Minut, BeritaManado.com – Nasib petani kelapa di Sulawesi Utara khususnya Minahasa Utara (Minut) laksana sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Betapa tidak, harga kelapa sudah rendah tapi pembeli sedikit.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, harga kelapa di tingkat petani yang tadinya Rp2.400 per buah kini berkisar antara Rp900 sampai Rp1.100 per buah.
Sedangkan harga kopra yang tadinya Rp10.500 per Kilogram (Kg) turun sampai Rp5.500 per Kg.
Harga ini tak sebanding dengan ongkos memetik kelapa sehingga banyak di antara mereka membiarkan kelapa tak dipetik.
“Sekarang sudah tidak ada yang mau naik kelapa karena ongkos pemetik lebih mahal dibanding harga kelapa,” kata legislator Minahasa Utara Edwin Nelwan SP, Senin (11/6/2018).
Nelwan mengatakan, pemerintah daerah harus memiliki kepekaan terhadap nasib petani khususnya petani kelapa.
“Pertanian kelapa ini menyangkut perekonomian masyarakat dan sebagian besar masyarakat Sulut hidup dari pohon kelapa. Mulai menafkahi keluarga sampai menyekolahkan anak dibiayai dari hasil kelapa. Termasuk saya sendiri yang bisa bersekolah karena orangtua petani kelapa,” tutur Nelwan.
Ditambahkannya, pemerintah kabupaten dan provinsi Sulut dalam konteks otonomi daerah serta dalam bingkai negara kesatuan adalah perpanjangan pemerintah pusat di daerah harus memberi penjelasan resmi kepada masyarakat mengapa harga kelapa dan kopra bisa anjlok.
“Kondisi sekarang sudah keterlaluan sehingga masyarakat khususnya petani kelapa menjadi resah. Pemerintah harus penjelasan karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Lanjut Nelwan, selain memberi penjelasan, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi juga harus memiliki program solutif untuk meningkatkan harga kelapa di tingkat petani.
“Jangan lagi bilang harga kelapa rendah karena tergantung mekanisme pasar. Kalau begitu terus maka takkan ada perubahan. Harus ada program-program terobosan untuk mendongkrak harga kelapa. Jangan bangga dengan sebutan daerah Nyiur Melambai tapi peningkatan kesejahteraan petani kelapa terbengkalai. Ibaratnya, nyiurku sudah tidak melambai lagi,” tandas Nelwan.
(Finda Muhtar)
Minut, BeritaManado.com – Nasib petani kelapa di Sulawesi Utara khususnya Minahasa Utara (Minut) laksana sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Betapa tidak, harga kelapa sudah rendah tapi pembeli sedikit.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, harga kelapa di tingkat petani yang tadinya Rp2.400 per buah kini berkisar antara Rp900 sampai Rp1.100 per buah.
Sedangkan harga kopra yang tadinya Rp10.500 per Kilogram (Kg) turun sampai Rp5.500 per Kg.
Harga ini tak sebanding dengan ongkos memetik kelapa sehingga banyak di antara mereka membiarkan kelapa tak dipetik.
“Sekarang sudah tidak ada yang mau naik kelapa karena ongkos pemetik lebih mahal dibanding harga kelapa,” kata legislator Minahasa Utara Edwin Nelwan SP, Senin (11/6/2018).
Nelwan mengatakan, pemerintah daerah harus memiliki kepekaan terhadap nasib petani khususnya petani kelapa.
“Pertanian kelapa ini menyangkut perekonomian masyarakat dan sebagian besar masyarakat Sulut hidup dari pohon kelapa. Mulai menafkahi keluarga sampai menyekolahkan anak dibiayai dari hasil kelapa. Termasuk saya sendiri yang bisa bersekolah karena orangtua petani kelapa,” tutur Nelwan.
Ditambahkannya, pemerintah kabupaten dan provinsi Sulut dalam konteks otonomi daerah serta dalam bingkai negara kesatuan adalah perpanjangan pemerintah pusat di daerah harus memberi penjelasan resmi kepada masyarakat mengapa harga kelapa dan kopra bisa anjlok.
“Kondisi sekarang sudah keterlaluan sehingga masyarakat khususnya petani kelapa menjadi resah. Pemerintah harus penjelasan karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Lanjut Nelwan, selain memberi penjelasan, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi juga harus memiliki program solutif untuk meningkatkan harga kelapa di tingkat petani.
“Jangan lagi bilang harga kelapa rendah karena tergantung mekanisme pasar. Kalau begitu terus maka takkan ada perubahan. Harus ada program-program terobosan untuk mendongkrak harga kelapa. Jangan bangga dengan sebutan daerah Nyiur Melambai tapi peningkatan kesejahteraan petani kelapa terbengkalai. Ibaratnya, nyiurku sudah tidak melambai lagi,” tandas Nelwan.
(Finda Muhtar)