Airmadidi-Pemanfaatan Dana Desa (Dandes) tahun 2017 di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) kembali berpolemik.
Ini terkait pembelian lampu solar cell oleh sejumlah Hukum Tua (Kumtua) yang ditengarai sarat ‘muatan’ pihak-pihak tertentu.
Irvan Tutupo, seorang Pendamping Kecamatan Likupang Timur mengatakan bahwa ada pihak-pihak tertentu membawa nama sejumlah petinggi di Minut dengan tujuan agar kumtua dapat membeli solar cell yang mereka jual.
“Ada pihak-pihak yang mengatasnamakan titipan. Bahkan teman-teman pendamping pernah ditawarkan salah satu CV untuk mendapat (bonus) Rp500 rbu per unit supaya kami meng-goalkan proyek ini,” kata Irvan, saat ditemui awak media, di Kantor Bappelitbang Minut, Kamis (24/8/2017).
Terkait tawaran tersebut, Irvan mengatakan bahwa dia dan teman-teman sesama pendamoing desa menolak mendapat bonus. Apalagi setelah terindikasi harga jual solar cell diduga telah di mark-up.
Menurut Irvan, sesuai hasil pantauan di lapangan yaitu toko-toko penjualan solar cell, didapati harga jual sudah tidak sesuai seperti lampu dengan spek sama seharga Rp600 ribu per buah, ketika ditawarkan ke desa sudah menjadi Rp1.500.000 per buah, panel box seharga Rp300-an ribu, menjadi Rp900-an ribu, begitu juga batrei dan lainnya.
Jika dikalkulasi per unit, lengkap dengan tiang dan ongkos kerja, diprediksi harga soal cell senilai Rp15 juta per unit, lengkap dengan lampu 50 watt.
Sementara harga yang ditawarkan ‘oknum-oknum’ di setiap desa mencapai Rp23-26 juta per unit.
“Kalau kami hitung ada sekitar delapan jutaan diindikasi mark up. Berdasarkan indikasi itu saya takut teman-teman (Kumtua) di desa bermasalah di kemudian hari. Ini bentuk proteksi yang kami lakukan,” kata Irvan.
Sementara Permendes 4 Tahun 2017 tentang perubahan Permendes 22 tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017, telah diamanatkan ada empat prioritas yakni untuk produk unggulan, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), embung dan sarana olahraga.
“Kalau desa-desa di Kecamatan Liktim, sejak dilakukan fasilitasi langsung mundur (menolak solar cell dengan harga mahal), mungkin di kecamatan lain lolos. Terkait hal ini saya siap pasang badan, terima resiko walaupun akan dipecat atau tidak, dana desa harus berjalan dengan baik,” tambah Irvan.
Terkait laporan Irvan da sejumlah pendaping desa serta kecamatan, langsung ditanggapi Kepala Dinas Sosial Serta Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos PMD) Minut Cakrawira Gundo.
Ia mengatakan solar cell menjadi kebutuhan desa-desa khususnya di wilayah kepulauan yang susah mendapat layanan listrik.
Gundo pun membantah jika penjualan solar cell di Minut ada ‘muatan’ tertentu dan dijual ke-125 desa di Minut.
“Melihat topografi di Minut terdiri dari pulau-pulau maka (pembelian) solar cell bisa jadi prioritas. Kalau di wilayah Likupang itu kan untuk kebutuhan pariwisata, maka desanya harus terang,” kata Gundo.
Menurut Gundo, pendamping tidak boleh langsung mengindikasi ada mark up dengan harga jual solar cell di desa.
“Makanya untuk pendamping di desa dan kecamatan harus berkoordinasi dengan tenaga ahli tingkat kabupaten,” timpalnya.
Terpisah, Johan Manoppo selaku Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Minut mengatakan, di desa ada mekanisme pengadaan barang dan jasa yang dimanfaatkan swakelolah.
“Untuk pembelian atau pembangunan sesuatu yang menggunakan dana desa maka harus sesuai perencanaan di desa. Dan lagi, pendampingnitu tidak boleh mengintervensi pemerintah desa untuk menggunakan dana desa melainkan hanya sebatas memberi masukan,” kata Manoppo.
Namun demikian Manoppo enggan mengomentari terkait dugaan mark up harga solar cell. “Kami belum ambil keputusan. Harus ada penyelidikan,” tutup Manoppo.(findamuhtar)
Airmadidi-Pemanfaatan Dana Desa (Dandes) tahun 2017 di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) kembali berpolemik.
Ini terkait pembelian lampu solar cell oleh sejumlah Hukum Tua (Kumtua) yang ditengarai sarat ‘muatan’ pihak-pihak tertentu.
Irvan Tutupo, seorang Pendamping Kecamatan Likupang Timur mengatakan bahwa ada pihak-pihak tertentu membawa nama sejumlah petinggi di Minut dengan tujuan agar kumtua dapat membeli solar cell yang mereka jual.
“Ada pihak-pihak yang mengatasnamakan titipan. Bahkan teman-teman pendamping pernah ditawarkan salah satu CV untuk mendapat (bonus) Rp500 rbu per unit supaya kami meng-goalkan proyek ini,” kata Irvan, saat ditemui awak media, di Kantor Bappelitbang Minut, Kamis (24/8/2017).
Terkait tawaran tersebut, Irvan mengatakan bahwa dia dan teman-teman sesama pendamoing desa menolak mendapat bonus. Apalagi setelah terindikasi harga jual solar cell diduga telah di mark-up.
Menurut Irvan, sesuai hasil pantauan di lapangan yaitu toko-toko penjualan solar cell, didapati harga jual sudah tidak sesuai seperti lampu dengan spek sama seharga Rp600 ribu per buah, ketika ditawarkan ke desa sudah menjadi Rp1.500.000 per buah, panel box seharga Rp300-an ribu, menjadi Rp900-an ribu, begitu juga batrei dan lainnya.
Jika dikalkulasi per unit, lengkap dengan tiang dan ongkos kerja, diprediksi harga soal cell senilai Rp15 juta per unit, lengkap dengan lampu 50 watt.
Sementara harga yang ditawarkan ‘oknum-oknum’ di setiap desa mencapai Rp23-26 juta per unit.
“Kalau kami hitung ada sekitar delapan jutaan diindikasi mark up. Berdasarkan indikasi itu saya takut teman-teman (Kumtua) di desa bermasalah di kemudian hari. Ini bentuk proteksi yang kami lakukan,” kata Irvan.
Sementara Permendes 4 Tahun 2017 tentang perubahan Permendes 22 tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017, telah diamanatkan ada empat prioritas yakni untuk produk unggulan, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), embung dan sarana olahraga.
“Kalau desa-desa di Kecamatan Liktim, sejak dilakukan fasilitasi langsung mundur (menolak solar cell dengan harga mahal), mungkin di kecamatan lain lolos. Terkait hal ini saya siap pasang badan, terima resiko walaupun akan dipecat atau tidak, dana desa harus berjalan dengan baik,” tambah Irvan.
Terkait laporan Irvan da sejumlah pendaping desa serta kecamatan, langsung ditanggapi Kepala Dinas Sosial Serta Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos PMD) Minut Cakrawira Gundo.
Ia mengatakan solar cell menjadi kebutuhan desa-desa khususnya di wilayah kepulauan yang susah mendapat layanan listrik.
Gundo pun membantah jika penjualan solar cell di Minut ada ‘muatan’ tertentu dan dijual ke-125 desa di Minut.
“Melihat topografi di Minut terdiri dari pulau-pulau maka (pembelian) solar cell bisa jadi prioritas. Kalau di wilayah Likupang itu kan untuk kebutuhan pariwisata, maka desanya harus terang,” kata Gundo.
Menurut Gundo, pendamping tidak boleh langsung mengindikasi ada mark up dengan harga jual solar cell di desa.
“Makanya untuk pendamping di desa dan kecamatan harus berkoordinasi dengan tenaga ahli tingkat kabupaten,” timpalnya.
Terpisah, Johan Manoppo selaku Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kabupaten Minut mengatakan, di desa ada mekanisme pengadaan barang dan jasa yang dimanfaatkan swakelolah.
“Untuk pembelian atau pembangunan sesuatu yang menggunakan dana desa maka harus sesuai perencanaan di desa. Dan lagi, pendampingnitu tidak boleh mengintervensi pemerintah desa untuk menggunakan dana desa melainkan hanya sebatas memberi masukan,” kata Manoppo.
Namun demikian Manoppo enggan mengomentari terkait dugaan mark up harga solar cell. “Kami belum ambil keputusan. Harus ada penyelidikan,” tutup Manoppo.(findamuhtar)