SITARO—Demi membangun sekolah, Kepsek SMA Negeri 1 Siau Timur (Sitim) mendukung kebijakan dari Komite dan orang tua murid untuk mengumpulkan uang paling rendah Rp 250 ribu per siswa. Hanya saja, para
ortu murid menganggap itu adalah pungutan liar (pungli).
“Alasan pungutan ini untuk pembangunan gedung sekolah dan Ujian Nasional (UN). Oke saja, tapi itu tetap namanya pungli, karena pemerintah tetap memberlakukan sekolah gratis atau sekolah dibiayai dengan dana APBN dan APBD totalnya 29% anggaran,” kata Rizal, salah satu ortu kepada wartawan.
Menariknya, Kepsek SMA Negeri I Sitim, Drs Deny F Kabuhung kepada wartawan membenarkan ada pungutan sebanyak itu. Hanya saja kata dia, pungutan tidak dipaksakan bagi setiap orang tua murid, artinya dengan kerelaan bukan kewajiban.
“Dan pungutan ini berdasarkan persetujuan dalam rapat pengurus komite dengan orang tua murid pada 13 Januari lalu, bukan kebijakan sekolah. Pun pembayarannya tiga kategori: klasifikasi A Rp 300 ribu, B Rp 275 ribu dan C Rp 250 ribu,” ujar mantan pendidik di SMA Negeri 7 Manado ini.
Dikatakan lagi, dana itu nantinya akan membantu pembangunan gedung sekolah berlantai dua disamping biaya UN. Itupun ditambah dengan uang bantuan pemerintah pusat melalui Dikdasmen berjumlah Rp 150 juta.
“Memang sekolah di sini gratis sesuai aturan dari pemerintah pusat
tapi ada aturan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 19 tahun 2005 dan PP 48 tahun 2008 yang memperbolehkan sekolah mengambil kebijakan membiayai sendiri melalui pembiayaan pemerintah dan masyarakat,” kunci Kabuhung yang belum lama menjabat kepsek.
Dari hitungan yang ada jumlah siswa kelas 1 (154 siswa) kelas II (162) dan kelas III (162) dikalikan pungutan paling rendah Rp 250 ribu dipastikan sekolah akan memperoleh total dana Rp 1.172.500.000.
SITARO—Demi membangun sekolah, Kepsek SMA Negeri 1 Siau Timur (Sitim) mendukung kebijakan dari Komite dan orang tua murid untuk mengumpulkan uang paling rendah Rp 250 ribu per siswa. Hanya saja, para
ortu murid menganggap itu adalah pungutan liar (pungli).
“Alasan pungutan ini untuk pembangunan gedung sekolah dan Ujian Nasional (UN). Oke saja, tapi itu tetap namanya pungli, karena pemerintah tetap memberlakukan sekolah gratis atau sekolah dibiayai dengan dana APBN dan APBD totalnya 29% anggaran,” kata Rizal, salah satu ortu kepada wartawan.
Menariknya, Kepsek SMA Negeri I Sitim, Drs Deny F Kabuhung kepada wartawan membenarkan ada pungutan sebanyak itu. Hanya saja kata dia, pungutan tidak dipaksakan bagi setiap orang tua murid, artinya dengan kerelaan bukan kewajiban.
“Dan pungutan ini berdasarkan persetujuan dalam rapat pengurus komite dengan orang tua murid pada 13 Januari lalu, bukan kebijakan sekolah. Pun pembayarannya tiga kategori: klasifikasi A Rp 300 ribu, B Rp 275 ribu dan C Rp 250 ribu,” ujar mantan pendidik di SMA Negeri 7 Manado ini.
Dikatakan lagi, dana itu nantinya akan membantu pembangunan gedung sekolah berlantai dua disamping biaya UN. Itupun ditambah dengan uang bantuan pemerintah pusat melalui Dikdasmen berjumlah Rp 150 juta.
“Memang sekolah di sini gratis sesuai aturan dari pemerintah pusat
tapi ada aturan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 19 tahun 2005 dan PP 48 tahun 2008 yang memperbolehkan sekolah mengambil kebijakan membiayai sendiri melalui pembiayaan pemerintah dan masyarakat,” kunci Kabuhung yang belum lama menjabat kepsek.
Dari hitungan yang ada jumlah siswa kelas 1 (154 siswa) kelas II (162) dan kelas III (162) dikalikan pungutan paling rendah Rp 250 ribu dipastikan sekolah akan memperoleh total dana Rp 1.172.500.000.