Manado, BeritaManado.com — Komposisi daftar calon legislatif tingkat provinsi maupun Kabupaten/kota kini baru saja menuntaskan perbaikan hasil verifikasi Komisi Pemilihan Umum di semua tingkatan daerah.
Jika dahulu para calon wakil rakyat berupaya mendapatkan nomot urut 1, akan tetapi Pemilu tahun 2019 mendatang hal itu tidak lagi mendomimasi, karena sebagian calon sepertinya mengincar nomor urut caleg yang sama dengan nomor urut partai peserta Pemilu.
Pemgamat Politik Dr Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Rabu (1/8/2018) malam mengatakan bahwa sistem yang dipakai saat ini yaitu berdasarkan suara terbanyak melalui metode Sainte Lague.
“Dengan metode ini partai politik tidak bisa berbuat apa-apa, karena tugasnya hanya sebatas mendaftarkan caleg. Mengenai siapa yang akan duduk, itu akan ditentukan oleh siapa yang berhasil meraih suara terbanyak,” jelas Liando
Ditambahkannya, terjadinya perebutan nomor urut disebabkan karena adanya faktor teknis yang memberikan keuntungan secara elektoral.
“Jika dalam daftar caleg tidak ada satupun yang dikenali pemilih dalam suatu dapil, maka kemungkinan yang memudahkan bagi pemilih adalah melihat calon di nomor urut satu. Image ini masih menjadi keyakinan bagi sebagian bakal calon, sehingga mereka akan berusaha berlomba-lomba mendapatkan nomor urut satu,” tutur Liando.
Nomor urut satu memang masih cukup berpengaruh, karena diidentikkan dengan yang terbaik atau yang diutamakan dan salah satu sebab parpol mendaftar di hari tetakhir disebabkan karena adanya tarik menarik nomor urut.
“Ada juga caleg tidak keberatan ditempatkan pada posisi nomor urut dalam daftar calon sementara atau daftar calon tetap sesuai dengan nomor partainya agar mudah diingat,” jelasnya.
Sebagai contohnya seorang caleg dengan nomor urut 5 dari Partai NasDem, nomor urut 4 dari Partai Golkar, nomor urut 11 dari Partai Solidaritas Indonesia dan dimikian seterusnya.
(Frangki Wullur)
Manado, BeritaManado.com — Komposisi daftar calon legislatif tingkat provinsi maupun Kabupaten/kota kini baru saja menuntaskan perbaikan hasil verifikasi Komisi Pemilihan Umum di semua tingkatan daerah.
Jika dahulu para calon wakil rakyat berupaya mendapatkan nomot urut 1, akan tetapi Pemilu tahun 2019 mendatang hal itu tidak lagi mendomimasi, karena sebagian calon sepertinya mengincar nomor urut caleg yang sama dengan nomor urut partai peserta Pemilu.
Pemgamat Politik Dr Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Rabu (1/8/2018) malam mengatakan bahwa sistem yang dipakai saat ini yaitu berdasarkan suara terbanyak melalui metode Sainte Lague.
“Dengan metode ini partai politik tidak bisa berbuat apa-apa, karena tugasnya hanya sebatas mendaftarkan caleg. Mengenai siapa yang akan duduk, itu akan ditentukan oleh siapa yang berhasil meraih suara terbanyak,” jelas Liando
Ditambahkannya, terjadinya perebutan nomor urut disebabkan karena adanya faktor teknis yang memberikan keuntungan secara elektoral.
“Jika dalam daftar caleg tidak ada satupun yang dikenali pemilih dalam suatu dapil, maka kemungkinan yang memudahkan bagi pemilih adalah melihat calon di nomor urut satu. Image ini masih menjadi keyakinan bagi sebagian bakal calon, sehingga mereka akan berusaha berlomba-lomba mendapatkan nomor urut satu,” tutur Liando.
Nomor urut satu memang masih cukup berpengaruh, karena diidentikkan dengan yang terbaik atau yang diutamakan dan salah satu sebab parpol mendaftar di hari tetakhir disebabkan karena adanya tarik menarik nomor urut.
“Ada juga caleg tidak keberatan ditempatkan pada posisi nomor urut dalam daftar calon sementara atau daftar calon tetap sesuai dengan nomor partainya agar mudah diingat,” jelasnya.
Sebagai contohnya seorang caleg dengan nomor urut 5 dari Partai NasDem, nomor urut 4 dari Partai Golkar, nomor urut 11 dari Partai Solidaritas Indonesia dan dimikian seterusnya.
(Frangki Wullur)