Manado – Pemprov Sulut yang dipimpin Gubernur Olly Dondokambey, SE dan Wakil Gubernur Drs. Steven O.E. Kandouw dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) di Graha Bumi Beringin, Manado, Jumat (22/9/2017) menggelar kembali Gerakan Makan Tanpa Nasi (Gentanasi) di Sulawesi Utara.
Steven Kandouw mengatakan Gentanasi bukan berarti tidak makan nasi sama sekali, melainkan dalam satu minggu mengganti satu kali waktu makan dalam sehari dengan pangan lokal selain nasi.
“Saya setuju dengan Gentanasi. Jika seluruh keluarga di Sulut dalam seminggu mengganti sekali waktu makan dalam sehari dengan pangan selain nasi pasti banyak manfaatnya termasuk kesehatan yang lebih baik,” kata Steven Kandouw.
Gentanasi juga dikatakan Wagub Kandouw, merupakan program yang berdampak positif dalam mengurangi ketergantungan masyakat terhadap nasi.
“Melalui Gentanasi, ketergantungan masyarakat terhadap beras bisa dikurangi, karena di Sulut, sumber pangan pokoknya berasal dari umbi-umbian. Untuk itu program ini harus terus digencarkan,” kata Steven Kandouw.
Lebih jauh, Kandouw menerangkan salah satu kearifan lokal yang mendukung penganekaragaman pangan, adalah pisang Goroho, yaitu pisang khas sebagai sumber makanan masyarakat Minahasa sejak zaman dahulu.
Selain itu, di Kepulauan Sangihe terdapat Sagu, yang dibiarkan tumbuh tanpa perawatan dan perhatian, ternyata merupakan makanan lezat dengan kandungan gizi cukup tinggi dan bisa dijadikan sebagai makanan bergizi bagi masyarakat.
Adapun di Minahasa dan Minahasa Selatan terdapat pangan lokal jagung yang diolah menjadi beras jagung dan tepung jagung, yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Sementara itu ditempat yang sama, Ketua TP-PKK Sulut, Rita Maya Dondokambey-Tamuntuan menerangkan pentingnya kualitas konsumsi pangan dan gizi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sulut.
“Kita harus berupaya menyediakan pangan dalam jumlah dan keragaman yang cukup, dengan kualitas yang layak dan tersedia sepanjang waktu. Ini harus dilaksanakan karena pola konsumsi pangan penduduk Sulut saat ini masih kurang beragam dari jenis pangan dan keseimbangan gizinya,” ujar Rita Dondokambey-Tamuntuan.
Adapun keragaman jenis pangan itu, menurut Ibu Rita harus memenuhi kecukupan gizi masyarakat Sulut.
“Menu yang disajikan hendaknya terdiri dari sumber karbohidrat, pangan sumber protein hewani dan protein nabati yaitu daging, ikan dan kacang-kacangan serta pangan sumber vitamin dan mineral yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan,” jelas Rita Dondokambey-Tamuntuan. (***/rizath polii)
Manado – Pemprov Sulut yang dipimpin Gubernur Olly Dondokambey, SE dan Wakil Gubernur Drs. Steven O.E. Kandouw dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) di Graha Bumi Beringin, Manado, Jumat (22/9/2017) menggelar kembali Gerakan Makan Tanpa Nasi (Gentanasi) di Sulawesi Utara.
Steven Kandouw mengatakan Gentanasi bukan berarti tidak makan nasi sama sekali, melainkan dalam satu minggu mengganti satu kali waktu makan dalam sehari dengan pangan lokal selain nasi.
“Saya setuju dengan Gentanasi. Jika seluruh keluarga di Sulut dalam seminggu mengganti sekali waktu makan dalam sehari dengan pangan selain nasi pasti banyak manfaatnya termasuk kesehatan yang lebih baik,” kata Steven Kandouw.
Gentanasi juga dikatakan Wagub Kandouw, merupakan program yang berdampak positif dalam mengurangi ketergantungan masyakat terhadap nasi.
“Melalui Gentanasi, ketergantungan masyarakat terhadap beras bisa dikurangi, karena di Sulut, sumber pangan pokoknya berasal dari umbi-umbian. Untuk itu program ini harus terus digencarkan,” kata Steven Kandouw.
Lebih jauh, Kandouw menerangkan salah satu kearifan lokal yang mendukung penganekaragaman pangan, adalah pisang Goroho, yaitu pisang khas sebagai sumber makanan masyarakat Minahasa sejak zaman dahulu.
Selain itu, di Kepulauan Sangihe terdapat Sagu, yang dibiarkan tumbuh tanpa perawatan dan perhatian, ternyata merupakan makanan lezat dengan kandungan gizi cukup tinggi dan bisa dijadikan sebagai makanan bergizi bagi masyarakat.
Adapun di Minahasa dan Minahasa Selatan terdapat pangan lokal jagung yang diolah menjadi beras jagung dan tepung jagung, yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Sementara itu ditempat yang sama, Ketua TP-PKK Sulut, Rita Maya Dondokambey-Tamuntuan menerangkan pentingnya kualitas konsumsi pangan dan gizi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sulut.
“Kita harus berupaya menyediakan pangan dalam jumlah dan keragaman yang cukup, dengan kualitas yang layak dan tersedia sepanjang waktu. Ini harus dilaksanakan karena pola konsumsi pangan penduduk Sulut saat ini masih kurang beragam dari jenis pangan dan keseimbangan gizinya,” ujar Rita Dondokambey-Tamuntuan.
Adapun keragaman jenis pangan itu, menurut Ibu Rita harus memenuhi kecukupan gizi masyarakat Sulut.
“Menu yang disajikan hendaknya terdiri dari sumber karbohidrat, pangan sumber protein hewani dan protein nabati yaitu daging, ikan dan kacang-kacangan serta pangan sumber vitamin dan mineral yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan,” jelas Rita Dondokambey-Tamuntuan. (***/rizath polii)