Manado, BeritaManado.com – Keluarga 5 remaja korban penganiayaan berat diduga dilakukan puluhan anggota Sabhara Polda Sulut menyesalkan sikap aparat kepolisian yang lamban menindaklanjuti secara hukum kasus tersebut.
Refoi Walla dan Jutry Tumimomor mewakili 5 remaja korban penganiayaan mengungkapkan bahwa para pelaku penganiayaan berusaha melakukan pendekatan kepada keluarga korban dibuktikan para pelaku sering mendatangi rumah dari keluarga korban termasuk Refoi Walla dan Jutry Tumimomor, orang tua dari korban penganiayaan, Reza Walla dan Yeheskiel Tumimomor.
“Mereka para pelaku penganiayaan sering datang ke rumah kami, mereka datang antara delapan hingga dua puluh lebih orang, terakhir datang Kanit Frelly Sumampow dan Jhon Manurung. Mereka bilang ingin damai selesaikan secara kekeluargaan namun kami dari keluarga korban berprinsip kasus ini sudah diserahkan kepada pengacara harus diselesaikan secara hukum,” ujar Refoi Walla dan Jutry Tumimomor kepada BeritaManado.com, Jumat (2/3/2018).
Refoi Walla dan Jutry Tumimomor juga mengungkapkan kondisi fisik para korban yang masih merasakan sakit di beberapa bagian tubuh. Berharap kasus yang sudah dilaporkan ke bagian reskrim Polda Sulut ini dapat dituntaskan melalui proses hukum yang seadil-adilnya.
“Meskipun ketika mereka (para pelaku penganiayaan) ingin datang ke rumah tentu kami tidak bisa melarang namun yang kami butuhkan adalah penyelesaian melalui proses hukum karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap anak-anak kami adalah penganiayaan berat. Anehnya, ketika kami telepon penyidik mereka bilang tinggal tunggu keterangan orang tua, kami tidak mengerti maksud mereka itu!,” tandas Refoi Walla.
Kuasa hukum korban dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sulawesi Utara, Adv. E.K Tindangen SH, menilai bahwa kedatangan para pelaku penganiayaan ke rumah orang tua korban merupakan bentuk teror.
“Itu bagian dari teror, bayangkan setiap kali mereka datang dalam jumlah banyak pasti menarik perhatian masyarakat sekitar. Kami mendesak bapak Kapolda segera menindaklanjuti kasus ini, penyidik harus action jangan terkesan membela korps sendiri. Jangan sampai kasus ini mencederai institusi kepolisian secara keseluruhan sebagai pengayom masyarakat,” tukas E.K Tindangen.
LPAI juga lanjut E.K Tindangen menyesalkan sikap reskrim Polda Sulut yang tidak melaksanakan tugas sesuai mekanisme dan aturan. Kasus yang sudah lama dilaporkan dilengkapi BAP dan visum korban hingga kini tak jelas proses hukumnya.
“Sesuai Perkap 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyelidikan mestinya setiap bulan penyidik menyerahkan SPL hasil penyelidikan kepada keluarga korban tapi hingga kini tidak dilakukan. Selain LPAI, KPAI juga sudah mengetahui kasus ini dan mereka akan menyurat kepada Kapolda Sulut dan Kapolri,” tandas Tindangen.
Sebelumnya diberitakan, komitmen Kapolda Sulut, Irjen Pol Bambang Waskito, memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dikotori oleh sekelompok polisi Sabhara.
Pasalnya, lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut diduga telah menganiaya 5 remaja warga Perkamil dan Ranomuut, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
Ke-5 korban adalah Yeheskiel Tumimomor, Reza Walla, Brilian Karisoh, Daniel Kalalo dan Frangke Pelengkahu.
Diceritakan korban Yeheskiel Tumimomor didampingi Jutry Tumimomor, ayah korban, kepada BeritaManado.com di rumah kediaman mereka di Kelurahan Ranomuut, Lingkungan 5, Kamis (1/2/2018) lalu, kejadiannya, Rabu 13 Desember 2017, sekitar pukul 02.00 WITA dinihari.
Tempat kejadian pemukulan di sekitar Supermarket Perkamil Jaya dan Perumahan Malendeng Residence.
Korban Yeheskiel Tumimomor bersama 4 orang temannya, warga Perkamil, diduga mengalami penganiayaan berat yang dilakukan lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut.
Kejadian berawal ketika korban bersama 5 temannya berboncengan menggunakan 3 sepeda motor begadang semalaman melintasi jalan Perkamil, sementara mengendarai tiba-tiba datang pengendara motor lain yang coba menyerempet motor korban. Secara spontan mereka berteriak, setelah itu pengendara motor yang menyerempet menghilang.
Polisi Sabhara yang berjumlah 20 orang lebih yang kebetulan berada di Polsek Tikala samping SMA Negeri 4 Perkamil mendengar teriakan korban. Korban bersama temannya diikuti hingga Supermarket Perkamil Jaya.
Dua orang teman korban dipanggil oknum Sabhara yang tanpa konfirmasi terkait kejadian yang baru saja terjadi langsung melakukan penganiayaan kepada dua teman korban hingga korban masuk saluran air dekat supermarket.
Melihat dua teman mereka sudah dianiaya, korban Yeheskiel bersama seorang teman menggunakan sepeda motor langsung melarikan diri ke arah Perumahan Malendeng Residence dekat ringroad.
Bak singa yang kelaparan oknum Sabhara mengejar mereka, tepat di terowongan dekat Perumahan Malendeng Residence korban dianiaya.
Korban besama 4 teman korban dibawa ke Polsek Tikala sekitar pukul 3.00 WITA, sementara seorang teman mereka lolos dari penganiayaan karena sudah pulang saat kejadian penganiayaan. Ke-5 korban dipaksa jalan jongkok dari jalan raya hingga kantor Polsek Tikala yang berjarak puluhan meter.
Tanpa perikemanusiaan, lima korban penganiayaan ini sambil berjalan masih dianiaya, dipukul, ditendang menggunakan sepatu lars hingga gigi dari korban Yeheskiel rontok. Lima korban penganiayaan ini mengalami banyak luka di tangan, kaki hingga luka lebam di wajah.
Usai menganiaya, puluhan anggota Sabhara ini meninggalkan kantor Polsek Tikala, selanjutnya para korban ditangani anggota Polsek Tikala.
Sekitar Pukul 09.00 WITA, orang tua salah-satu korban yakni Reza Walla mendatangi Polsek Tikala. Setelah diizinkan mengambil foto, sekitar pukul 11.00 WITA, 5 korban diantar orang tua dari korban Reza Walla melapor ke Propam Polda Sulut.
Sekitar Pukul 13.00 WITA, korban Reza Walla menjalani visum et repertum di Rumah-Sakit Bhayangkara Karombasan. Orang tua Yeheskiel baru mengetahui pukul 17.00 WITA. Korban Yeheskiel divisum di Rumah-Sakit Bhayangkara pukul 23.00 WITA.
Jutry Tumimomor, mewakili orang tua para korban menyesalkan respon negatif Polda Sulut, sejak dilaporkan pada 13 Desember 2017 hingga 23 Januari 2018 belum mendapat tanggapan serius.
“Sekitar 23 Januari 2018 korban Resa Walla didampingi orang tua di-BAP di Polda. Kemudian 24 Januari lima korban mendatangi Polda. BAP penyidik ada empat orang tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka janjikan mediasi tapi hingga sekarang tidak dilakukan,” jelas Jutry Tumimomor.
Polda Sulut melalui Kabid Humas, Kombes Pol Ibrahim Tompo, SIK, MSi, dikonfirmasi BeritaManado.com, Selasa (6/2/2018) lalu, mengatakan pihaknya masih menelusuri kejadian tersebut. Alasannya, kasus dugaan penganiayaan membutuhkan pembuktian.
“Sebenarnya yang terjadi anggota kami melakukan tindakan pengamanan tapi mereka tidak terima. Sesuai laporan anak-anak itu mabuk dan balapan liar bahkan ada yang membawa senjata tajam. Sebenarnya yang dilaporkan itu dalam posisi apa? Namun untuk dugaan pidana kasus tersebut sudah tahap penyelidikan,” jelas Ibrahim Tompo.
(JerryPalohoon)
Manado, BeritaManado.com – Keluarga 5 remaja korban penganiayaan berat diduga dilakukan puluhan anggota Sabhara Polda Sulut menyesalkan sikap aparat kepolisian yang lamban menindaklanjuti secara hukum kasus tersebut.
Refoi Walla dan Jutry Tumimomor mewakili 5 remaja korban penganiayaan mengungkapkan bahwa para pelaku penganiayaan berusaha melakukan pendekatan kepada keluarga korban dibuktikan para pelaku sering mendatangi rumah dari keluarga korban termasuk Refoi Walla dan Jutry Tumimomor, orang tua dari korban penganiayaan, Reza Walla dan Yeheskiel Tumimomor.
“Mereka para pelaku penganiayaan sering datang ke rumah kami, mereka datang antara delapan hingga dua puluh lebih orang, terakhir datang Kanit Frelly Sumampow dan Jhon Manurung. Mereka bilang ingin damai selesaikan secara kekeluargaan namun kami dari keluarga korban berprinsip kasus ini sudah diserahkan kepada pengacara harus diselesaikan secara hukum,” ujar Refoi Walla dan Jutry Tumimomor kepada BeritaManado.com, Jumat (2/3/2018).
Refoi Walla dan Jutry Tumimomor juga mengungkapkan kondisi fisik para korban yang masih merasakan sakit di beberapa bagian tubuh. Berharap kasus yang sudah dilaporkan ke bagian reskrim Polda Sulut ini dapat dituntaskan melalui proses hukum yang seadil-adilnya.
“Meskipun ketika mereka (para pelaku penganiayaan) ingin datang ke rumah tentu kami tidak bisa melarang namun yang kami butuhkan adalah penyelesaian melalui proses hukum karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap anak-anak kami adalah penganiayaan berat. Anehnya, ketika kami telepon penyidik mereka bilang tinggal tunggu keterangan orang tua, kami tidak mengerti maksud mereka itu!,” tandas Refoi Walla.
Kuasa hukum korban dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sulawesi Utara, Adv. E.K Tindangen SH, menilai bahwa kedatangan para pelaku penganiayaan ke rumah orang tua korban merupakan bentuk teror.
“Itu bagian dari teror, bayangkan setiap kali mereka datang dalam jumlah banyak pasti menarik perhatian masyarakat sekitar. Kami mendesak bapak Kapolda segera menindaklanjuti kasus ini, penyidik harus action jangan terkesan membela korps sendiri. Jangan sampai kasus ini mencederai institusi kepolisian secara keseluruhan sebagai pengayom masyarakat,” tukas E.K Tindangen.
LPAI juga lanjut E.K Tindangen menyesalkan sikap reskrim Polda Sulut yang tidak melaksanakan tugas sesuai mekanisme dan aturan. Kasus yang sudah lama dilaporkan dilengkapi BAP dan visum korban hingga kini tak jelas proses hukumnya.
“Sesuai Perkap 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyelidikan mestinya setiap bulan penyidik menyerahkan SPL hasil penyelidikan kepada keluarga korban tapi hingga kini tidak dilakukan. Selain LPAI, KPAI juga sudah mengetahui kasus ini dan mereka akan menyurat kepada Kapolda Sulut dan Kapolri,” tandas Tindangen.
Sebelumnya diberitakan, komitmen Kapolda Sulut, Irjen Pol Bambang Waskito, memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dikotori oleh sekelompok polisi Sabhara.
Pasalnya, lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut diduga telah menganiaya 5 remaja warga Perkamil dan Ranomuut, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
Ke-5 korban adalah Yeheskiel Tumimomor, Reza Walla, Brilian Karisoh, Daniel Kalalo dan Frangke Pelengkahu.
Diceritakan korban Yeheskiel Tumimomor didampingi Jutry Tumimomor, ayah korban, kepada BeritaManado.com di rumah kediaman mereka di Kelurahan Ranomuut, Lingkungan 5, Kamis (1/2/2018) lalu, kejadiannya, Rabu 13 Desember 2017, sekitar pukul 02.00 WITA dinihari.
Tempat kejadian pemukulan di sekitar Supermarket Perkamil Jaya dan Perumahan Malendeng Residence.
Korban Yeheskiel Tumimomor bersama 4 orang temannya, warga Perkamil, diduga mengalami penganiayaan berat yang dilakukan lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut.
Kejadian berawal ketika korban bersama 5 temannya berboncengan menggunakan 3 sepeda motor begadang semalaman melintasi jalan Perkamil, sementara mengendarai tiba-tiba datang pengendara motor lain yang coba menyerempet motor korban. Secara spontan mereka berteriak, setelah itu pengendara motor yang menyerempet menghilang.
Polisi Sabhara yang berjumlah 20 orang lebih yang kebetulan berada di Polsek Tikala samping SMA Negeri 4 Perkamil mendengar teriakan korban. Korban bersama temannya diikuti hingga Supermarket Perkamil Jaya.
Dua orang teman korban dipanggil oknum Sabhara yang tanpa konfirmasi terkait kejadian yang baru saja terjadi langsung melakukan penganiayaan kepada dua teman korban hingga korban masuk saluran air dekat supermarket.
Melihat dua teman mereka sudah dianiaya, korban Yeheskiel bersama seorang teman menggunakan sepeda motor langsung melarikan diri ke arah Perumahan Malendeng Residence dekat ringroad.
Bak singa yang kelaparan oknum Sabhara mengejar mereka, tepat di terowongan dekat Perumahan Malendeng Residence korban dianiaya.
Korban besama 4 teman korban dibawa ke Polsek Tikala sekitar pukul 3.00 WITA, sementara seorang teman mereka lolos dari penganiayaan karena sudah pulang saat kejadian penganiayaan. Ke-5 korban dipaksa jalan jongkok dari jalan raya hingga kantor Polsek Tikala yang berjarak puluhan meter.
Tanpa perikemanusiaan, lima korban penganiayaan ini sambil berjalan masih dianiaya, dipukul, ditendang menggunakan sepatu lars hingga gigi dari korban Yeheskiel rontok. Lima korban penganiayaan ini mengalami banyak luka di tangan, kaki hingga luka lebam di wajah.
Usai menganiaya, puluhan anggota Sabhara ini meninggalkan kantor Polsek Tikala, selanjutnya para korban ditangani anggota Polsek Tikala.
Sekitar Pukul 09.00 WITA, orang tua salah-satu korban yakni Reza Walla mendatangi Polsek Tikala. Setelah diizinkan mengambil foto, sekitar pukul 11.00 WITA, 5 korban diantar orang tua dari korban Reza Walla melapor ke Propam Polda Sulut.
Sekitar Pukul 13.00 WITA, korban Reza Walla menjalani visum et repertum di Rumah-Sakit Bhayangkara Karombasan. Orang tua Yeheskiel baru mengetahui pukul 17.00 WITA. Korban Yeheskiel divisum di Rumah-Sakit Bhayangkara pukul 23.00 WITA.
Jutry Tumimomor, mewakili orang tua para korban menyesalkan respon negatif Polda Sulut, sejak dilaporkan pada 13 Desember 2017 hingga 23 Januari 2018 belum mendapat tanggapan serius.
“Sekitar 23 Januari 2018 korban Resa Walla didampingi orang tua di-BAP di Polda. Kemudian 24 Januari lima korban mendatangi Polda. BAP penyidik ada empat orang tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka janjikan mediasi tapi hingga sekarang tidak dilakukan,” jelas Jutry Tumimomor.
Polda Sulut melalui Kabid Humas, Kombes Pol Ibrahim Tompo, SIK, MSi, dikonfirmasi BeritaManado.com, Selasa (6/2/2018) lalu, mengatakan pihaknya masih menelusuri kejadian tersebut. Alasannya, kasus dugaan penganiayaan membutuhkan pembuktian.
“Sebenarnya yang terjadi anggota kami melakukan tindakan pengamanan tapi mereka tidak terima. Sesuai laporan anak-anak itu mabuk dan balapan liar bahkan ada yang membawa senjata tajam. Sebenarnya yang dilaporkan itu dalam posisi apa? Namun untuk dugaan pidana kasus tersebut sudah tahap penyelidikan,” jelas Ibrahim Tompo.
(JerryPalohoon)