PERTARUNGAN menuju Istana dalam Pilpres 2014 dibandingkan tahun 2004 dan 2009 adalah yang paling seru, sengit dan tegang yang bisa menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Pertarungan ini mendapat perhatian dunia dimana berbagai media se-jagad memberitakannya secara intensif mulai sebelum kampanye sampai dengan pelantikan Presiden dan Wapres RI pada 20 Oktober 2014.
Seru karena persaingan sangat ketat dari dua kekuatan yang seimbang. Akibatnya segala daya, pemikiran (taktik dan strategi) dan dana dikerahkan secara luar biasa. Tegang karena kedua kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam kampanyenya saling serang satu sama lain termasuk beredarnya kampanye hitam yang mendiskreditkan Capres masing-masing.
Tak dipungkiri, para pensiunan Jenderal TNI juga ikut nimbrung dalam kampanye mendiskreditkan satu sama lain sehingga tradisi yang kuat untuk menjaga nama baik korps yang terjaga selama ini sirna dan ternoda.
Dampak lain terjadi bentrokan diakar rumput yang menyulut situasi dan suhu politik memanas. Selesai KPU memutuskan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres, diharapkan situasi akan mereda. Namun kenyataan sebaliknya. Koalisi Merah Putih menggugat KPU di Mahkamah Konstitusi yg kemudian MK putuskan menolak gugatan KMP.
Keputusan ini tidak membuat KMP surut perjuangannya. Keadaan menjadi lebih tegang setelah beredar berbagai issue bahwa KMP yang anggota DPR dan MPR-nya mayoritas akan memboikot pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden pda Sidang Umum MPR, 20 Oktober 2014.
Akibatnya pertarungan pemilihan Pimpinan DPR dan MPR menjadi alot, seru dan menegangkan. Kemenangan mutlak KMP dalam merebut Pimpinan DPR dan MPR, makin meresahkan KIH bahwa santer dikabarkan KMP akan memboikot pelantikan tersebut diatas.
Sebagai antisipasi atas kecurigaan diatas, maka didengungkan akan terjalin People Power untuk menghadapi upaya boikot tersebut. Akibatnya situasi politik makin memanas dan dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan dimana-mana yng dampaknya akan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu Polri dan TNI siaga satu.
Dari berbagai proses tersebut diatas yang menimbulkan kegaduhan, ketegangan dan suhu politik yang terus memanas, maka sosok Prabowo mendapat sorotan yang tajam. Disamping pujian dan dukungan fanatik dari para pendukungnya, juga muncul kritik, protes, pelecehan bahkan makian terhadap Prabowo dimana banyak Warga Kawanua ikut nimbrung didalamnya. Seolah-olah Prabowo adalah biang keladi dari berbagai situasi tersebut diatas.
Situasi yang mencekam ini agak mereda setelah ada pernyataan Pimpinan MPR yang menjamin bahwa Sidang umum MPR untuk pelantikan Jokowi-JK akan berlangsung sesuai jadwal. Yang sangat mengejutkan ialah safari politik Jokowi mendatangi dan menemui kubu oposisi mulai dari Ketua Umum Partai Golkar ARB (Sebutan Aburizal bakri), Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dan terakhir Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra yang menjadi pesaing ketat Jokowi dalam Pilpres.
Khusus pertemuan Jokowi dan Prabowo, ada ungkapan Prabowo yang sangat menyejukkan suasana, menenangkan masyarakat dan mencairkan kebekuan politik dengan berkata bahwa “perbedaan politik jangan membuat kita pecah, terbelah. Kita tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan RI”. Prabowo juga mengatakan akan mendukung Pemerintahan Jokowi-JK selama kebijakannya untuk kepentingan rakyat.
Akhir dari drama politik yang berkepanjangan ini muncul paad saat Sidang Umum MPR 20 Oktober 2014, dimana ada tiga moment penting yang terjadi yaitu:
- Hadirnya Prabowo pada Sidang Umum MPR tersebut yang mendapat standing applause yang luar biasa dari semua hadirin.
- Nama Prabowo disebut oleh Presiden Jokowi pd awal Pidatonya yang berbunyi “Yang saya hormati rekan dan sahabat baik saya Bapak Prabowo Subianto”.
- Saat Presiden Jokowi menyebut butir 2 tersebut, spontan dibalas oleh Prabowo (yang duduk dibelakang mantan Wapres Try Sutrisno), dengan berdiri dalam sikap sempurna memberi hormat secara militer kepadA Presiden Jokowi yang berdiri di depan mimbar MPR yang istimewa dan terhormat.
Dari rangkaian uraian tersebut diatas, maka saya mencatat beberapa hal tentangg Jokowi dan Prabowo sebagai berikut:
- Keduanya adalah tokoh bangsa yang rendah hati dan tidak arogan karena merasa saling membutuhkan untuk membangun bangsa yang besar dengan berbagai persoalan berat tapi penuh harapan.
- Demi Indonesia Hebat dan Indonesia Raya, mereka berdua telah mendemontrasikan sebagai Negarawan Tulen dengan meletakkan kepentingan bangsa dan negara diatas segala kepentingan lainnya.
- Mereka berdua telah pentaskan sikap sebagai sosok demokrat sejati, dimana setelah melalui pertarungan sengit dengan taruhan segala-galanya, akhirnya menang dan kalah tetap saling hormat, sapa dan tegur.
Khusus kepada warga Kawanua apapun pilihan dan komentar anda pada Pilpres yang lalu, kita perlu mengacungkan jempol atas sikap, pendirian dan prilaku Prabowo sebagai putra Kawanua sejati yang telah memberikan warna, nilai, kwalitas dan teladan dalam kehidupan dan pertumbuhan Demokrasi di Indonesia, dengan berjuang sampai titik darah penghabisan yang berakhir dan pada akhirnya memberi ucapan selamat kepada rival pemenangnya.
Para Pemimpin Kawanua perlu mengambil contoh atas sikap dan prilaku putra Minahasa Tulen Prabowo yang seorang Jenderal Perang telah mendemontstrasikan dirinya sebagai Demokrat sejati terbuka untuk kritik termasuk kritik sepedas apapun.
“Ini perlu dikemukan dan digarisbawahi karena banyak Pemimpin Kawanua telah mengkhianati Budaya Minahasa dimana walaupun bukan turunan bangsawan tapi sudah berprilaku feodal yang dalam penampilannya sebagai Raja (The King Can Do No Wrong), mau dipuji terus dan alergi terhadap kritik”.
Mari kita kawal Jokowi-Prabowo untuk tetap kompak dan bersatu membangun Indonesia Hebat dan Indonesia Raya menjadi Macan bahkan Singa Asia. Dengan sikap demokratis, mari kita dukung dan kawal Pemerintahan Jokowi-JK membangun Negara Maritim menuju Indonesia di Laut kita Jaya, di Darat kita Kokoh, di-Udara kita Perkasa. Karena kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. “VIVA JOKOWI-PRABOWO, PATRIOT BANGSA”. (***)
Jakarta, 24 Oktober 2014.
Catatan: Markus Wauran
PERTARUNGAN menuju Istana dalam Pilpres 2014 dibandingkan tahun 2004 dan 2009 adalah yang paling seru, sengit dan tegang yang bisa menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Pertarungan ini mendapat perhatian dunia dimana berbagai media se-jagad memberitakannya secara intensif mulai sebelum kampanye sampai dengan pelantikan Presiden dan Wapres RI pada 20 Oktober 2014.
Seru karena persaingan sangat ketat dari dua kekuatan yang seimbang. Akibatnya segala daya, pemikiran (taktik dan strategi) dan dana dikerahkan secara luar biasa. Tegang karena kedua kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam kampanyenya saling serang satu sama lain termasuk beredarnya kampanye hitam yang mendiskreditkan Capres masing-masing.
Tak dipungkiri, para pensiunan Jenderal TNI juga ikut nimbrung dalam kampanye mendiskreditkan satu sama lain sehingga tradisi yang kuat untuk menjaga nama baik korps yang terjaga selama ini sirna dan ternoda.
Dampak lain terjadi bentrokan diakar rumput yang menyulut situasi dan suhu politik memanas. Selesai KPU memutuskan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres, diharapkan situasi akan mereda. Namun kenyataan sebaliknya. Koalisi Merah Putih menggugat KPU di Mahkamah Konstitusi yg kemudian MK putuskan menolak gugatan KMP.
Keputusan ini tidak membuat KMP surut perjuangannya. Keadaan menjadi lebih tegang setelah beredar berbagai issue bahwa KMP yang anggota DPR dan MPR-nya mayoritas akan memboikot pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden pda Sidang Umum MPR, 20 Oktober 2014.
Akibatnya pertarungan pemilihan Pimpinan DPR dan MPR menjadi alot, seru dan menegangkan. Kemenangan mutlak KMP dalam merebut Pimpinan DPR dan MPR, makin meresahkan KIH bahwa santer dikabarkan KMP akan memboikot pelantikan tersebut diatas.
Sebagai antisipasi atas kecurigaan diatas, maka didengungkan akan terjalin People Power untuk menghadapi upaya boikot tersebut. Akibatnya situasi politik makin memanas dan dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan dimana-mana yng dampaknya akan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu Polri dan TNI siaga satu.
Dari berbagai proses tersebut diatas yang menimbulkan kegaduhan, ketegangan dan suhu politik yang terus memanas, maka sosok Prabowo mendapat sorotan yang tajam. Disamping pujian dan dukungan fanatik dari para pendukungnya, juga muncul kritik, protes, pelecehan bahkan makian terhadap Prabowo dimana banyak Warga Kawanua ikut nimbrung didalamnya. Seolah-olah Prabowo adalah biang keladi dari berbagai situasi tersebut diatas.
Situasi yang mencekam ini agak mereda setelah ada pernyataan Pimpinan MPR yang menjamin bahwa Sidang umum MPR untuk pelantikan Jokowi-JK akan berlangsung sesuai jadwal. Yang sangat mengejutkan ialah safari politik Jokowi mendatangi dan menemui kubu oposisi mulai dari Ketua Umum Partai Golkar ARB (Sebutan Aburizal bakri), Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dan terakhir Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra yang menjadi pesaing ketat Jokowi dalam Pilpres.
Khusus pertemuan Jokowi dan Prabowo, ada ungkapan Prabowo yang sangat menyejukkan suasana, menenangkan masyarakat dan mencairkan kebekuan politik dengan berkata bahwa “perbedaan politik jangan membuat kita pecah, terbelah. Kita tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan RI”. Prabowo juga mengatakan akan mendukung Pemerintahan Jokowi-JK selama kebijakannya untuk kepentingan rakyat.
Akhir dari drama politik yang berkepanjangan ini muncul paad saat Sidang Umum MPR 20 Oktober 2014, dimana ada tiga moment penting yang terjadi yaitu:
- Hadirnya Prabowo pada Sidang Umum MPR tersebut yang mendapat standing applause yang luar biasa dari semua hadirin.
- Nama Prabowo disebut oleh Presiden Jokowi pd awal Pidatonya yang berbunyi “Yang saya hormati rekan dan sahabat baik saya Bapak Prabowo Subianto”.
- Saat Presiden Jokowi menyebut butir 2 tersebut, spontan dibalas oleh Prabowo (yang duduk dibelakang mantan Wapres Try Sutrisno), dengan berdiri dalam sikap sempurna memberi hormat secara militer kepadA Presiden Jokowi yang berdiri di depan mimbar MPR yang istimewa dan terhormat.
Dari rangkaian uraian tersebut diatas, maka saya mencatat beberapa hal tentangg Jokowi dan Prabowo sebagai berikut:
- Keduanya adalah tokoh bangsa yang rendah hati dan tidak arogan karena merasa saling membutuhkan untuk membangun bangsa yang besar dengan berbagai persoalan berat tapi penuh harapan.
- Demi Indonesia Hebat dan Indonesia Raya, mereka berdua telah mendemontrasikan sebagai Negarawan Tulen dengan meletakkan kepentingan bangsa dan negara diatas segala kepentingan lainnya.
- Mereka berdua telah pentaskan sikap sebagai sosok demokrat sejati, dimana setelah melalui pertarungan sengit dengan taruhan segala-galanya, akhirnya menang dan kalah tetap saling hormat, sapa dan tegur.
Khusus kepada warga Kawanua apapun pilihan dan komentar anda pada Pilpres yang lalu, kita perlu mengacungkan jempol atas sikap, pendirian dan prilaku Prabowo sebagai putra Kawanua sejati yang telah memberikan warna, nilai, kwalitas dan teladan dalam kehidupan dan pertumbuhan Demokrasi di Indonesia, dengan berjuang sampai titik darah penghabisan yang berakhir dan pada akhirnya memberi ucapan selamat kepada rival pemenangnya.
Para Pemimpin Kawanua perlu mengambil contoh atas sikap dan prilaku putra Minahasa Tulen Prabowo yang seorang Jenderal Perang telah mendemontstrasikan dirinya sebagai Demokrat sejati terbuka untuk kritik termasuk kritik sepedas apapun.
“Ini perlu dikemukan dan digarisbawahi karena banyak Pemimpin Kawanua telah mengkhianati Budaya Minahasa dimana walaupun bukan turunan bangsawan tapi sudah berprilaku feodal yang dalam penampilannya sebagai Raja (The King Can Do No Wrong), mau dipuji terus dan alergi terhadap kritik”.
Mari kita kawal Jokowi-Prabowo untuk tetap kompak dan bersatu membangun Indonesia Hebat dan Indonesia Raya menjadi Macan bahkan Singa Asia. Dengan sikap demokratis, mari kita dukung dan kawal Pemerintahan Jokowi-JK membangun Negara Maritim menuju Indonesia di Laut kita Jaya, di Darat kita Kokoh, di-Udara kita Perkasa. Karena kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. “VIVA JOKOWI-PRABOWO, PATRIOT BANGSA”. (***)
Jakarta, 24 Oktober 2014.
Catatan: Markus Wauran