oleh Harsen Roy Tampomuri (Alumni Unsrat/Mahasiswa Pascasarjana Departemen Politik PemerintahanUniversitas Gadjah Mada)
Sambungan
Kekuatan Macron di Pilpres Perancis
Kemenangan Macron sungguh menyita perhatian publik, tidak hanya Uni Eropa(European Union) tetapi juga perhatian dunia. Hanya saja perlu di perhatikan beberapalatar belakang menangnya Macron di pilpres Perancis, diantaranya: pertama, Macronbukanlah wajah yang sama sekali baru dalam perpolitikan di Perancis.
Jabatan menteriekonomi pun pernah di jalankannya dimasa Presiden Francois Hollande yang jugapolitisi partai Sosialis. Dengan kata lain beliau merupakan bagian dari kelompokestablished (mapan).
Dalam sisi organisasi baik birokrasi dan atau partai politik punbeliau sudah sangat diperhitungkan. Bahkan bisa saja beliau diusung dari PartaiSosialis ketika mengikuti Pilpres Perancis 2017. Kedua, Macron akan menjadi presiden termuda pertama dalam sejarah perpolitikan diPerancis yakni pada usia 39 tahun.
Hal tersebut sejalan dengan hasrat mayoritas rakyatuntuk membersihkan ruang politik dari tokoh-tokoh lama yang sudah tua dan tradisional. Ketiga, Macron mengusung visi Perancis yang terbuka, multilateral, dan sangat pro-Uni Eropa (European Union). Sehingga pemilu kali ini dipantau secara ketatdi seluruh Eropa karena dianggap dapat mempengaruhi masa depan Perancis dan Uni Eropa.
Terlihat Macron pro-Uni Eropa dan Marine Le Pen kandidat dari Partai FrontNasional ingin Perancis keluar dari Uni Eropa. Keempat, Merangkul kaum imigran di Perancis. Sangat kontras dengan Le Pen yangjadi rival (lawan) politiknya diputaran kedua Pilpres.
Le Pen hadir di publik sebagai figuryang anti-imigran. kampanyenya tentang imigran mirip dengan kampanye PresidenDonald Trumph saat pilpres Amerika Serikat.
Kelima, Keluar dari pakem politiktradisional untuk hilangkan sekat kubu kiri dan kanan di Perancis. Beliau berkomitmenmenyembuhkan perpecahan di Perancis, perpecahan yang menghasilkan kubu-kubusayap kanan dan kiri.
Dengan harapan yang sejalan dengan hal itu beliaumenginginkan agar tidak ada perpecahan dan yang ada yakni dekatnya institusi Eropadengan warga negaranya.
Keenam, Ikut diuntungkan oleh skandal yang menimpa Francois Fillon. Fillon menjadicapres konrtoversial yang sempat populer dalam pilpres di Perancis. Macron jugadiuntungkan dengan serangkaian skandal yang menghantam Fillon saat itu.
Ketujuh, Dinamika debat yang dilihat publik. Perdebatan yang begitu alot memunculkan berbagaipandangan konstituen terhadap kandidat yang mengikuti pilpres.
Salah satu yangmenarik selain konten argumentasi berbagai isu debat yakni akumulasi penilaianMacron atas Le Pen. Macron menyampaikan Le Pen sebagai penipu karena hanyapenuh dengan retorika tanpa substansi.
Walau di sisi lain Le Pen pun memojokkannyadengan tudingan Macron merasa nyaman dengan kondisi keamanan yang sebenarnyaterancam.Kedelapan. Kedekatan Macron dengan grassroots atau akar rumput.
Macron selalumemposisikan diri sebagai tokoh politik yang dekat dengan grassroots. Salah satu halyang jelas dari pendekatannya ini yakni dimaksimalkannya kerja relawan di lapanganuntuk suksesi pilpres. Sebuah strategi yang juga pernah dilakukan mantan PresidenAmerika Serikat Barack Obama dalam Pilpres Amerika Serikat di tahun 2008.
CitranyaMacron sebagai pemimpin muda yang dianggap dinamis cukup efektif menarik ribuanrelawan untuk bergabung dengan ‘En Marche!’. Sebuah dorongan gerakan akar rumputyang mampu mendompleng popularitas dan elektabilitasnya dalam Pilpres Perancis.
Meskipun demikian, ada kekhawatiran yang diprediksi akan ikut mempersulitpemerintahan di Perancis pasca pilpres. Kebutuhan kubu En Marche! untuk berkoalisidengan partai arus utama.
Hal ini juga akan membawa Macron pada kesulitan ketikamembentuk pemerintahan. Kemungkinan lainnya yakni tidak cukup energi untuk EnMarche! mempersiapkan kader menempati kursi parlemen. Tak terbayangkankeruwetan yang mungkin terjadi. Tapi itulah dinamika politik yang sangat fluktuatif danterkadang tak terprediksi.
Namun bisa juga kesulitan itu tertangani dengan baik oleh EnMarche! sehingga memberikan harapan pada eksistensi partai baru di Perancis bahkandi negara-negara lain termasuk Indonesia. Parpol Baru di IndonesiaPeluang untuk Indonesia masih mungkin terjadi walau posibilitasnya tidak setinggikalkulasi politik di Pilpres Perancis.
Posibilitasnya tergolong rendah sebab dari sisi figur,belum terlihat tokoh muda di bawah usia 40 tahun yang diperhitungkan sebagai figurpolitik yang kuat. Bahkan Basuki Tjahja Purnama yang sempat fenomenal, saat inisudah berusia 50 tahun, demikian juga dengan Risma 55 tahun, Harry Tanoe 51 tahun,Anis Baswedan 48 tahun, Sandiaga Uno 47 tahun dan Ridwan Kamil 45 tahun.
Sebenarnya masih ada lagi yang lebih muda yakni Agus Yudhoyono 38 tahun dan Grace Natalie 34 tahun. Namun figur mereka belum sekuat Macron di Perancis,incumbent (petahana) dan calon dari parpol-parpol mapan di Indonesia. Selain itu mereka belum benar-benar menjadi tokoh dari partai-partai arus utama.
Beberapa dari tokoh muda yang ada di dalam partai arus utama mungkin saja bisaterinspirasi dari langkah politik Macron. Tetapi, apakah ada cukup keyakinan, kepercayaan diri bahkan terobosan konsep yang jelas kedepan (?) Adakah langkahsuper nekat untuk mereka keluar dari partai yang mapan dengan segala koalisinya, kemudian membuat sebuah gerakan baru sebagai kendaraan politik? Langkah ini akansulit diambil oleh para politisi muda yang bernaung dalam ayunan mapannya parpolapalagi harus berspekulasi atau gambling dalam waktu yang sangat singkat.
Belum lagipertimbangan keruwetan membentuk koalisi dan mengatur posisi dalam parlemen. Pada akhirnya partai arus utama tetap akan jadi poros koalisi dan partai baru yang lolosverifikasi parpol peserta pemilu akan mendekatinya.
Kemungkinan ini diperkuat dengandiusungnya konsep penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden secara serentakpada 17 April 2019. Kekuatan tokoh petahana dan tokoh partai politik arus utama masihsangat dominan.
Dengan kata lain posisi tawar partai baru dengan tokoh muda yangbaru di Indonesia masih belum terlalu kuat untuk menyamai Macron dalam pilpresPerancis. Demikian juga dengan keberanian tokoh politik muda dalam partai arusutama yang mungkin belum senekat Macron.
Namun segala sesuatu mungkin sajaterjadi di luar prediksi kebanyakan orang, sama halnya dengan pilpres Perancis dan Amerika Serikat. (hrt12062017). (***/risatsanger)