Manado, BeritaManado.com — Siapa yang tidak kenal lirik lagu Opo Wananatase yang selalu dinyanyikan pada acara-acara bernuansa adat dan budaya maupun ibadah inkulturasi di seluruh penjuru Bumi Nyiur Melambai?
Lagu ini ternyata diciptakan oleh seorang mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Minahasa tahun 1967-1972 bernama Johanis Ngangi yang dilahirkan di Tonsea Lama, 8 Januari 1912.
Lagu tersebut juga di kalangan Gereja Katolik sering dinyanyikan dalam Misa Inkulturasi khususnya saat perarakan persembahan oleh umat.
Untuk sekedar mempertegas maha karya di bidang kesenian ini, dua kerabat almarhum Johanis Ngangi yaitu Petrus Donatus Makalew dan Jacobus Paat membuat Surat Keterangan yang dibubuh tanda tangan masing-masing.
Petrus Makalew adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kantor Hukum Kedua Tomohon dan Kantor Bupati Kepala Daerah Minahasa, sedangkan Jacobus Paat merupakan juga pensiunan PNS sebagai Kepala Kantor Departemen Sosial Minahasa dan Manado.
Petrus dan Jacobus menegaskan dalam surat yang dibuat bahwa almarhum Johanis Ngangi yang berprofesi sebagai guru dan penilik masyarakat di Tomohon meninggal dunia pada 12 November 1982.
Semasa hidupnya sejak tahun 1937, almarhum pernah menjadi Pembina Pergerakan Pemuda Katolik Tomohon yang telah menciptakan lagu-lagu untuk Pemuda Katolik dan salah satu diantaranya yaitu Opo Wananatase (minta berkat).
Beberapa lagu ciptaan almarhum Johanis Ngangi selain Opo Wannatase adalah Lilieya,Sa Siendo, Sekuntum Bunga, Selamat Berlayar, Selamat Tinggal dan lain sebagainya, dimana sebagian besar dari lagu ciptaannya biasa digunakan dalam Tari Jajar (Rijdans).
Salah satu kader Pemuda Katolik Emmanuel Tular mengatakan bahwa karya almarhum Johanis Ngangi juga patas untuk mendapatkan penghargaan, apakah itu dari pemerintah maupun pihak lain yang menaruh perhatian khusus terhadap budaya daerah.
“Karya-karya putera-puteri daerah di berbagai bidang seperti seni dan budaya yang sudah melegenda sepatutnya diperhatikan oleh pemerintah maupun siapa saja yang memiliki visi dan misi untuk pelestarikan kebudayaan daerah,” kata Tular.
Menanggapi hal itu pemerhati budaya Sulawesi Utara Irjen Pol (Purn) Benny J Mamoto berterima kasih atas informasi tersebut, dimana dirinya sangat setuju jika tokh-tokoh budaya yang telah menghasilkan karya yang telah melegenda diberikan penghargaan sepantasnya, sebagai bentuk pengakuan.
“Jadi penghargaan kepada orang-orang yang telah berjasa melestarikan budaya daerah bukan merupakan bayaran atau imbalan, melainkan bentuk pengakuan atas hasil karya yang diciptakan, bahwa hal itu memang benar-benar pernah terjadi dan saat ini dirasakan manfaatnya,” ujar Mamoto.
(Frangki Wullur)