Manado — Buntut viralnya Rully, salah satu driver online yang sempat menghilang karena skenario pribadi dan satu wanita yang bertingkah kerasukan dan memberi kabar bahwa Rully berada di seputaran jalan SBY, tepatnya di dekat alang-alang atau bahasa Manadonya kusu-kusu berlanjut.
Tak hanya Rully dan para pemeran serta pengedar video kerasukan yang kini harus berurusan dengan hukum, para pengguna media sosial yang dengan sengaja mengunggah foto dan membagikannya pun terancam sanksi pidana.
Apalagi, foto yang dibagikan tidak ada hubungannya dengan kasus Rully, tapi justru menggunakan foto orang lain tanpa seijin yang bersangkutan ditambah dengan kalimat yang terkesan mengintimidasi bahkan kabar bohong atau hoax.
Hal tersebut dialami oleh Steven Pep Kembuan, petinggi ormas di Sulut yang tergabung dalam koalisi Mapalus.
Pemilik akun facebook inisial JR dianggap mencemarkan nama baiknya karena mengunggah foto saat Steven mengalami kecelakaan tunggal sepeda motor tahun lalu dan menyisipkan hoax.
Kepada BeritaManado.com, Steven Kembuan mengatakan, dalam unggahannya tersebut, JR menulis, Steven mengundurkan diri dari dari statusnya yang adalah seorang pendeta karena memilih untuk menjadi pemabuk hingga kecelakaan dan kemudian jatuh di kusu-kusu (alang-alang).
“Itu tentu sangat merugikan saya karena kabar bohong itu terus tersebar dan mendapat respon yang sangat banyak dari media sosial. Ada saksi kecelakaan saya, Meikel Maringka yang bersama saya. Apalagi ini bukan hanya semata-mata karena motif lucu-lucuan tapi juga sudah ada latar belakang tidak sejalannya pilihan kami dalam berorganisasi, yaitu ormas,” jelas Steven, Selasa (8/5/2018).
Meikel Maringka pun menegaskan, dirinya merupakan saksi bahwa Steven pada waktu itu benar mengalami kecelakaan tunggal dan bukan karena mabuk.
“Karena saya yang mengurus beliau waktu itu di RS Pancaran Kasih, melihat langsung bagaimana dia menahan sakit karena luka yang dialami. Makanya saat ada kejadian begini, maka kami langsung bersama ke Polda Sulut. Yang begini harus dilaporkan biar bagi penyebar hoax ada efek jera,” jelas Meikel.
Steven dan Meikel pun berharap, kasus ini dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Setidaknya hukum harus bisa memberi efek jera bagi mereka yang dengan semaunya menyebar hoax dan karena itu merugikan diri orang lain,” tutup Steven.
(srisurya)
Manado — Buntut viralnya Rully, salah satu driver online yang sempat menghilang karena skenario pribadi dan satu wanita yang bertingkah kerasukan dan memberi kabar bahwa Rully berada di seputaran jalan SBY, tepatnya di dekat alang-alang atau bahasa Manadonya kusu-kusu berlanjut.
Tak hanya Rully dan para pemeran serta pengedar video kerasukan yang kini harus berurusan dengan hukum, para pengguna media sosial yang dengan sengaja mengunggah foto dan membagikannya pun terancam sanksi pidana.
Apalagi, foto yang dibagikan tidak ada hubungannya dengan kasus Rully, tapi justru menggunakan foto orang lain tanpa seijin yang bersangkutan ditambah dengan kalimat yang terkesan mengintimidasi bahkan kabar bohong atau hoax.
Hal tersebut dialami oleh Steven Pep Kembuan, petinggi ormas di Sulut yang tergabung dalam koalisi Mapalus.
Pemilik akun facebook inisial JR dianggap mencemarkan nama baiknya karena mengunggah foto saat Steven mengalami kecelakaan tunggal sepeda motor tahun lalu dan menyisipkan hoax.
Kepada BeritaManado.com, Steven Kembuan mengatakan, dalam unggahannya tersebut, JR menulis, Steven mengundurkan diri dari dari statusnya yang adalah seorang pendeta karena memilih untuk menjadi pemabuk hingga kecelakaan dan kemudian jatuh di kusu-kusu (alang-alang).
“Itu tentu sangat merugikan saya karena kabar bohong itu terus tersebar dan mendapat respon yang sangat banyak dari media sosial. Ada saksi kecelakaan saya, Meikel Maringka yang bersama saya. Apalagi ini bukan hanya semata-mata karena motif lucu-lucuan tapi juga sudah ada latar belakang tidak sejalannya pilihan kami dalam berorganisasi, yaitu ormas,” jelas Steven, Selasa (8/5/2018).
Meikel Maringka pun menegaskan, dirinya merupakan saksi bahwa Steven pada waktu itu benar mengalami kecelakaan tunggal dan bukan karena mabuk.
“Karena saya yang mengurus beliau waktu itu di RS Pancaran Kasih, melihat langsung bagaimana dia menahan sakit karena luka yang dialami. Makanya saat ada kejadian begini, maka kami langsung bersama ke Polda Sulut. Yang begini harus dilaporkan biar bagi penyebar hoax ada efek jera,” jelas Meikel.
Steven dan Meikel pun berharap, kasus ini dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Setidaknya hukum harus bisa memberi efek jera bagi mereka yang dengan semaunya menyebar hoax dan karena itu merugikan diri orang lain,” tutup Steven.
(srisurya)