Manado – Proses penangkapan dan penahanan Rocky Oroh dengan dugaan makar dianggap inprosedural.
Menurut Kuasa Hukum Rocky Oroh, Suharto Sulengkampung SH, terlalu dini untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka kemudian ditahan.
“Dit Reskrimum Polda Sulut terlalu prematur dalam melakukan penetapan tersangka terhadap Klien kami, Rocky Oroh karena tidak memenuhi unsur Pasal 1 butir 14 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang sah, adalah merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan bertentangan dengan hukum yang berlaku,” kata Suharto dalam Press Release, Senin (03/07/2017).
Ia menjelaskan, penetapan seorang tersangka harus memiliki kriteria dua alat bukti yang sah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
“Bahwa pula penangkapan tidak memenuhi maksud Pasal 17 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tentang dua alat bukti yang sah, maka penangkapan terhadap Klien kami Rocky Oroh adalah tidak sah,” katanya.
Begitu pula para Penyidik Dit Reskrimum Polda Sulut telah keliru juga melakukan penahanan karena tidak sesuai dengan Pasal 21 ayat 1 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tentang dua alat bukti yang sah, maka dengan demikian penahanan terhadap Rocky Oroh tidak sah.
“Demikian juga dengan Penggeledahan yang dilakukan oleh Dit Reskrimum Polda Sulut tidak sah karena tidak memenuhi maksud Pasal 33 ayat 1 KUHAP yaitu harus memiliki Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,” katanya.
Terkecuali kata dia, dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan dengan segera (vide Pasal 34 ayat 1 KUHAP Jo. Pasal 1 butir 19 KUHAP Jo. Pasal 111KUHAP).
“Dalam Penyitaan pula penyidik telah keliru melakukan penyitaan karena tidak memiliki surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 ayat 1 KUHAP), Terkecuali dalam hal tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP Jo. Pasal 111 KUHAP Jo. Pasal 38 ayat 2 KUHAP),” katanya.
Karena itu kata dia, Rocky Oroh bukan karena tertangkap tangan, maka penyitaan tersebut tidak sah.
“Selain kekeliruan penyidik berupa penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan, para penyidik sudah keliru dan turut bersama-sama dengan anggota Den Intel Kodam XIII Merdeka untuk melakukan penangkapn terhadap klien kami Rocky Oroh,” katanya.
Ia menjelaskan tentang peran TNI dan Polri diatur dalam TAP MPR RI Nomor VI Tahun 2000Pasal 2 ayat 1 TNI merupakan alat Negara yang berperan sebagai Alat Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Ayat dua TNI sebagai Alat Pertahanan Negara yang bertugas menegakkan Kedaulatan Negara, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap Bangsa dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dari ancaman dan ganguan terhadap keutuhan Bangsa dan Negara,” katanya.
Secara experisis verbis menurut dia, diatur dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI.
Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 POLRI adalah Alat yang berperan dan memelihara keamanan dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Dan secara experisis verbis diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia,” katanya.
Maka dengan demikian menurutnya, anggota Den Intel Kodam XIII Merdeka bukanlah seseorang yang dikecualikan menurut Undang-Undang tersebut diatas untuk melakukan penegakkan hukum berupa penangkapan terhadap kliennya Roky Oroh terkecuali dalam hal tertangkap tangan (Pasal 111 KUHAP).
“Bahwa pula status seseorang menjadi tersangka oleh penyidik yang tidak didasarkan bukti merupakan tindakan sewenang-wenang merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional warga Negara didalam Negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, selain itu juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” jelasnya.(***/abinenobm)
Manado – Proses penangkapan dan penahanan Rocky Oroh dengan dugaan makar dianggap inprosedural.
Menurut Kuasa Hukum Rocky Oroh, Suharto Sulengkampung SH, terlalu dini untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka kemudian ditahan.
“Dit Reskrimum Polda Sulut terlalu prematur dalam melakukan penetapan tersangka terhadap Klien kami, Rocky Oroh karena tidak memenuhi unsur Pasal 1 butir 14 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang sah, adalah merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan bertentangan dengan hukum yang berlaku,” kata Suharto dalam Press Release, Senin (03/07/2017).
Ia menjelaskan, penetapan seorang tersangka harus memiliki kriteria dua alat bukti yang sah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
“Bahwa pula penangkapan tidak memenuhi maksud Pasal 17 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tentang dua alat bukti yang sah, maka penangkapan terhadap Klien kami Rocky Oroh adalah tidak sah,” katanya.
Begitu pula para Penyidik Dit Reskrimum Polda Sulut telah keliru juga melakukan penahanan karena tidak sesuai dengan Pasal 21 ayat 1 KUHAP Jo Pasal 184 KUHAP tentang dua alat bukti yang sah, maka dengan demikian penahanan terhadap Rocky Oroh tidak sah.
“Demikian juga dengan Penggeledahan yang dilakukan oleh Dit Reskrimum Polda Sulut tidak sah karena tidak memenuhi maksud Pasal 33 ayat 1 KUHAP yaitu harus memiliki Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,” katanya.
Terkecuali kata dia, dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan dengan segera (vide Pasal 34 ayat 1 KUHAP Jo. Pasal 1 butir 19 KUHAP Jo. Pasal 111KUHAP).
“Dalam Penyitaan pula penyidik telah keliru melakukan penyitaan karena tidak memiliki surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 ayat 1 KUHAP), Terkecuali dalam hal tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP Jo. Pasal 111 KUHAP Jo. Pasal 38 ayat 2 KUHAP),” katanya.
Karena itu kata dia, Rocky Oroh bukan karena tertangkap tangan, maka penyitaan tersebut tidak sah.
“Selain kekeliruan penyidik berupa penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan, para penyidik sudah keliru dan turut bersama-sama dengan anggota Den Intel Kodam XIII Merdeka untuk melakukan penangkapn terhadap klien kami Rocky Oroh,” katanya.
Ia menjelaskan tentang peran TNI dan Polri diatur dalam TAP MPR RI Nomor VI Tahun 2000Pasal 2 ayat 1 TNI merupakan alat Negara yang berperan sebagai Alat Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Ayat dua TNI sebagai Alat Pertahanan Negara yang bertugas menegakkan Kedaulatan Negara, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap Bangsa dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dari ancaman dan ganguan terhadap keutuhan Bangsa dan Negara,” katanya.
Secara experisis verbis menurut dia, diatur dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI.
Bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 POLRI adalah Alat yang berperan dan memelihara keamanan dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Dan secara experisis verbis diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia,” katanya.
Maka dengan demikian menurutnya, anggota Den Intel Kodam XIII Merdeka bukanlah seseorang yang dikecualikan menurut Undang-Undang tersebut diatas untuk melakukan penegakkan hukum berupa penangkapan terhadap kliennya Roky Oroh terkecuali dalam hal tertangkap tangan (Pasal 111 KUHAP).
“Bahwa pula status seseorang menjadi tersangka oleh penyidik yang tidak didasarkan bukti merupakan tindakan sewenang-wenang merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional warga Negara didalam Negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, selain itu juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” jelasnya.(***/abinenobm)