Oleh: Juan Mahaganti (Ketua Youth Freedom Network Manado)
Manado – Beberapa saat lalu, rakyat dikejutkan oleh ditangkapnya seorang guru besar saat sedang nyabu. Terkejut sambil terheran oleh tingkahlaku orang terpelajar yang malah bisa kecanduan benda terlarang. Bangsa ini memang sangat anti kecanduan. Kita tidak segan-segan mengkriminalkan pecandu dan pengedar, dengan hukuman yang sangat berat. Walaupun nilai moral menyalahkan orang kecanduan masih bisa diperdebatkan, tetapi di negara ini kita memusuhi total kecanduan.Tetapi tanpa kita sadari kita semua sedang kecanduan, yang kecanduan tersebut saya akan buktikan, sama menghancurkannya dengan kecanduan narkotika atau bahan kimia lainnya. Kecanduan itu adalah kecanduan bahan bakar murah.
Pertama, tidak ada seorang pun (walaupun mengatas namakan diri dan dinamakan sebagai rakyat) yang secara otomatis berhak atas bahan bakar murah. Setiap orang berhak atas bahan bakar yang dia beli dengan cara yang halal. Kewajiban pemerintah adalah memastikan rakyat untuk merdeka membeli dan menjual bahan bakar atau apapun juga itu selama hal itu tidak merusak dan mencederai orang lain secara fisik dan mental. Ketika pemerintah malah membuat bahan bakar menjadi murah, rakyat akan ketagihan atas hal tersebut, dan menggerutu ketika hal tersebut dicabut. Hal yang sama terjadi ketika anda membiasakan seseorang dengan kesenangan lainnya, seperti menghisap rokok, bermalas-malasan, atau bermain game on-line. Dia akan marah ketika kesenangan ini dicabut; itulah tanda paling kentara dari kecanduan, masalah emosional.
Mungkin klaim saya terlalu berlebihan, tetapi mari kita lihat apa sebenarnya tanda-tanda kecanduan dan membandingkannya dengan kondisi kita sekarang. Menurut Medical News Today, inilah tanda-tanda kecanduan:
Orang yang sudah kecanduan tidak mau berhenti. Sangat jelas, begitu banyak rakyat menginginkan agar pemerintah jangan pernah menaikan harga minyak.
Kecanduan berlanjut walaupun masalah sudah sangat tampak. Orang yang kecanduan, melupakan akal sehat. Mereka bahkan menolak definisi umum dari apa itu sehat. Mereka menganggap bahwa mereka adalah sama sehatnya dengan orang sehat. Itulah yang terjadi juga dengan pecandu BBM murah, Mereka menolak fakta bahwa negara maju (yang sehat) tidak memerlukan subsidi BBM.
Walaupun pemerintah harus mengimpor BBM dari negara lain, rakyat tetap bersikeras pemerintah harus memberi mereka BBM murah. Tidak peduli jika BBM tersebut berharga triliunan rupiah. Triliunan rupiah ini bisa digunakan untuk melakukan hal lain yang lebih produktif, dan yang paling utama, tidak membebani kita sebagai rakyat.
Rakyat cenderung tertipu dengan ilusi bahwa bukan mereka yang membayar BBM tersebut, padahal mereka sendiri yang membayarnya, dengan membuat dana BBM ini tidak dialihkan kebantuan langsung untuk mereka, atau pengurangan pajak yang seharusnya adalah milik mereka yang harus diambil pemerintah untuk membayar BBM murah. Berdalih untuk mengatasi suatu masalah. Orang kecanduan sering berdalih bahwa mereka menggunakan bahan adiktif untuk mengatasi suatu masalah.
Perokok contohnya berdalih rokok untuk membuat mereka tetap melek dan mengurangi stress. Padahal kecanduan justru menambah masalah. Hal yang sama juga terjadi dengan rakyat yang kecanduan BBM murah. Mereka berdalih bahwa BBM yang murah adalah untuk mengendalikan inflasi. Mereka lupa, bahwa pengendali inflasi yang terbaik adalah persaingan pasar yang baik, inovasi pada teknologi baru, kebijakan moneter yang baik, dan bukan dengan melakukan subsidi. Mengatasi inflasi dengan menggunkan subsidi BBM, seperti seorang yang terluka parah yang percaya bahwa obat bius bisa menyembuhkan penyakitnya. Padahal obat bius hanyamenghentikan sementara sakitnya, dan jika tidak disembuhkan, cepat atau lambat sakit tersebut akan tetap kembali, dan akhirnya mati oleh luka tersebut.
Orang kecanduan BBM murah juga berdalih bahwa BBM murah adalah untuk membantu rakyat miskin. Walaupun fakta bahwa pengguna terbanyak BBM murah adalah orang mampu, dan BBM murah adalah bentuk bantuan langsung yang paling tidak produktif, dan malah berbahaya bagi kesehatan keuangan negara, tetapi mereka tetap akan menuntutnya.
Mengurangi kegiatan positif. Seorang pecandu akan mengurangi kegiatan positifnya, seperti berolahraga, bersosialisasi, dll, hanya demi memuaskan nafsu kecanduannya. Contohnya, seorang perokok akan menghindari pertemuan dengan temannya di restoran yang melarang merokok, mereka juga mengurangi jam olahraganya. Pecandu BBM murah juga demikian. Walaupun dana BBM murah bisa disalurkan ke hal yang lebih positif, seperti pendidikan, atau yang lebih baik, mengurangi pajak sehingga sumberdaya produktif lebih tersedia, mereka menolak hal tersebut. Mereka lebih memilih agar sumberdaya tersebut berubah menjadi asap knalpot.
Kesulitan keuangan, dan menolak untuk mengatasinya. Jika anda mengenal seorang pecandu obat terlarang, anda pasti tahu cirri pertama yang paling kentara. Mereka akan mengalami masalah keuangan karena mereka menghabiskannya untuk memuaskan nafsu candunya. Ketika ditegur, mereka menolak dengan berbagai alas an dan berdalih bahwa itu bukan masalah sama sekali. Hal yang sama terjadi dengan pecandu BBM murah.
Fakta bahwa pagu untuk subsidi energy adalah Rp 291,1 triliun, tidak membuat pecandu BBM murah khawatir. Fakta bahwa uang ini bisa digunakan untuk membangun ribuan kilometer jalan, ribuan tanggul irigasi dan bendungan, menyekolahkan ribuan anak kurang mampu, tidak akan diacuhkan.
Suka melakukan kegiatan beresiko tinggi. Pecandu tidak segan-segan melakukan kegiatan yang membahayakan nyawanya dan orang lain demi mendapatkan bahan adiktif yang dia inginkan. Mereka juga suka mengambil resiko berbahaya, seperti mengemudi dengan cepat. Demikian juga dengan pecandu BBM murah. Jangan heran jika kita melihat semua keributan disana-sini yang terjadi akhir-akhir ini ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM.
Demikianlah yang bisa saya ajukan, dengan pengamatan diatas saya bisa simpulkan bahwa kita sedang kecanduan BBM murah. Sama gilanya dengan orang yang sedang kecanduan nikotin, game on-line, atau shabu-sabu. Jika kita kembali kemasalah awal tadi, bangsa ini sangat anti kecanduan, tetapi lupa bahwa mereka sekarang sedang kecanduan.
Mengatasi kecanduan bukan masalah mudah. Penderita kecanduaan perlu dirawat secara intensif dan harus mengalami siksaan dulu agar dia bisa berhenti, tetapi setelah dia disembuhkan, keuntungan jangka panjang akan dia terima. Mengatasi kecanduan membutuhkan keberanian dan pengorbanan, dan keberanian dan pengorbanan itu yang ditunjukan oleh presiden sekarang, Joko Widodo, yang bukan saja berani mengambil tindakan, tetapi mengumumkannya langsung. Jika kita tidak berhenti merengek, pertanyakan kembalikomitmen anda dalam mengatasi kecanduan. Bisa saja anda seorang pecandu. Tetapi jangan heran jika anda menolak disebut pecandu, karena penolakan itu memang cirri seorang pecandu. Yang anda harus lakukan adalah bersikap dewasa untuk menelan pil pahit dan menderita sesaat untuk kemajuan bangsa kedepan, untuk anak cucu kita, pewaris negara ini. Yang dibutuhkan dari diri anda adalah bersikap berani untuk menyadari bahwa anda memang mungkin saja sedang kecanduan, dan ikut masuk dalam program rehabilitasi sehingga siap menghadapi kenyataan, dari pada menghancurkan hidup (bangsa dan Negara). Yang dibutuhkan dari anda adalah berpikir logis, dan mengesampingkan kepentingan dan keberpihakan politik, tetapi berpikir jernih sehingga andapun bisa ikut dalam usaha para orang-orang sadar, untuk menyadarkan saudara-saudara kita yang sedang kecanduan. (**)
Oleh: Juan Mahaganti (Ketua Youth Freedom Network Manado)
Manado – Beberapa saat lalu, rakyat dikejutkan oleh ditangkapnya seorang guru besar saat sedang nyabu. Terkejut sambil terheran oleh tingkahlaku orang terpelajar yang malah bisa kecanduan benda terlarang. Bangsa ini memang sangat anti kecanduan. Kita tidak segan-segan mengkriminalkan pecandu dan pengedar, dengan hukuman yang sangat berat. Walaupun nilai moral menyalahkan orang kecanduan masih bisa diperdebatkan, tetapi di negara ini kita memusuhi total kecanduan.Tetapi tanpa kita sadari kita semua sedang kecanduan, yang kecanduan tersebut saya akan buktikan, sama menghancurkannya dengan kecanduan narkotika atau bahan kimia lainnya. Kecanduan itu adalah kecanduan bahan bakar murah.
Pertama, tidak ada seorang pun (walaupun mengatas namakan diri dan dinamakan sebagai rakyat) yang secara otomatis berhak atas bahan bakar murah. Setiap orang berhak atas bahan bakar yang dia beli dengan cara yang halal. Kewajiban pemerintah adalah memastikan rakyat untuk merdeka membeli dan menjual bahan bakar atau apapun juga itu selama hal itu tidak merusak dan mencederai orang lain secara fisik dan mental. Ketika pemerintah malah membuat bahan bakar menjadi murah, rakyat akan ketagihan atas hal tersebut, dan menggerutu ketika hal tersebut dicabut. Hal yang sama terjadi ketika anda membiasakan seseorang dengan kesenangan lainnya, seperti menghisap rokok, bermalas-malasan, atau bermain game on-line. Dia akan marah ketika kesenangan ini dicabut; itulah tanda paling kentara dari kecanduan, masalah emosional.
Mungkin klaim saya terlalu berlebihan, tetapi mari kita lihat apa sebenarnya tanda-tanda kecanduan dan membandingkannya dengan kondisi kita sekarang. Menurut Medical News Today, inilah tanda-tanda kecanduan:
Orang yang sudah kecanduan tidak mau berhenti. Sangat jelas, begitu banyak rakyat menginginkan agar pemerintah jangan pernah menaikan harga minyak.
Kecanduan berlanjut walaupun masalah sudah sangat tampak. Orang yang kecanduan, melupakan akal sehat. Mereka bahkan menolak definisi umum dari apa itu sehat. Mereka menganggap bahwa mereka adalah sama sehatnya dengan orang sehat. Itulah yang terjadi juga dengan pecandu BBM murah, Mereka menolak fakta bahwa negara maju (yang sehat) tidak memerlukan subsidi BBM.
Walaupun pemerintah harus mengimpor BBM dari negara lain, rakyat tetap bersikeras pemerintah harus memberi mereka BBM murah. Tidak peduli jika BBM tersebut berharga triliunan rupiah. Triliunan rupiah ini bisa digunakan untuk melakukan hal lain yang lebih produktif, dan yang paling utama, tidak membebani kita sebagai rakyat.
Rakyat cenderung tertipu dengan ilusi bahwa bukan mereka yang membayar BBM tersebut, padahal mereka sendiri yang membayarnya, dengan membuat dana BBM ini tidak dialihkan kebantuan langsung untuk mereka, atau pengurangan pajak yang seharusnya adalah milik mereka yang harus diambil pemerintah untuk membayar BBM murah. Berdalih untuk mengatasi suatu masalah. Orang kecanduan sering berdalih bahwa mereka menggunakan bahan adiktif untuk mengatasi suatu masalah.
Perokok contohnya berdalih rokok untuk membuat mereka tetap melek dan mengurangi stress. Padahal kecanduan justru menambah masalah. Hal yang sama juga terjadi dengan rakyat yang kecanduan BBM murah. Mereka berdalih bahwa BBM yang murah adalah untuk mengendalikan inflasi. Mereka lupa, bahwa pengendali inflasi yang terbaik adalah persaingan pasar yang baik, inovasi pada teknologi baru, kebijakan moneter yang baik, dan bukan dengan melakukan subsidi. Mengatasi inflasi dengan menggunkan subsidi BBM, seperti seorang yang terluka parah yang percaya bahwa obat bius bisa menyembuhkan penyakitnya. Padahal obat bius hanyamenghentikan sementara sakitnya, dan jika tidak disembuhkan, cepat atau lambat sakit tersebut akan tetap kembali, dan akhirnya mati oleh luka tersebut.
Orang kecanduan BBM murah juga berdalih bahwa BBM murah adalah untuk membantu rakyat miskin. Walaupun fakta bahwa pengguna terbanyak BBM murah adalah orang mampu, dan BBM murah adalah bentuk bantuan langsung yang paling tidak produktif, dan malah berbahaya bagi kesehatan keuangan negara, tetapi mereka tetap akan menuntutnya.
Mengurangi kegiatan positif. Seorang pecandu akan mengurangi kegiatan positifnya, seperti berolahraga, bersosialisasi, dll, hanya demi memuaskan nafsu kecanduannya. Contohnya, seorang perokok akan menghindari pertemuan dengan temannya di restoran yang melarang merokok, mereka juga mengurangi jam olahraganya. Pecandu BBM murah juga demikian. Walaupun dana BBM murah bisa disalurkan ke hal yang lebih positif, seperti pendidikan, atau yang lebih baik, mengurangi pajak sehingga sumberdaya produktif lebih tersedia, mereka menolak hal tersebut. Mereka lebih memilih agar sumberdaya tersebut berubah menjadi asap knalpot.
Kesulitan keuangan, dan menolak untuk mengatasinya. Jika anda mengenal seorang pecandu obat terlarang, anda pasti tahu cirri pertama yang paling kentara. Mereka akan mengalami masalah keuangan karena mereka menghabiskannya untuk memuaskan nafsu candunya. Ketika ditegur, mereka menolak dengan berbagai alas an dan berdalih bahwa itu bukan masalah sama sekali. Hal yang sama terjadi dengan pecandu BBM murah.
Fakta bahwa pagu untuk subsidi energy adalah Rp 291,1 triliun, tidak membuat pecandu BBM murah khawatir. Fakta bahwa uang ini bisa digunakan untuk membangun ribuan kilometer jalan, ribuan tanggul irigasi dan bendungan, menyekolahkan ribuan anak kurang mampu, tidak akan diacuhkan.
Suka melakukan kegiatan beresiko tinggi. Pecandu tidak segan-segan melakukan kegiatan yang membahayakan nyawanya dan orang lain demi mendapatkan bahan adiktif yang dia inginkan. Mereka juga suka mengambil resiko berbahaya, seperti mengemudi dengan cepat. Demikian juga dengan pecandu BBM murah. Jangan heran jika kita melihat semua keributan disana-sini yang terjadi akhir-akhir ini ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM.
Demikianlah yang bisa saya ajukan, dengan pengamatan diatas saya bisa simpulkan bahwa kita sedang kecanduan BBM murah. Sama gilanya dengan orang yang sedang kecanduan nikotin, game on-line, atau shabu-sabu. Jika kita kembali kemasalah awal tadi, bangsa ini sangat anti kecanduan, tetapi lupa bahwa mereka sekarang sedang kecanduan.
Mengatasi kecanduan bukan masalah mudah. Penderita kecanduaan perlu dirawat secara intensif dan harus mengalami siksaan dulu agar dia bisa berhenti, tetapi setelah dia disembuhkan, keuntungan jangka panjang akan dia terima. Mengatasi kecanduan membutuhkan keberanian dan pengorbanan, dan keberanian dan pengorbanan itu yang ditunjukan oleh presiden sekarang, Joko Widodo, yang bukan saja berani mengambil tindakan, tetapi mengumumkannya langsung. Jika kita tidak berhenti merengek, pertanyakan kembalikomitmen anda dalam mengatasi kecanduan. Bisa saja anda seorang pecandu. Tetapi jangan heran jika anda menolak disebut pecandu, karena penolakan itu memang cirri seorang pecandu. Yang anda harus lakukan adalah bersikap dewasa untuk menelan pil pahit dan menderita sesaat untuk kemajuan bangsa kedepan, untuk anak cucu kita, pewaris negara ini. Yang dibutuhkan dari diri anda adalah bersikap berani untuk menyadari bahwa anda memang mungkin saja sedang kecanduan, dan ikut masuk dalam program rehabilitasi sehingga siap menghadapi kenyataan, dari pada menghancurkan hidup (bangsa dan Negara). Yang dibutuhkan dari anda adalah berpikir logis, dan mengesampingkan kepentingan dan keberpihakan politik, tetapi berpikir jernih sehingga andapun bisa ikut dalam usaha para orang-orang sadar, untuk menyadarkan saudara-saudara kita yang sedang kecanduan. (**)