Oleh
Henry Roy Somba ST
Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) Tahun 2018 akan dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup yang dipusatkan di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih dengan mengusung tema yang cukup menggelitik tetapi juga memberi kesan damai dihati yaitu Harmonisasi Alam dan Budaya.
Menjadi menggelitik bagi saya karena ada keinginan pemerintah untuk memadukan dengan selaras dua elemenyang sangat penting yaitu alam dan budaya.
Menurut informasi yang diperoleh bahwa perayaan HKAN 2018 ini untuk pertama kalinya dilaksanakan diluar pulau Jawa dan ini merupakan kebanggaan Sulawesi Utara bahkan Kota Bitung dan selaras dengan niat presiden kita yang bukan hanya memperhatikan pulau jawa saja tapi juga timur Indonesia sebagaimana yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini.
Pemilihan TWA Batuputih menjadi sangat strategis bagi provinsi Sulawesi Utara mengingat potensi wisata alam hutan tangkoko sangat prospektif selain fungsi alamnya sebagai paru-paru kota tetapi juga dari segi komersil, situs ini memiliki daya tarik yang luar biasa sebagai tujuan wisata dunia.
Budaya Luhur Ciptakan Alam Lestari
Tidak bisa kita sangkali bahwa budaya suatu daerah memiliki peran yang sangat strategis untuk menjaga dan mempertahankan sebuah tatanan kehidupan yang positif dari daerah itu sendiri.
Banyak tempat yang berhasil melestarikan alamnya itu sesungguhnya berawal dari kuatnya budaya dan adat-istiadat masyarakatnya untuk melestarikan alam sekitar tatkala mereka menyadari bahwa sesungguhnya alam adalah sorga kehidupan manusia sebab dari sanalah kehidupan manusia tercipta.
Alam memberikan berbagai sumber energi bagi kelangsungan hidup semua makluk hidup dikolong langit ini.
Alam yang terjaga dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia untuk mendapatkan air yang bersih, udara yang sehat, iklim yang terjaga, bahkan alam mampu menetralisir zat-zat beracun yang dapat mengancam kesehatan manusia.
Melestarikan budaya dan adat-istiadat untuk melindungi alam dari ancaman perusakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab sesungguhnya adalah panggilan jiwa setiap insan manusia yang sadar akan pentingnya keberadaan alam yang tetap terjaga kelestariannya. Budaya melindungi alam adalah sesuatu yang luhur yang harus dilestarikan.
Akhlak Manusia Rusak Alampun Rusak
Kegagalan manusia untuk menjaga kelestarian alam sesungguhnya berasal dari kerusakan akhlak manusia. Banyak hal sederhana didunia ini yang tak kita sadari sebenarnya merusak alam dan mengancam kehidupan kita sendiri.
Membuang sampah plastik sembarangan, menebang pohon dizona hutan lindung, membakar hutan, membunuh hewan adalah sebagian praktek manusia yang dianggap hal biasa namun sebetulnya merusak ekosistem alam.
Bumi, Laut, Gunung, Sungai, Hutan termasuk makluk yang hidup harmonis didalamnya adalah anugrah sang Pencipta yang menakjubkan bukan hanya dari segi estetika alamiahnya tapi memiliki fungsi yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup semua ciptaan Tuhan.
Manusia harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tanggungjawab merawat alam tetapi juga tentu harus taat terhadap berbagai aturan yang telah disepakati (konsensus) agar tak dilanggar.
Perlunya pemahaman yang benar dari masyarakat akan tanggungjawab merawat alam ini. Cobalah belajar dari para pahlawan alam, para insan lingkungan hidup yang diganjar dengan penghargaan kalpataru bagaimana mereka berusaha mengembalikan fungsi alam yang sesungguhnya untuk kebaikan bersama seperti yang dilakukan oleh seorang insinyur Bambang seorang kepala RW dengan kebijakan bioporinya.
Manusia dan Alam Adalah Saudara Tiri Yang Harus Akur
Manusia diberi hak untuk mengelola segala sumber daya yang ada di alam ini namun manusia juga memiliki kewajiban untuk merawat, menjaga dan melestarikannya. Mengambil secara berlebihan sumber daya alam yang ada semata-mata untuk kepentingan mencari keuntungan itu adalah sebuah keserakahan.
Merusak alam ibarat membunuh orang lain secara tidak langsung sebab banyak bencana alam yang terjadi sesungguhnya adalah akibat dari kelalaian manusia melestarikan alam sekitar.
Manusia dan Alam ibarat dua anak tiri yang tak bisa akur ketika kita menyaksikan eksploitasi bantaran sungai, gunung, hutan, laut secara berlebihan tanpa ampun demi ambisi untuk mengejar rupiah sebanyak-banyaknya.
Meskipun dalam berbagai kesempatan alam mengamuk seolah membalas dendam kepada saudara tirinya bernama manusia, namun tak pernah ada ikhtiar tobat meskipun nyawa banyak orang menjadi taruhannya.
Manusia dan alam sejatinya saling membutuhkan satu dengan yang lain. Alam menyediakan sumber kehidupan umat manusia sebaliknya Manusia perlu melindungi agar terhindar dari ancaman perusakan.
Kerusakan Alam Di Hulu adalah Ancaman Yang Tak Mau Disadari
Daerah hulu (dataran tinggi) sesungguhnya adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang punya fungsi di alam. Bukit dan Lembah memiliki tugas masing-masing yang harus saling mendukung. Bukit adalah penyimpan air yang sangat baik.
Eksploitasi alam secara besar-besaran dengan alasan kebutuhan pembangunan dikota itu bagi saya adalah alasan yang sangat tidak masuk akal. Sehebat-hebatnya seorang insinyur membuat desain alam buatan yang baru tak dapat menyamai desain alam ciptaan Tuhan.
Tuhan mencipta dengan tujuan semua makluk bisa hidup didalamnya, tapi manusia merancang semata-mata atas motif cari untung sehingga menurut saya perlu ada regulasi yang lebih tajam lagi dari pemerintah termasuk penindakan tegas kepada para perusak agar bisa membatasi pemanfaatan alam yang berlebihan itu sehingga kehidupan yang kita idam-idamkan bisa diberikan secara gratis oleh alam kita.
Oksigen, air bersih, iklim sejuk, makanan, dan lainnya sekali lagi tidak bisa kita ciptakan sebaik kualitas yang dihasilkan dari alam yang lestari dan itu diberikan secara gratis melalui pohon, tanah, sungai, udara kita.
Slogan Tak Cukup Mungkin Perlu Hukum Adat
Slogan menjaga kelestarian alam sejauh ini hanya sebatas kampanye grafis yang sifatnya formalitas namun tidak efektif. Mungkin diperlukan hukum adat seperti memenjarakan oknum perusak alam bersama dengan hewan buas ketika kedapatan ada orang yang merusak alam sehingga benar-benar memberi efek jerah bagi pelaku.
Meskipun ini cara yang kurang manusiawi tapi demi menjaga kehidupan umum mungkin hukumannya memang harus sangat menakutkan agar tak ada lagi yang mau melanggarnya, sebab apa yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa produk hukum kita belum mampu secara efektif memberi efek tobat bagi pemburu rupiah dari alam raya.
Budaya Toleran Jati Diri Kita
Minahasa cukup dikenal memilliki budaya yang toleran dengan sesama. Bagi saya toleransi seperti ini jangan hanya terhadap sesama manusia tapi perlu juga toleransi antara manusia dengan alam.
Ingat sebelum Tuhan menciptakan manusia, alam sudah terlebih dahulu dirancang dengan sangat elok oleh sang pencipta, ini tandanya Tuhan menciptakan rumah bagi makluk hidup sebelum manusia ada. Suatu karya agung dari sang pencipta.(*)
Oleh
Henry Roy Somba ST
Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) Tahun 2018 akan dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup yang dipusatkan di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih dengan mengusung tema yang cukup menggelitik tetapi juga memberi kesan damai dihati yaitu Harmonisasi Alam dan Budaya.
Menjadi menggelitik bagi saya karena ada keinginan pemerintah untuk memadukan dengan selaras dua elemenyang sangat penting yaitu alam dan budaya.
Menurut informasi yang diperoleh bahwa perayaan HKAN 2018 ini untuk pertama kalinya dilaksanakan diluar pulau Jawa dan ini merupakan kebanggaan Sulawesi Utara bahkan Kota Bitung dan selaras dengan niat presiden kita yang bukan hanya memperhatikan pulau jawa saja tapi juga timur Indonesia sebagaimana yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini.
Pemilihan TWA Batuputih menjadi sangat strategis bagi provinsi Sulawesi Utara mengingat potensi wisata alam hutan tangkoko sangat prospektif selain fungsi alamnya sebagai paru-paru kota tetapi juga dari segi komersil, situs ini memiliki daya tarik yang luar biasa sebagai tujuan wisata dunia.
Budaya Luhur Ciptakan Alam Lestari
Tidak bisa kita sangkali bahwa budaya suatu daerah memiliki peran yang sangat strategis untuk menjaga dan mempertahankan sebuah tatanan kehidupan yang positif dari daerah itu sendiri.
Banyak tempat yang berhasil melestarikan alamnya itu sesungguhnya berawal dari kuatnya budaya dan adat-istiadat masyarakatnya untuk melestarikan alam sekitar tatkala mereka menyadari bahwa sesungguhnya alam adalah sorga kehidupan manusia sebab dari sanalah kehidupan manusia tercipta.
Alam memberikan berbagai sumber energi bagi kelangsungan hidup semua makluk hidup dikolong langit ini.
Alam yang terjaga dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia untuk mendapatkan air yang bersih, udara yang sehat, iklim yang terjaga, bahkan alam mampu menetralisir zat-zat beracun yang dapat mengancam kesehatan manusia.
Melestarikan budaya dan adat-istiadat untuk melindungi alam dari ancaman perusakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab sesungguhnya adalah panggilan jiwa setiap insan manusia yang sadar akan pentingnya keberadaan alam yang tetap terjaga kelestariannya. Budaya melindungi alam adalah sesuatu yang luhur yang harus dilestarikan.
Akhlak Manusia Rusak Alampun Rusak
Kegagalan manusia untuk menjaga kelestarian alam sesungguhnya berasal dari kerusakan akhlak manusia. Banyak hal sederhana didunia ini yang tak kita sadari sebenarnya merusak alam dan mengancam kehidupan kita sendiri.
Membuang sampah plastik sembarangan, menebang pohon dizona hutan lindung, membakar hutan, membunuh hewan adalah sebagian praktek manusia yang dianggap hal biasa namun sebetulnya merusak ekosistem alam.
Bumi, Laut, Gunung, Sungai, Hutan termasuk makluk yang hidup harmonis didalamnya adalah anugrah sang Pencipta yang menakjubkan bukan hanya dari segi estetika alamiahnya tapi memiliki fungsi yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup semua ciptaan Tuhan.
Manusia harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tanggungjawab merawat alam tetapi juga tentu harus taat terhadap berbagai aturan yang telah disepakati (konsensus) agar tak dilanggar.
Perlunya pemahaman yang benar dari masyarakat akan tanggungjawab merawat alam ini. Cobalah belajar dari para pahlawan alam, para insan lingkungan hidup yang diganjar dengan penghargaan kalpataru bagaimana mereka berusaha mengembalikan fungsi alam yang sesungguhnya untuk kebaikan bersama seperti yang dilakukan oleh seorang insinyur Bambang seorang kepala RW dengan kebijakan bioporinya.
Manusia dan Alam Adalah Saudara Tiri Yang Harus Akur
Manusia diberi hak untuk mengelola segala sumber daya yang ada di alam ini namun manusia juga memiliki kewajiban untuk merawat, menjaga dan melestarikannya. Mengambil secara berlebihan sumber daya alam yang ada semata-mata untuk kepentingan mencari keuntungan itu adalah sebuah keserakahan.
Merusak alam ibarat membunuh orang lain secara tidak langsung sebab banyak bencana alam yang terjadi sesungguhnya adalah akibat dari kelalaian manusia melestarikan alam sekitar.
Manusia dan Alam ibarat dua anak tiri yang tak bisa akur ketika kita menyaksikan eksploitasi bantaran sungai, gunung, hutan, laut secara berlebihan tanpa ampun demi ambisi untuk mengejar rupiah sebanyak-banyaknya.
Meskipun dalam berbagai kesempatan alam mengamuk seolah membalas dendam kepada saudara tirinya bernama manusia, namun tak pernah ada ikhtiar tobat meskipun nyawa banyak orang menjadi taruhannya.
Manusia dan alam sejatinya saling membutuhkan satu dengan yang lain. Alam menyediakan sumber kehidupan umat manusia sebaliknya Manusia perlu melindungi agar terhindar dari ancaman perusakan.
Kerusakan Alam Di Hulu adalah Ancaman Yang Tak Mau Disadari
Daerah hulu (dataran tinggi) sesungguhnya adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang punya fungsi di alam. Bukit dan Lembah memiliki tugas masing-masing yang harus saling mendukung. Bukit adalah penyimpan air yang sangat baik.
Eksploitasi alam secara besar-besaran dengan alasan kebutuhan pembangunan dikota itu bagi saya adalah alasan yang sangat tidak masuk akal. Sehebat-hebatnya seorang insinyur membuat desain alam buatan yang baru tak dapat menyamai desain alam ciptaan Tuhan.
Tuhan mencipta dengan tujuan semua makluk bisa hidup didalamnya, tapi manusia merancang semata-mata atas motif cari untung sehingga menurut saya perlu ada regulasi yang lebih tajam lagi dari pemerintah termasuk penindakan tegas kepada para perusak agar bisa membatasi pemanfaatan alam yang berlebihan itu sehingga kehidupan yang kita idam-idamkan bisa diberikan secara gratis oleh alam kita.
Oksigen, air bersih, iklim sejuk, makanan, dan lainnya sekali lagi tidak bisa kita ciptakan sebaik kualitas yang dihasilkan dari alam yang lestari dan itu diberikan secara gratis melalui pohon, tanah, sungai, udara kita.
Slogan Tak Cukup Mungkin Perlu Hukum Adat
Slogan menjaga kelestarian alam sejauh ini hanya sebatas kampanye grafis yang sifatnya formalitas namun tidak efektif. Mungkin diperlukan hukum adat seperti memenjarakan oknum perusak alam bersama dengan hewan buas ketika kedapatan ada orang yang merusak alam sehingga benar-benar memberi efek jerah bagi pelaku.
Meskipun ini cara yang kurang manusiawi tapi demi menjaga kehidupan umum mungkin hukumannya memang harus sangat menakutkan agar tak ada lagi yang mau melanggarnya, sebab apa yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa produk hukum kita belum mampu secara efektif memberi efek tobat bagi pemburu rupiah dari alam raya.
Budaya Toleran Jati Diri Kita
Minahasa cukup dikenal memilliki budaya yang toleran dengan sesama. Bagi saya toleransi seperti ini jangan hanya terhadap sesama manusia tapi perlu juga toleransi antara manusia dengan alam.
Ingat sebelum Tuhan menciptakan manusia, alam sudah terlebih dahulu dirancang dengan sangat elok oleh sang pencipta, ini tandanya Tuhan menciptakan rumah bagi makluk hidup sebelum manusia ada. Suatu karya agung dari sang pencipta.(*)