Tondano – Setelah pada Pusat Spiritualitas Gunung Karmel Tampusu, kejadian serupa juga terjadi pada Pentahbisan Uskup Manado, Sabtu (8/7/2017) kemarin. Pada salah satu bagian Stadion Maesa Tondano ada sejumlah orang yang mengenakan atribut Jadikan Warga Sejahera yang jika disingkat yaitu “JWS” dan masuk ke dalam Stadion.
Tak hanya itu, simbol-simbol yang beraroma politik juga dilakukan oleh pejabat yang mengabadikan momen tersebut dengan menunjukkan simbol “L” yang artinya lanjutkan dan merujuk pada salah satu kandidat atau calon kepala daerah di Pilkada Minahasa 2018.
Yang lebih memiriskan lagi yaitu adanya pejabat yang beragama Katolik justeru memberikan contoh agar kegiatan keagamaan yang harusnya menunjukkan kesakralan harus ternoda dengan sikap-sikap yang setidaknya bisa ditafsirkan sebagai bentuk kampanye atau sosialisasi.
Menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan Dr Jerry Massie, hal itu seharusnya tidak terjadi, apalagi di lokasi Stadion Maesa Tondano sedang digelar acara keagamaan. Menunjukkan sikap toleransi tidak selamanya harus dengan hal-hal yang sedang hangat menjadi perbincangan publik saat ini.
“Sebagai pelayan Tuhan atau jemaat biasa, sikap toleransi bisa dipraktekkan dalam hal-hal kecil dan sederhanya. Salah satunya ketiga turut menghadiri acara seperti di stadion Maesa Tondano itu, janganlah menonjolkan simbol-simbol yang mengarah pada politik,” ungkap Massie kepada BeritaManado.com.
Ditambahkannya, di satu sisi, umat Katolik memang sewajarnya menyampaikan terima kasih kepada Pemkab Minahasa yang telah memberijan tempat bagi diselenggarakannya hajatan besar seperti itu. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan kemungkinan ada yang menentang hadirnya simbol-simbol seperti politik. (frangkiwullur)
Tondano – Setelah pada Pusat Spiritualitas Gunung Karmel Tampusu, kejadian serupa juga terjadi pada Pentahbisan Uskup Manado, Sabtu (8/7/2017) kemarin. Pada salah satu bagian Stadion Maesa Tondano ada sejumlah orang yang mengenakan atribut Jadikan Warga Sejahera yang jika disingkat yaitu “JWS” dan masuk ke dalam Stadion.
Tak hanya itu, simbol-simbol yang beraroma politik juga dilakukan oleh pejabat yang mengabadikan momen tersebut dengan menunjukkan simbol “L” yang artinya lanjutkan dan merujuk pada salah satu kandidat atau calon kepala daerah di Pilkada Minahasa 2018.
Yang lebih memiriskan lagi yaitu adanya pejabat yang beragama Katolik justeru memberikan contoh agar kegiatan keagamaan yang harusnya menunjukkan kesakralan harus ternoda dengan sikap-sikap yang setidaknya bisa ditafsirkan sebagai bentuk kampanye atau sosialisasi.
Menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan Dr Jerry Massie, hal itu seharusnya tidak terjadi, apalagi di lokasi Stadion Maesa Tondano sedang digelar acara keagamaan. Menunjukkan sikap toleransi tidak selamanya harus dengan hal-hal yang sedang hangat menjadi perbincangan publik saat ini.
“Sebagai pelayan Tuhan atau jemaat biasa, sikap toleransi bisa dipraktekkan dalam hal-hal kecil dan sederhanya. Salah satunya ketiga turut menghadiri acara seperti di stadion Maesa Tondano itu, janganlah menonjolkan simbol-simbol yang mengarah pada politik,” ungkap Massie kepada BeritaManado.com.
Ditambahkannya, di satu sisi, umat Katolik memang sewajarnya menyampaikan terima kasih kepada Pemkab Minahasa yang telah memberijan tempat bagi diselenggarakannya hajatan besar seperti itu. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan kemungkinan ada yang menentang hadirnya simbol-simbol seperti politik. (frangkiwullur)