Manado-Dua akademisi dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Carlo Gerungan SH MH dan Drs Mahyudin Damis MHum menilai hak angket yang digalang DPR RI ini dimaksudkan untuk melemahkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam pemahaman saya KPK ini bukan pemerintah, sehingga tidak tepat jika DPR menggunakan hak angket,” ujar Carlo dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Swara Manguni Sulut bertempat di Kantor Penghubung Komisi Yudisial Sulut, Selasa (25/7/2017).
Carlo memaparkan, cantolan hukum pelaksanaan hak angket adalah UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, pasal 79 ayat 3.
“Bunyinya adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan atau kebijakan pemerintah, dan seterusnya. Nah, kata pemerintah ini yang menjadi perdebatan dan tafsir,” papar Carlo.
Terkait mengapa hak angket itu ada, Carlo menilai bahwa itu merupakan upaya pelemahan terhadap KPK.
Sementara Mahyudin mengatakan, selain tinjauan hukum, dalam proses hak angket ini juga bisa dilihat dari sisi manusia dengan kebiasaannya.
“Ada nilai, etika yang harus diperhatikan. Namun karena sudah mengarah ke diri sendiri, berbagai cara dilakukan untuk membentengi diri. Ini yang terlihat dari hak angket, yang intinya melemahkan KPK,” papar akademisi dari Fisip Unsrat ini.
Sementara itu advokad muda Maximus Watung SH juga menyampaikan pendapatnya terkait hak angket tersebut.
“Memang ada upaya pelemahan kerja KPK melalui hak angket ini. karena saya juga sependapat, bahwa KPK itu bukan pemerintah. Ini bisa dilihat dari sedikitnya 18 putusan Mahkamah Konstitusi yang menjelaskan posisi KPK,” papar Maximus yang juga Ketua Presidium Swara Manguni Sulut ini.
Diskusi yang dihadiri puluhan lembaga yang tergabung dalam Swara Manguni Sulut berkesimpulan tetap mendukung keberadaan KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia. Selain itu juga direncanakan aksi unjuk rasa untuk menolak hak angket KPK.(***/findamuhtar)