Airmadidi-Musibah longsor yang terjadi di Wilayah Pertambang Rakyat (WPR) di Desa Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara, Kamis (13/4/2017) lalu memberi pelajaran kepada semua pihak agar lebih waspada.
Tak terkecuali bagi para pemilik sumur di wilayah tambang rakyat, diharapkan agar dapat mengikuti standarisasi keselamatan pekerja tambang.
“Ini jadi evaluasi bagi semua soal keamanan tambang. Semua pemilik sumur harus ikut standarisasi, kalau tidak layak sebaiknya dihentikan,” kata Ketua Solidaritas Penambang di Tanah Tonsea Minut (Sobat) Henry Walukow, Senin (17/4/2017).
Walukow mengatakan, musibah amblas sudah beberapa kali terjadi di lokasi tambang rakyat yang mempekerjakan sekitar 500 pekerja tambang.
Penyebabnya kata Walukow, bisa terjadi akibat dua faktor, pertama faktor alam yang tidak bisa diduga dan kedua faktor kelalaian.
Sementara, terkait syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diminta kalangan serikat pekerja di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Tatelu beberapa waktu lalu, Walukow mengatakan sejauh ini belum ada pihak manapun yang menyampaikan soal aturan seperti kewajiban jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Saya menghimbau kepada semua anggota Koperasi Batu Emas soal pentingnya untuk memenuhi syarat K3 bagi naker. Harus diketahui juga bahwa konsep tambang rakyat seperti kami di Tatelu berbeda dengan perusahaan tambang yang memiliki karyawan tetap. Pekerja di tambang rakyat ada yang cuma kerja tiga hari, satu minggu, atau dua minggu. Untuk diikutkan dalam BPJS akan seperti apa, penting juga pikirkan bersama-sama, karena setahu saya BPJS punya biaya rutin tiap bulan,” terangnya.
Pihak Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Sulut memberikan apresiasi terhadap respons positif tersebut.
Koordinator KSPI Sulut Steven Paulus mengingatkan ada sejumlah aturan yang perlu diperhatikan pelaku pertambangan misalnya Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan dan Besaran Tarif Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja.
“Semua ini untuk kebaikan bersama. Jika hak-hak naker terperhatikan, sebagai contoh, penunjang tambang tak akan dirugikan oleh sebuah insiden kecil yang bisa saja menyita biaya besar,” ujar Steven.(findamuhtar)
Airmadidi-Musibah longsor yang terjadi di Wilayah Pertambang Rakyat (WPR) di Desa Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara, Kamis (13/4/2017) lalu memberi pelajaran kepada semua pihak agar lebih waspada.
Tak terkecuali bagi para pemilik sumur di wilayah tambang rakyat, diharapkan agar dapat mengikuti standarisasi keselamatan pekerja tambang.
“Ini jadi evaluasi bagi semua soal keamanan tambang. Semua pemilik sumur harus ikut standarisasi, kalau tidak layak sebaiknya dihentikan,” kata Ketua Solidaritas Penambang di Tanah Tonsea Minut (Sobat) Henry Walukow, Senin (17/4/2017).
Walukow mengatakan, musibah amblas sudah beberapa kali terjadi di lokasi tambang rakyat yang mempekerjakan sekitar 500 pekerja tambang.
Penyebabnya kata Walukow, bisa terjadi akibat dua faktor, pertama faktor alam yang tidak bisa diduga dan kedua faktor kelalaian.
Sementara, terkait syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diminta kalangan serikat pekerja di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Tatelu beberapa waktu lalu, Walukow mengatakan sejauh ini belum ada pihak manapun yang menyampaikan soal aturan seperti kewajiban jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Saya menghimbau kepada semua anggota Koperasi Batu Emas soal pentingnya untuk memenuhi syarat K3 bagi naker. Harus diketahui juga bahwa konsep tambang rakyat seperti kami di Tatelu berbeda dengan perusahaan tambang yang memiliki karyawan tetap. Pekerja di tambang rakyat ada yang cuma kerja tiga hari, satu minggu, atau dua minggu. Untuk diikutkan dalam BPJS akan seperti apa, penting juga pikirkan bersama-sama, karena setahu saya BPJS punya biaya rutin tiap bulan,” terangnya.
Pihak Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Sulut memberikan apresiasi terhadap respons positif tersebut.
Koordinator KSPI Sulut Steven Paulus mengingatkan ada sejumlah aturan yang perlu diperhatikan pelaku pertambangan misalnya Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan dan Besaran Tarif Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja.
“Semua ini untuk kebaikan bersama. Jika hak-hak naker terperhatikan, sebagai contoh, penunjang tambang tak akan dirugikan oleh sebuah insiden kecil yang bisa saja menyita biaya besar,” ujar Steven.(findamuhtar)