatan baik), mereka melakukan pengendalian yang sangat tidak cocok untuk anak – anak, yaitu menghukum ketika berbuat tidak baik. Dan ketika hukuman terror ini menjadi sangat massif, bahkan anak baik pun menjadi korban. Dan focus anak-anak sekarang bukanlah pada hal baik apa yang mereka harus buat, tetapi pada hal-hal buruk apa yang mereka tidak boleh langgar. Jika hal ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan satu generasi yang mampu berpikir positif.
Para pemuda – pemudi, mengapa mereka mampu melakukan ini, dan tidak punya kemampuan mental untuk menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang jahat? Karena mereka juga adalah korban kegiatan menyimpang ini ketika mereka kecil. Sehingga hal ini menjadi lingkaran setan dari generasi ke generasi. Lingkaran setan yang sama yang tercipta dari kegiatan setan lainnya di negeri ini: pelanggaran HAM pada saat kegiatan OSPEK. Pembenaran dari pelaku adalah karena mereka pernah mengalami hal ini sebelumnya maka generasi setelah mereka harus menerimanya dan mereka wajib melakukannya. Lingkaran setan ini harus diputus sesegera mungkin sebelum terlambat diatasi, dan menjadi masalah sosial yang akut.
Para pemuda – pemudi ini juga mati moralitasnya karena mereka menikmati keadaan dimana mereka punya kekuasaan atas orang lain, yang menyesal-nya orang lain tersebut adalah yang paling rentan dari masyarakat: anak-anak.
Saya melihat ini ketika saya mengikuti para pemuda ini ketika mereka melakukan aksi bejatnya. Mereka sangat menikmati ketika mereka mengejar, mencegat, menakut – nakuti anak – anak. Adalah fakta bahwa kekuasaan, seperti nikotin, alkohol, tarian – tarian, adalah pembang kiteforia dalam otak. Sehingga para pemuda – pemudi ini bisa dikata dalam kondisi “eforia” ketika mereka melakukannya, seperti orang yang penuh kesenangan ketika berjoget atau menari disko. Eforia ini mereka salurkan setelah mereka selesai melakukan kegiatan menyimpang mereka. Setelah puas menyiksa anak-anak, mereka melanjutkan dengan berugal – ugalan di jalanan. Hal yang normal dilakukan ketika manusia dalam fase eforia, dalam ketidak sadaran, seperti para fans musikus rok yang tidak bisa mengendalikan diri mereka ketika menonton konser. Atas semua kesenangan ini, satu bagian masyarakat yang menjadi korban, bagian masyarakat yang paling lemah dan rentan, bagian dari masyarakat yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita semua untuk lindungi dan jaga: ANAK-ANAK.
Atas semua kegilaan ini, Ibu Menteri yang terhormat, saya mohon agar bisa mengambil tindakan. Untuk bisa mengingatkan masyarakat agar bekerja sama menghentikan semua kegialaan ini, sebelum kegilaan ini menjadi lingkaran setan yang berlangsung terus dari satu generasi ke generasi lain. Kiranya ibu menteri bisa mengingatkan gereja tentang indah-nya natal, dan bahwa natal seharusnya menjadi masa terindah bagi anak- anak, dan bukan masa terindah dari para gerombolan begundal – begundal liar di Manado yang adalah iblis – iblis yang mengatas namakan diri menjadi Senterklas. (*)