Bitung – Dua sekolah di Kelurahan Bitung Barat Satu Kecamatan Maesa terancam ditutup karena masalah sengketa lahan.
Kedua sekolah itu adalah Sekolah Dasar (SD) Guppi dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Guppi yang kini kembali disegel oleh pemilik lahan, Selasa (21/11/2017).
Akibatnya, ratusan siswa kedua sekolah itu menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Kota Bitung dengan harapan segel proses hukum tak mengganggu aktivitas belajar mengajar.
“Harusnya pihak yang mengkalaim lahan itu tak perlu melakukan penyegelan, karena sekolah adalah saran publik. Silakan saling gugat, tapi sekolah jangan diganggu,” kata salah satu orang tua siswa, Sari.
Ia berharap, para pihak yang bersengketa bisa lebih dewasa dan tak mengorbankan ratusan anak yang sementara menuntut ilmu di sekolah itu.
“Ini masalah pendidikan, jadi tolong ada toleransi. Jadi biarkanlah akativitas belajar mengajar tetap berjalan dan tak perlu pakai cara segel menyegel,” katanya.
Orang tua siswa yang lain, Rati Jamah berharap Pemkot dan DPRD prihatin dengan nasib ratusan siswa yang sekolahnya terancam ditutup.
“Kami harap secepatnya ada solusi dari Pemkot dan DPRD, jangan hanya diam membiarkan anak-anak kami tak sekolah,” katanya.
Dari informasi, lahan kedua sekolah itu sebelumnya sudah ada perjanjian antara pemilik lahan dengan yayasan sekolah.
Entah bagaimana, pemilik lahan sebagai pihak pertama dalam surat kesepakatan malah menjual lahan itu ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan pihak kedua yakni yayasan.
Karena sudah merasa telah membeli lahan itu, pihak ketiga kemudian melakukan penyegelan sekolah untuk kesekian kalinya.
(abinenobm)
Baca juga:
Bitung – Dua sekolah di Kelurahan Bitung Barat Satu Kecamatan Maesa terancam ditutup karena masalah sengketa lahan.
Kedua sekolah itu adalah Sekolah Dasar (SD) Guppi dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Guppi yang kini kembali disegel oleh pemilik lahan, Selasa (21/11/2017).
Akibatnya, ratusan siswa kedua sekolah itu menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Kota Bitung dengan harapan segel proses hukum tak mengganggu aktivitas belajar mengajar.
“Harusnya pihak yang mengkalaim lahan itu tak perlu melakukan penyegelan, karena sekolah adalah saran publik. Silakan saling gugat, tapi sekolah jangan diganggu,” kata salah satu orang tua siswa, Sari.
Ia berharap, para pihak yang bersengketa bisa lebih dewasa dan tak mengorbankan ratusan anak yang sementara menuntut ilmu di sekolah itu.
“Ini masalah pendidikan, jadi tolong ada toleransi. Jadi biarkanlah akativitas belajar mengajar tetap berjalan dan tak perlu pakai cara segel menyegel,” katanya.
Orang tua siswa yang lain, Rati Jamah berharap Pemkot dan DPRD prihatin dengan nasib ratusan siswa yang sekolahnya terancam ditutup.
“Kami harap secepatnya ada solusi dari Pemkot dan DPRD, jangan hanya diam membiarkan anak-anak kami tak sekolah,” katanya.
Dari informasi, lahan kedua sekolah itu sebelumnya sudah ada perjanjian antara pemilik lahan dengan yayasan sekolah.
Entah bagaimana, pemilik lahan sebagai pihak pertama dalam surat kesepakatan malah menjual lahan itu ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan pihak kedua yakni yayasan.
Karena sudah merasa telah membeli lahan itu, pihak ketiga kemudian melakukan penyegelan sekolah untuk kesekian kalinya.
(abinenobm)
Baca juga: