AMURANG –Kelompok Tani Makaaryen Kelurahan Ranomea Kecamatan Amurang Timur, diduga menerima bibit jagung kadaluarsa dari Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertanak) Minahasa Selatan. Pasalnya, beberapa waktu lalu bendahara Kelompok Tani Makaaruyen, Ampel Mukuan menerima bibit yang diberikan Dispertanak Minsel. Setelah dilakukan penanaman bibit tersebut di lokasi pertanian Sololion Ranomea, hingga kini tak menunjukkan pertumbuhan. Sontak saja petani ini mengaku rugi, lantaran biaya operasional penanaman jagung tersebut termaktub angka 20 jutaan.
“Kelompok kami merasa telah rugi, sungguh sangat rugi. Kami terima bibit kadaluarsa. Sebab sesuai dengan pengalaman kami, tiga hari setelah penanaman jagung, akan timbul daun yang menyerupai jarum hijau. Namun hingga dua minggu, tak ada tanda-tanda pertumbuhan,” ujar Mukuan.
Sementara itu pelaku pertanian Minsel Arbiner Marpaung ketika dimintai keterangan mengatakan bahwa masalah seperti ini, biasanya pemicunya banyak faktor. “Pertama faktor bibit kadaluarsa. Struktur tanah yang kurus, musim panas berkepanjangan, dan lain-lain. Jadi terkait masalah bibit kadaluarsa, petani tak harus mempersalahkan Dinas Pertanian, sebab hal ini biasanya ulah pabrik bibit Jagung,” tuturnya.
“Lebel kadaluarsa sering diubah mengganti dengan lebel baru. Nah untuk menguji itu, petani harus menghampar bibit jagung di karung goni basah, kemudian tunggu dua hari. Jika dalam jangka waktu dua hari akan timbul bakal daun. Ini bibit bagus, dan jika pun dalam jangka waktu dua hari lantas tak ada calon daun maka bibit tersebut rusak atau kadaluarsa,” ujar Ketua Kelompok Tani Bintang Utara Tumpaan ini. Menurut Marpaung yang juga pengusaha sukses asal Balikpapan ini, sebelum dilakukan penanaman jagung petani harus semprot Basmilang.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Minsel Ir Decky Keintjem dimintai keterangannya mengatakan bahwa pihaknya belum bisa berkomentar lebih sebelum melakukan pemeriksaan di lapangan seputar keluhan petani tersebut.
“Saya harus tinjau lapangan dulu, namun apabila laporan tersebut tenyata benar, maka kami berkewajiban untuk mengganti bibitnya saja,” jelas Keintjem.
Namun ketika disentil soal bibit kadaluarsa tersebut, Keintjem membantah, karena masalah ini baru terjadi di Ranomea. “Jika dituding Dinas Pertanian berikan bibit kadaluarsa, pasti ada kelompok lain juga akan mengeluh. Tapi tidak mengapa kami cek dulu,” sebutnya. (ape)