Manado – Dana Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulut yang menembus angka Rp 90M, menuai kontroversi di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut.
Pasalnya dana tersebut hingga saat ini masih misterius, kontroversi terjadi pada besaran dana Pilkada yang dinilai terlalu besar dan bakal terhambatnya pencairan akibat menunggu perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), hal inilah yang menyulut perpecahan di kalangan DPRD.
Kondisi ini langsung di respon, Sekertaris Komisi I yang membidangi Hukum dan Pemerintahan Benny Ramdhani dalam jumpa pers, Kamis (21/01/10), menegaskan ketidak setujuaanya soal penundaan penyelenggaraan Pilkada. Menurut politis asal partai demokrasi Indonesia perjuangan menguraikan DPRD melalui Komisi I sudah menyetujui alokasi anggaran Pilkada sebesar Rp 90 M ditambah Rp 5 M untuk biaya keamanan.
“Komisi I, berupaya semaksimal mungkin untuk mengawal Pilkada agar diselenggarakan tepat waktu dan tak terjadi penundaan, dengan dalil atau alasan apapun. Dirinya menjelaskan apabila ini tertunda, maka akan terjadi yang namanya gejolak politik dan konflik social yang mengarah pada instabilitas politik di sulut, bila hal ini terjadi maka akan memakan anggaran yang lebih besar dari pada anggaran yang diajukan sekarang.
Menjawab soal menunggu adanya perubahan APBD. Hal itu tak perlu dilakukan pasalnya sesuai pasal 30 ayat 2 Permendagri nomor 57 tahun 2009. Menerangkan apabila Pilkada mendesak dilakukan, memungkinkan untuk mengubah Peraturan Gubernur (Pergub) yang ada.
Sedangkan kenaikkan angka untuk anggaran Pilkada tahun ini mengacu pada kenaikkan harga barang di pasaran saat ini yang merembet pada kenaikkan
honorarium.
Berbeda dengan komisi I, Komisi II yang membidangi Ekonomi amat tak setuju dengan jumlah anggaran Pilkada yang menelan biaya teramat
besar. Hal ini ditegaskan oleh Steven Kandau selaku ketua komisi II.
“Kalau dananya tersedia ya, tak masalah. Akan tetapi kalau harus mengorek alokasi anggaran lain. Kami tak setuju, sesuai komitmen 20% anggaran bagi pendidikan tak boleh terkorek.” Tegas Kandau.
Pernyataan Komisi II mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPRD Sulut Arthur Panambunan, menurutnya dana pilkada saat sekarang ini menjadi persoalan di seluruh daerah, mengingat ketersediaan anggaran yang tak mencukupi.
“Hasil konsultasi nasional, ditemukan permasalahan yang sama di setiap daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada,” ujar Panambunan. Ditegaskannya hingga saat
ini, DPRD belum menyetujui anggaran yang diajukan oleh KPU dalam penyelenggaraan Pilkada.
Diketahui, belakangan ini isu penundaan penyelenggaraan pilkada semakin marak terdengar di telinga masyarakat Sulut. (IS)
Manado – Dana Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulut yang menembus angka Rp 90M, menuai kontroversi di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut.
Pasalnya dana tersebut hingga saat ini masih misterius, kontroversi terjadi pada besaran dana Pilkada yang dinilai terlalu besar dan bakal terhambatnya pencairan akibat menunggu perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), hal inilah yang menyulut perpecahan di kalangan DPRD.
Kondisi ini langsung di respon, Sekertaris Komisi I yang membidangi Hukum dan Pemerintahan Benny Ramdhani dalam jumpa pers, Kamis (21/01/10), menegaskan ketidak setujuaanya soal penundaan penyelenggaraan Pilkada. Menurut politis asal partai demokrasi Indonesia perjuangan menguraikan DPRD melalui Komisi I sudah menyetujui alokasi anggaran Pilkada sebesar Rp 90 M ditambah Rp 5 M untuk biaya keamanan.
“Komisi I, berupaya semaksimal mungkin untuk mengawal Pilkada agar diselenggarakan tepat waktu dan tak terjadi penundaan, dengan dalil atau alasan apapun. Dirinya menjelaskan apabila ini tertunda, maka akan terjadi yang namanya gejolak politik dan konflik social yang mengarah pada instabilitas politik di sulut, bila hal ini terjadi maka akan memakan anggaran yang lebih besar dari pada anggaran yang diajukan sekarang.
Menjawab soal menunggu adanya perubahan APBD. Hal itu tak perlu dilakukan pasalnya sesuai pasal 30 ayat 2 Permendagri nomor 57 tahun 2009. Menerangkan apabila Pilkada mendesak dilakukan, memungkinkan untuk mengubah Peraturan Gubernur (Pergub) yang ada.
Sedangkan kenaikkan angka untuk anggaran Pilkada tahun ini mengacu pada kenaikkan harga barang di pasaran saat ini yang merembet pada kenaikkan
honorarium.
Berbeda dengan komisi I, Komisi II yang membidangi Ekonomi amat tak setuju dengan jumlah anggaran Pilkada yang menelan biaya teramat
besar. Hal ini ditegaskan oleh Steven Kandau selaku ketua komisi II.
“Kalau dananya tersedia ya, tak masalah. Akan tetapi kalau harus mengorek alokasi anggaran lain. Kami tak setuju, sesuai komitmen 20% anggaran bagi pendidikan tak boleh terkorek.” Tegas Kandau.
Pernyataan Komisi II mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPRD Sulut Arthur Panambunan, menurutnya dana pilkada saat sekarang ini menjadi persoalan di seluruh daerah, mengingat ketersediaan anggaran yang tak mencukupi.
“Hasil konsultasi nasional, ditemukan permasalahan yang sama di setiap daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada,” ujar Panambunan. Ditegaskannya hingga saat
ini, DPRD belum menyetujui anggaran yang diajukan oleh KPU dalam penyelenggaraan Pilkada.
Diketahui, belakangan ini isu penundaan penyelenggaraan pilkada semakin marak terdengar di telinga masyarakat Sulut. (IS)