AMURANG—Kantot Camat Amurang dan beberapa kantor lainnya serta sejumlah rumah bangunan kembali jadi persoalan. Bahkan, persoalan yang
sempat terdiam semenjak Kabupaten Minahasa Selatan dimekarkan. Hengky Kaunang (69), ahli waris NV Handel Maatsehappij Lie Bon Yat Co, milik Lie Tjeng Lok menuntut ganti rugi tanah ke Pemkab Minsel sebesar Rp1,5 milyar.
Dalam surat mereka yang ditujukan ke Bupati Minsel, Wakil Bupati, DPRD Minsel
dan Badan Pertanahan Minsel mereka mengklaim tanah seluas 3608 meter persegi di Kelurahan Buyungon, Kecamatan Amurang, adalah milik sah mereka dengan bukti-bukti yang ada.
‘’Lahan ini sendiri telah berdiri Kantor Kecamatan Amurang saat ini. Dalam
surat tersebut ahli waris mengatakan hal ini sudah pernah dimohon kepada Bupati Minsel periode lalu namun hanya sampai janji dan belum juga direalisasi,’’ ujar Kaunang, siang tadi.
Menurutnya, kasus ini sudah sempat diangkat sejumlah media sekitar tahun 2003-2004 silam. Sewaktu Kabupaten Minsel baru dimekarkan dari Kabupaten Minahasa. “Bahkan sewaktu itu kami bersama tim melakukan kunjungan kepada Bupati Drs RM Luntungan waktu. Tetapi herannya sampai saat ini belum jelas. Dengan demikian, kami pun datang kembali kepada Bupati Tetty Paruntu untuk menanyakan perihal tuntutan diatas. Kami masih bersabar dengan janji-janji diatas,’’ ungkapnya.
Ditempat terpisah, Camat Amurang, Andre Winowatan SSTP. MSi saat dimintai tanggapan soal tuntutan tersebut mengaku kaget. “Saya baru dengar tentang hal itu, saya jadi tertarik lagi pelajari masalah tanah ini,” jelas Winowatan kepada beritamanado.
Mengenai akte tanah kantor yang ditempatinya, kata dia, tidak diketahuinya. “Saya belum tahu akte tanah di sini di mana, mungkin dibagian aset,” ucap mantan Kabag Humas dan Protokol Setdakab Minsel ini.
Sementara itu, Adrie Keintjem SH, mantan Kabag Hukum Setdakab Minsel ikut angkat suara soal tuntutan Hengky Kaunang. ‘’Saya sempat tahu soal tuntutan diatas, pas Minsel baru dimekarkan. Namun, sesuai UU No.1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah-tanah/partikelir (tanah pertuanan/penguasa tanah) yang berkaitan dengan jiwa nasionalisme tentang kapitalisme. Sehingga tanah partikelir yang sudah dibayar pemerintah. Tapi, ada yang belum dibayar pemerintah. Termasuk beberapa lokasi yang disengketakan. Tanah partikelir yang belum dibayar dan diberi jangka waktu 5 tahun untuk dinikmati,’’ kata Keintjem menjelaskannya.
Kata mantan Kepala BPM-PD Minsel ini, bahwa tahun 1963 tanah tersebut dianggap sudah dibayarkan pemerintah. Waktu itu, masih Kabupaten Minahasa. Apabila pemerintah membutuhkan lahan tersebut untuk kepentingan umum prioritas jelas diutamakan.
‘’Pemegang hak bisa dapat kompensasi bukan ganti rugi atas jasa pemeliharaan dan perawatan lahan-lahan tersebut. Hal ini untuk dapatkan data kongkrit/akurat harus ambil data di BPN RI di Jakarta. Maksudnya, ini paling akurat datanya diambil di BPN RI sebelum ada tindaklanjut sebagaimana tuntutan Hengky Kaunang terhadap Pemkab Minsel,’’ timpalnya.
“Kalau keluarga memang punya bukti, dan Pemkab Minsel tidak punya bukti, maka sebaiknya pemkab ganti rugi,” ujar Setly Kohdong, Ketua Komisi I DPRD Minsel setelah mempelajari surat ahli waris. Lanjut Kohdong, hal ini harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat lebih baik lagi ke depannya.
“Musyawarah lagi, agar pemkab dapat bayar secara bertahap. Ini melihat kemampuan APBD Minsel,” ujar politisi dari Partai Demokrat ini. (andries)
AMURANG—Kantot Camat Amurang dan beberapa kantor lainnya serta sejumlah rumah bangunan kembali jadi persoalan. Bahkan, persoalan yang
sempat terdiam semenjak Kabupaten Minahasa Selatan dimekarkan. Hengky Kaunang (69), ahli waris NV Handel Maatsehappij Lie Bon Yat Co, milik Lie Tjeng Lok menuntut ganti rugi tanah ke Pemkab Minsel sebesar Rp1,5 milyar.
Dalam surat mereka yang ditujukan ke Bupati Minsel, Wakil Bupati, DPRD Minsel
dan Badan Pertanahan Minsel mereka mengklaim tanah seluas 3608 meter persegi di Kelurahan Buyungon, Kecamatan Amurang, adalah milik sah mereka dengan bukti-bukti yang ada.
‘’Lahan ini sendiri telah berdiri Kantor Kecamatan Amurang saat ini. Dalam
surat tersebut ahli waris mengatakan hal ini sudah pernah dimohon kepada Bupati Minsel periode lalu namun hanya sampai janji dan belum juga direalisasi,’’ ujar Kaunang, siang tadi.
Menurutnya, kasus ini sudah sempat diangkat sejumlah media sekitar tahun 2003-2004 silam. Sewaktu Kabupaten Minsel baru dimekarkan dari Kabupaten Minahasa. “Bahkan sewaktu itu kami bersama tim melakukan kunjungan kepada Bupati Drs RM Luntungan waktu. Tetapi herannya sampai saat ini belum jelas. Dengan demikian, kami pun datang kembali kepada Bupati Tetty Paruntu untuk menanyakan perihal tuntutan diatas. Kami masih bersabar dengan janji-janji diatas,’’ ungkapnya.
Ditempat terpisah, Camat Amurang, Andre Winowatan SSTP. MSi saat dimintai tanggapan soal tuntutan tersebut mengaku kaget. “Saya baru dengar tentang hal itu, saya jadi tertarik lagi pelajari masalah tanah ini,” jelas Winowatan kepada beritamanado.
Mengenai akte tanah kantor yang ditempatinya, kata dia, tidak diketahuinya. “Saya belum tahu akte tanah di sini di mana, mungkin dibagian aset,” ucap mantan Kabag Humas dan Protokol Setdakab Minsel ini.
Sementara itu, Adrie Keintjem SH, mantan Kabag Hukum Setdakab Minsel ikut angkat suara soal tuntutan Hengky Kaunang. ‘’Saya sempat tahu soal tuntutan diatas, pas Minsel baru dimekarkan. Namun, sesuai UU No.1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah-tanah/partikelir (tanah pertuanan/penguasa tanah) yang berkaitan dengan jiwa nasionalisme tentang kapitalisme. Sehingga tanah partikelir yang sudah dibayar pemerintah. Tapi, ada yang belum dibayar pemerintah. Termasuk beberapa lokasi yang disengketakan. Tanah partikelir yang belum dibayar dan diberi jangka waktu 5 tahun untuk dinikmati,’’ kata Keintjem menjelaskannya.
Kata mantan Kepala BPM-PD Minsel ini, bahwa tahun 1963 tanah tersebut dianggap sudah dibayarkan pemerintah. Waktu itu, masih Kabupaten Minahasa. Apabila pemerintah membutuhkan lahan tersebut untuk kepentingan umum prioritas jelas diutamakan.
‘’Pemegang hak bisa dapat kompensasi bukan ganti rugi atas jasa pemeliharaan dan perawatan lahan-lahan tersebut. Hal ini untuk dapatkan data kongkrit/akurat harus ambil data di BPN RI di Jakarta. Maksudnya, ini paling akurat datanya diambil di BPN RI sebelum ada tindaklanjut sebagaimana tuntutan Hengky Kaunang terhadap Pemkab Minsel,’’ timpalnya.
“Kalau keluarga memang punya bukti, dan Pemkab Minsel tidak punya bukti, maka sebaiknya pemkab ganti rugi,” ujar Setly Kohdong, Ketua Komisi I DPRD Minsel setelah mempelajari surat ahli waris. Lanjut Kohdong, hal ini harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat lebih baik lagi ke depannya.
“Musyawarah lagi, agar pemkab dapat bayar secara bertahap. Ini melihat kemampuan APBD Minsel,” ujar politisi dari Partai Demokrat ini. (andries)