BITUNG – Menyebut nama Mama Roos, ingatan kita akan tertuju pada sosok perempuan yang tinggal di Batuputih yang tak lain lokasi cagar alam Tangkoko. Apalagi jika nama Mama Roos dikaitkan dengan dunia pariwisata, maka nama itu tidak akan asing lagi. Bukan hanya dunia pariwisata lokal, namun dunia wisata internasional juga mengenal sosok tersebut. Bahkan di dunia pecinta alam, Mama Roos sangat tidak asing, karena kediamannya kerap kali dijadikan persinggahan para penggiat alam bebas kala mengunjungi cagar alam Tangkoko.
Namun kini, pemilik nama lengkap Roos Masendung itu telah tiada setelah berjuang melawan penyakit kanker selama 6 bulan terakhir yang terus menggerogoti dirinya. Mama Roos sendiri sejak tahun 1985 telah memulai usahanya di bidang pariwisata dengan membuka penginapan yang waktu itu baru 3 kamar.
Keberhasilan Mama Roos inilah yang membuat sebagian warga Batuputih mulai beramai-ramai bekerja di bidang pariwisata, terbukti saat ini ada sekitar 7 penginapan di kelurahan tersebut serta 41 orang guide.
“Saat itu tamunya hanya para peneliti maupun rekan para peneliti, namun sekarang Batuputih sudah menjadi primadona, contohnya untuk tahun 2010 lalu, home stay Mama Roos mendapatkan tamu sekitar 1000 orang,” kata suami Mama Roos, Lende Woody.
Tak hanya itu, menurut Lende, Mama Roos sendiri merupakan salah satu pemerhati lingkungan yang lantang menolak pengoperasian PT MSM. Buktinya, ketika rencana perusahaan ini membuang limbahnya ke laut, Mama Roos secara terang-terangan menyatakan penolakan karena dapat mengancam lingkungan serta dunia perawisata di Batuputih.
Kepergian Mama Roos untuk selamnya tidak hanya meninggalkan rasa kehilangan keluarganya, namun juga pribadi yang mengenal dirinya. Seperti pengakuan Kepala Resort TWA Batuputih dan Cagara Alam Duasudara, Frans Porawouw.
“Saya mengenal Mama Ross sebagai pribadi yang disiplin dan sukses mengembangkan pariwisata di Batuputih sejak dulu, bahkan saat orang Batuputih masih bergerombol ketika melihat bule, Mama Roos sendiri sudah membuka sarana wisata, dan sekarang ini orang bule sudah bukan hal yang lasim lagi ditonton warga,” tutur Porawouw.
Mama Roos sendiri meninggal di umurnya yang ke-59 tahun dengan meningalkan satu orang suami, 3 orang anak dan 3 orang cucu. Selamat jalan Mama Roos, terima kasih atas semua yang dilakukan untuk kami para pemerhati lingkungan. Baktimu terhadap lingkungan akan kami teruskan. (en)
BITUNG – Menyebut nama Mama Roos, ingatan kita akan tertuju pada sosok perempuan yang tinggal di Batuputih yang tak lain lokasi cagar alam Tangkoko. Apalagi jika nama Mama Roos dikaitkan dengan dunia pariwisata, maka nama itu tidak akan asing lagi. Bukan hanya dunia pariwisata lokal, namun dunia wisata internasional juga mengenal sosok tersebut. Bahkan di dunia pecinta alam, Mama Roos sangat tidak asing, karena kediamannya kerap kali dijadikan persinggahan para penggiat alam bebas kala mengunjungi cagar alam Tangkoko.
Namun kini, pemilik nama lengkap Roos Masendung itu telah tiada setelah berjuang melawan penyakit kanker selama 6 bulan terakhir yang terus menggerogoti dirinya. Mama Roos sendiri sejak tahun 1985 telah memulai usahanya di bidang pariwisata dengan membuka penginapan yang waktu itu baru 3 kamar.
Keberhasilan Mama Roos inilah yang membuat sebagian warga Batuputih mulai beramai-ramai bekerja di bidang pariwisata, terbukti saat ini ada sekitar 7 penginapan di kelurahan tersebut serta 41 orang guide.
“Saat itu tamunya hanya para peneliti maupun rekan para peneliti, namun sekarang Batuputih sudah menjadi primadona, contohnya untuk tahun 2010 lalu, home stay Mama Roos mendapatkan tamu sekitar 1000 orang,” kata suami Mama Roos, Lende Woody.
Tak hanya itu, menurut Lende, Mama Roos sendiri merupakan salah satu pemerhati lingkungan yang lantang menolak pengoperasian PT MSM. Buktinya, ketika rencana perusahaan ini membuang limbahnya ke laut, Mama Roos secara terang-terangan menyatakan penolakan karena dapat mengancam lingkungan serta dunia perawisata di Batuputih.
Kepergian Mama Roos untuk selamnya tidak hanya meninggalkan rasa kehilangan keluarganya, namun juga pribadi yang mengenal dirinya. Seperti pengakuan Kepala Resort TWA Batuputih dan Cagara Alam Duasudara, Frans Porawouw.
“Saya mengenal Mama Ross sebagai pribadi yang disiplin dan sukses mengembangkan pariwisata di Batuputih sejak dulu, bahkan saat orang Batuputih masih bergerombol ketika melihat bule, Mama Roos sendiri sudah membuka sarana wisata, dan sekarang ini orang bule sudah bukan hal yang lasim lagi ditonton warga,” tutur Porawouw.
Mama Roos sendiri meninggal di umurnya yang ke-59 tahun dengan meningalkan satu orang suami, 3 orang anak dan 3 orang cucu. Selamat jalan Mama Roos, terima kasih atas semua yang dilakukan untuk kami para pemerhati lingkungan. Baktimu terhadap lingkungan akan kami teruskan. (en)