Tondano – Kritis dan cerdas. Itulah gambaran awal peserta Kelas Pemilu yang digelar KPU Minahasa pada hari pertama, Senin (31/10/2016) kemarin. Gisella dan Armando mewakili peserta siswa-siswi SMA lainnya yang menunjukkan sikap kritis dalam bertanya.
Ketua KPU Minahasa Meidy Y Tinangon didampingi Ketua Pusdiklih yang juga Ketua Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat Kristoforus Ngantung, terkagum-kagum mendengar pertanyaan peserta yang diajukan silih berganti.
Umumnya peserta sangat antusias mengikuti materi dan merespon sesi tanya jawab dengan pertanyaan – pertanyaan yang kritis.
Gisella Gerungan siswi SMAN 1 Tondano yang juga terpilih sebagai Ketua Kelas untuk grup pertama mengajukan pertanyaan terkait serangan fajar, apatisme politik dan KKN di tubuh penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu.
“Saya pernah menyaksikan di saat pelaksanaan pemilihan, ternyata serangan fajar itu memang ada. Apa sikap KPU terkait masalah ini?” tanya Gisella, yang kemudian melanjutkan pertanyaan selanjutnya soal apatisme pemilih dan praktek KKN dalam Pemilu.
“Ada pemilih yang menganggap karena nilai suara mereka hanya satu maka tidak ada artinya, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk memilih. Apa peran KPU terhadap apaisme politik pemilih? Apakah juga ada usaha dari pihak tertentu untuk mempraktekan KKN ?” ungkapnya.
Dicky paseki mengakui pertanyaan yang kritis tersebut, sambil memberikan penjelasan terkait tuntutan pidana dan administratif terhadap money politics dan peran sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk mengantisipasi apatisme politik.
Sementara Ketua KPU Minahasa yang mendapat pertanyaan khusus terkait KKN memberikan penjelasan bahwa prakek KKN dilarang dilakukan di tubuh penyelenggara maupun peserta Pemilu.
“KPU diikat dengan kode etik melalui Peraturan bersama KPU, Bawaslu dan DKPP. Kalau kita KKN pasti ada sanksi dari DKPP disamping itu ada proses pidana yang menjadi konsekuensi hukum bagi yang melanggar,” ungkap Tinangon.
“Keponakan saya ikut seleksi PPK tapi karena nilainya rendah maka jelas tidak kami luluskan,” ungkap Tinangon memberikan contoh komitmen anti KKN dari institusinya.
Sementara penanya lainnya Armando Alvaris tidak kalah kritis dengan mengajukan pertanyaan tentang syarat pemilih, penggunaan sekolah untuk kepentingan politik dan kemandirian KPU. (***/frangkiwullur)