Tomohon, BeritaManado.com — Mendaki gunung umumnya merupakan hobi yang tak terpisahkan dari kehidupan kaum muda, tak terkecuali dari kalangan gereja atau komunitas lainnya.
Namun cukup jarang ditemui apa sebenarnya motivasi mendasar seorang anak muda atau siapa saja yang rela mengeluarkan keringat hanya untuk untuk berada di puncak sebuah gunung.
Agus Kokoy, warga Kinilow Kecamatan Tomohon Utara kepada BeritaManado.com, Minggu (10/6/2018) mengatakan bahwa dirinya tak jarang juga berada dalam posisi tersebut saat menaklukkan puncak Gunung Lokon, akan tetapi ada saat tertentu tidak demikian.
“Berada di puncak gunung ini terkadang membuat saya menyadari betapa kecilnya pribadi seorang manusia, jika dibandingkan saat kita berada di lingkungan pergaulan sehari-hari yang tak jarang merasa diri hebat dan lain sebagainya. Maka ketika berada di puncak atau titik tertentu gunung ini, saya bisa menyadari bahwa seorang anak manusia sejatinya jangan pernah merasa diri hebat dan kuat,” katanya.
Dalam hal apapun ketika menjalani aktivitas di rumah, tempat kerja, gereja atau dimana saja, hendaknya seseorang itu selalu hidup rendah hati dan tidak sekali-kali menunjukkan dirinya sebagai satu-satunya pribadi yang paling kuat.
“Seberapa kuat kita merasa diri hebat, itu tidak akan bertahan saat Gunung Lokon sekali saja memuntahkan debu vulkanik yang dapat mengubur dalam-dalam raga seorang anak manusia. Maka dari itu sebagai seorang yang beriman kepada Tuhan, hendaklan kita terus berjuang untuk memiliki kualitas hidup menyerupai Yesus,” ucapnya.
(Frangki Wullur)
Tomohon, BeritaManado.com — Mendaki gunung umumnya merupakan hobi yang tak terpisahkan dari kehidupan kaum muda, tak terkecuali dari kalangan gereja atau komunitas lainnya.
Namun cukup jarang ditemui apa sebenarnya motivasi mendasar seorang anak muda atau siapa saja yang rela mengeluarkan keringat hanya untuk untuk berada di puncak sebuah gunung.
Agus Kokoy, warga Kinilow Kecamatan Tomohon Utara kepada BeritaManado.com, Minggu (10/6/2018) mengatakan bahwa dirinya tak jarang juga berada dalam posisi tersebut saat menaklukkan puncak Gunung Lokon, akan tetapi ada saat tertentu tidak demikian.
“Berada di puncak gunung ini terkadang membuat saya menyadari betapa kecilnya pribadi seorang manusia, jika dibandingkan saat kita berada di lingkungan pergaulan sehari-hari yang tak jarang merasa diri hebat dan lain sebagainya. Maka ketika berada di puncak atau titik tertentu gunung ini, saya bisa menyadari bahwa seorang anak manusia sejatinya jangan pernah merasa diri hebat dan kuat,” katanya.
Dalam hal apapun ketika menjalani aktivitas di rumah, tempat kerja, gereja atau dimana saja, hendaknya seseorang itu selalu hidup rendah hati dan tidak sekali-kali menunjukkan dirinya sebagai satu-satunya pribadi yang paling kuat.
“Seberapa kuat kita merasa diri hebat, itu tidak akan bertahan saat Gunung Lokon sekali saja memuntahkan debu vulkanik yang dapat mengubur dalam-dalam raga seorang anak manusia. Maka dari itu sebagai seorang yang beriman kepada Tuhan, hendaklan kita terus berjuang untuk memiliki kualitas hidup menyerupai Yesus,” ucapnya.
(Frangki Wullur)