Bitung – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bitung terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Namun sayangnya upaya itu terbentur dengan minimnya fasilitas atau alat kesehatan yang dimiliki RSUD Kota Bitung.
“Fasilitas atau alat kesehatan yang kita miliki sudah ketinggalan dan sebagian besar sudah rusak,” kata Direktur RSUD Kota Bitung, dr Pieter Lumingkewas, Selasa (23/05/2017).
Pieter menjelaskan, pengadaan alat kesehatan terakhir tahun 2013 yang bersumber dari APBN. Setelah itu tidak ada lagi pengadaan.
“Semua tenaga dokter sudah kita miliki, namun sayang tak ditunjang dengan alat. Kita punya dokter jantung tapi alatnya tidak ada,” katanya.
Begitupula soal alat pencuci darah, kata dia, tak dimiliki RSUD makanya pihaknya selalu merujuk ke Manado jika ada pasien perlu cuci darah.
Dan dokter sudah mengusulkan agar alat pencuci darah diadakan, tapi pihak Pieter mengaku tak tahu harus mengambil dana dari mana selain berharap ke APBN.
“Alat di ICU kita adakan tahun 2011 dan kini hanya berfungsi satu unit sedangkan sisanya tiga unit sudah rusak,” katanya.
Belum lagi fasilitas mendasar lainnya seperti kasur untuk pasien juga kondisinya perlu diganti karena sebagian besar sudah tak layak pakai.
“Saat ini kami sementara meloby APBN agar alat-alat yang kita butuhkan bisa terealisasi, mengingat sudah sangat mendesak,” katanya.
Disinggung soal dana APBD, Pieter mengatakan, dari dulu tak ada alokasi untuk pengadaan alat kesehatan selain gaji dan operasional RSUD.
“Makanya kita hanya berharap ke APBN dan mohon dukungan agar fasilitas atau alat bisa segera kami adakan,” katanya.(abinenobm)
Bitung – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bitung terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Namun sayangnya upaya itu terbentur dengan minimnya fasilitas atau alat kesehatan yang dimiliki RSUD Kota Bitung.
“Fasilitas atau alat kesehatan yang kita miliki sudah ketinggalan dan sebagian besar sudah rusak,” kata Direktur RSUD Kota Bitung, dr Pieter Lumingkewas, Selasa (23/05/2017).
Pieter menjelaskan, pengadaan alat kesehatan terakhir tahun 2013 yang bersumber dari APBN. Setelah itu tidak ada lagi pengadaan.
“Semua tenaga dokter sudah kita miliki, namun sayang tak ditunjang dengan alat. Kita punya dokter jantung tapi alatnya tidak ada,” katanya.
Begitupula soal alat pencuci darah, kata dia, tak dimiliki RSUD makanya pihaknya selalu merujuk ke Manado jika ada pasien perlu cuci darah.
Dan dokter sudah mengusulkan agar alat pencuci darah diadakan, tapi pihak Pieter mengaku tak tahu harus mengambil dana dari mana selain berharap ke APBN.
“Alat di ICU kita adakan tahun 2011 dan kini hanya berfungsi satu unit sedangkan sisanya tiga unit sudah rusak,” katanya.
Belum lagi fasilitas mendasar lainnya seperti kasur untuk pasien juga kondisinya perlu diganti karena sebagian besar sudah tak layak pakai.
“Saat ini kami sementara meloby APBN agar alat-alat yang kita butuhkan bisa terealisasi, mengingat sudah sangat mendesak,” katanya.
Disinggung soal dana APBD, Pieter mengatakan, dari dulu tak ada alokasi untuk pengadaan alat kesehatan selain gaji dan operasional RSUD.
“Makanya kita hanya berharap ke APBN dan mohon dukungan agar fasilitas atau alat bisa segera kami adakan,” katanya.(abinenobm)