Manado – Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandow memgatakan jika dulu kain tradisional dinilai kuno dan ketinggalan zaman, kini citra kain tradisional akan dibuat sebagai identitas warga Sulut, termasuk penggunaannya sebagai seragam di kantor bagi ASN dan di sekolah-sekolah.
Hal itu disampaikan Steven Kandouw pada Focus Grup Discussion yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Sulut yang bertujuan membahas motif desain kain Sulut yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Sulut menurut Steven Kandouw memiliki ragam kebudayaan. Satu diantaranya adalah kain tradisional, melalui motif di kain tradisional keberagaman dapat dipersatukan. Seperti kain bentenan dari Minahasa dan kinatola dari Bolaang Mongondow.
“Pertemuan ini harus menghasilkan kesepakatan. Kita harus bisa sepakat menentukan motif kain Sulawesi Utara, ini akan menguatkan jati diri dan persatuan kita. Nantinya motif kain yang kita sepakati akan digunakan dalam berbagai kegiatan, tak hanya sekedar di kantor namun juga di sekolah,” ujar Steven Kandouw Kamis (16/2/2017).
Dia menambahkan setiap kaindi Sulut bak lukisan yang memiliki cerita, ciri khas dan pesan yang ingin disampaikan pembuatnya pada orang-orang. Kain-kain ini juga sangat beragam dan mewakili daerah asalnya.
Hal itu dikatakan Steven untuk mencegah kesalahan penentuan corak kain yang bisa berujung keberatan dari sebagian masyarakat daerah lainnya di Sulawesi Utara.
Melalui Focus Grup Discussion ini juga, Steven Kandouw ingin mengajak masyarakat Sulawesi Utara untuk mencintai daerahnya melalui kain tradisional.
Harapannya sederhana, dia ingin masyarakat Sulut yang beragam budayanya tak lagi kaku melihat corak kain di daerahnya masing-masing. Sebaliknya kebanggaan timbul saat menggunakannya sebagai pakaian.
“Semua masyarakat kabupaten dan kota di Sulut akan bangga menggunakannya. Kain yang motifnya diterima oleh semua masyarakat,” katanya.
Hal senada disampaikan budayawan Reiner Ointoe dalam pertemuan itu yang mengatakan identifikasi latar belakang kain di Sulut yang beragam menjadi pintu masuk pencapaian motif desain kain yang nantinya digunakan.
“Kita harus mengetahui motif-motif desain kain dahulu dan perkembangannya hingga sekarang,” ujar Reiner.
Budayawan lainnya Alex Ulaan menyebutkan tentang koleksi kain tradisional yang tersimpan di luar negeri.
“Kain tradisional kita malah disimpan di Leiden. Saya sudah melihatnya langsung di sana,” ucap Alex sambil menyebutkan nama Museum Leiden di Belanda.
Kegiatan Focus Grup Discussion ini juga diharapkan Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Fredrik Rotinsulu dapat bermanfaat bagi kebudayaan Sulut.
“Acara ini diharapkan berjalan lancar dan menghasilkan manfaat bagi kebudayaan kita,” pungkas Fredrik Rotinsulu. (***/Rizath Polii)