MANADO – Kota Manado yang berada di lempeng aktif meniscayakan terjadinya bencana seperti gempa bumi, dan tsunami.
Mengantisipasi kemungkinan jatuh korban jiwa, Pemkot Manado telah memasukkan sejumlah lokasi sebagai tujuan akhir evakuasi. Termasuk Kampus Unsrat khusus evakuasi tsunami dan banjir.
Pemko bahkan telah memasukkan lokasi itu dalam rancangan Perda RTRW. Selain gempa dan tsunami, Manado juga tak luput dari bencana banjir, bahkan ketinggian air pernah mencapai 7 meter di atas permukaan air laut. Sehingga areal seluas 761 hektare di Manado terendam air.
“Sekitar 761 (hektare) daratan Manado pernah banjir,” ungkap Herman Koessoy, Kabag Tata Ruang, DPU Sulut, belum lama ini.
Berdasar kajian DPU Sulut tahun 2000, banjir tahun 1996 termasuk terbesar dengan ketinggian air hingga 7,04 meter. Banjir terjadi di kawasan bantaran sungai yang dilewati DAS Tondano. Terkait itu, dia menilai ruang evakuasi diperlukan mengantisipasi jatuh korban jika terjadi banjir ulang.
Kendati masih proses, dia mengungkapkan Manado telah menyiapkan ruang evakuasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009-2029. “Belum disahkan. Ini awal yang baik agar ada perubahan signifikan ketika diperlukan evakuasi,” sebutnya. Ancaman gelombang pasang menurutnya, berpotensi terjadi di pesisir pantai utara dan selatan.
Khusus gempa bumi, Manado bersama dengan sejumlah kabupaten/kota lain masuk dalam sesar geologi yang masuk dalam lempeng tektonik aktif. Sesar atau zona patahan itu mencakup Amurang- Belang, Ratatotok, Likupang-Selat Lembeh, Bolmong dan Selat Manado-Kema.
Khusus zona rawan longsor sesuai draft RTRW Manado yakni, Kecamatan Wanea, Singkil, Tuminting, Tikala, Mapanget, Bunaken, Malalayang dan Wenang. Dengan jalur longsor mencakup Manado-Amurang, dan Manado-Tomohon.
Sebelumnya, Walikota Manado, GSV Lumentut, mengungkapkan, Manado memang memerlukan ruang evakuasi bencana. Menurutnya, evakuasi yang dilakukan belum ada koordinasi yang baik. (is)
MANADO – Kota Manado yang berada di lempeng aktif meniscayakan terjadinya bencana seperti gempa bumi, dan tsunami.
Mengantisipasi kemungkinan jatuh korban jiwa, Pemkot Manado telah memasukkan sejumlah lokasi sebagai tujuan akhir evakuasi. Termasuk Kampus Unsrat khusus evakuasi tsunami dan banjir.
Pemko bahkan telah memasukkan lokasi itu dalam rancangan Perda RTRW. Selain gempa dan tsunami, Manado juga tak luput dari bencana banjir, bahkan ketinggian air pernah mencapai 7 meter di atas permukaan air laut. Sehingga areal seluas 761 hektare di Manado terendam air.
“Sekitar 761 (hektare) daratan Manado pernah banjir,” ungkap Herman Koessoy, Kabag Tata Ruang, DPU Sulut, belum lama ini.
Berdasar kajian DPU Sulut tahun 2000, banjir tahun 1996 termasuk terbesar dengan ketinggian air hingga 7,04 meter. Banjir terjadi di kawasan bantaran sungai yang dilewati DAS Tondano. Terkait itu, dia menilai ruang evakuasi diperlukan mengantisipasi jatuh korban jika terjadi banjir ulang.
Kendati masih proses, dia mengungkapkan Manado telah menyiapkan ruang evakuasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2009-2029. “Belum disahkan. Ini awal yang baik agar ada perubahan signifikan ketika diperlukan evakuasi,” sebutnya. Ancaman gelombang pasang menurutnya, berpotensi terjadi di pesisir pantai utara dan selatan.
Khusus gempa bumi, Manado bersama dengan sejumlah kabupaten/kota lain masuk dalam sesar geologi yang masuk dalam lempeng tektonik aktif. Sesar atau zona patahan itu mencakup Amurang- Belang, Ratatotok, Likupang-Selat Lembeh, Bolmong dan Selat Manado-Kema.
Khusus zona rawan longsor sesuai draft RTRW Manado yakni, Kecamatan Wanea, Singkil, Tuminting, Tikala, Mapanget, Bunaken, Malalayang dan Wenang. Dengan jalur longsor mencakup Manado-Amurang, dan Manado-Tomohon.
Sebelumnya, Walikota Manado, GSV Lumentut, mengungkapkan, Manado memang memerlukan ruang evakuasi bencana. Menurutnya, evakuasi yang dilakukan belum ada koordinasi yang baik. (is)