Manado, BeritaManado.com — Harapan yang membumbung tinggi untuk melanjutkan studi setelah lulus SMA tahun 2014 silam, membuat Abbygail Jeanette Tambuwun memutuskan untuk merantau sambil menuntut ilmu di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Semarang.
Kepada BeritaManado.com, Selasa (9/10/2018) malam kemarin Abbygail sapaan akrabnya berkenan menceritakan skenario kisah suksesnya dari awal hingga saat ini.
Tanggal 11 Agustus 2014 Abygail dan sang ayah berangkat dari Manado ke Semarang untuk mendaftar di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, namun entah kenapa keesokan harinya sang ayah jatuh sakit.
Hanya berdua saat menemani sang ayah dirawat di rumah sakit Salatiga, Abbygail sabar menunggu kedatangan ibunya untuk menengok pria yang begitu setia menghantarkannya ke Salatiga.
Akan tetapi yang namanya rencana Tuhan tidak bisa dihalangi manusia, dimana tanggal 13 Agustus 2014 ayahnya meninggal dunia dan sorenya langsung dibawa pulang ke Manado.
Sewaktu di dalam pesawat menuju Manado, Abbygail mengaku melihat seorang pria yang dikenalinya bernama Benny Mamoto duduk di tepat depannya kursinya.
“Waktu tiba di Bandara Sam Ratulangi, saya bilang sama mama untuk difoto dengan Pak Benny Mamoto. Setelah itu kami terlibat perbincangan singkat dan akhirnya beliau meminta alamat rumah duka,” kata Abbygail.
Tanggal 15 Agustus 2014, Banny Mamoto berkunjung ke rumah duka dan lalgi-lagi terlibat perbincangan srius sampai menjurus pada kesediaannya untuk mensponsori pendidikan di Salatiga.
Saat itu Abbygail menuturkan bahwa dirinya masih diselimuti rasa duka yang mendalam karena kehilangan sang ayah, namun masih terselip rasa syukur karena rencana Tuhan mulai bekerja di dalam hidupnya.
Abbygail terus mendapatkan motivasi dari Ketua Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara ini agar tidak patah semangat dan tetap harus memiliki rasa optimis meski sedang dirundung duka.
“Setelah mempetimbangkan tawaran Pak Benny Mamoto, saya menerimanya namun dengan pilihan tetap di Manado karena ingin dekat dengan keluarga. Maka saya menjalani pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado sampai selesai,” ucap Abbygail.
Abbygail sendiri menganggap Benny Mamoto sebagai sosok panutan sekaligus figur ayah yang berbeda dengan yang lainya, dimana keramahan dan sikap tidak sombong terpancar dari sikap dan pembawaan diri saat berjumpa dengan siapa saja.
“Kehadirannya di acara wisuda kemarin adalah hadiah yang sangat berharga, karena saya merasa seperti ada sosok ayah disamping saya. Singakat cerita, Pak Benny Mamoto adalah sutradara kisah sukses saya,” tandasnya.
Sementara itu, sang ibu Linda Polii mengaku sangat bersyukur ada orang lain yang dapat membantu mewujudkan cita-cita puterinya untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.
“Saya percaya Tuhan berkarya bagi masa depan anak saya melalui Pak Benny Mamoto. Kebaikannya sungguh melebihi apa yang saya bayangkan. Abbygail bisa sukses seperti ini karena peran beliau. Kami tidak punya apa-apa untuk membalasnya. Hanya doa dan ucapan syukur yang dapat kami keluarga panjatkan. Semoga Tuhan akan memberikan berkat berlimpah kepada Pak Benny Mamoto bersama keluarga,” ujarnya.
Dikonfirmasi di tempat terpisah, Benny Mamoto yang hingga saat ini setia menekuni beberapa pekerjaan mengungkapkan bahwa dirinya juga sangat merasa bersyukur bisa membantu orang lain untuk mengejar cita-cita di bidang pendidikan khususnya ilmu hukum.
Sebagai orang percaya, Mamoto mengaku sudah selayaknya amanat Tuhan sendiri untuk membantu meringankan beban orang laindilaksanakan dan kebetulan dirinya dipertemukan dengan Abbygail tepat pada momen yang bersangkutan kehilangan seorang ayah.
“Saya memahami betul kondisi dan perasaan seorang anak yang kehilangan ayahnya. Maka dari itu saya memutuskan untuk membantunya berkuliah. Semoga bekal ilmu yang diperoleh selama kuliah dapat dibaktikan kepada banyak orang dan tetap rendah hati kepada siapa saja yang ditemui,” pesan Mamoto.
(Frangki Wullur)
Manado, BeritaManado.com — Harapan yang membumbung tinggi untuk melanjutkan studi setelah lulus SMA tahun 2014 silam, membuat Abbygail Jeanette Tambuwun memutuskan untuk merantau sambil menuntut ilmu di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Semarang.
Kepada BeritaManado.com, Selasa (9/10/2018) malam kemarin Abbygail sapaan akrabnya berkenan menceritakan skenario kisah suksesnya dari awal hingga saat ini.
Tanggal 11 Agustus 2014 Abygail dan sang ayah berangkat dari Manado ke Semarang untuk mendaftar di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, namun entah kenapa keesokan harinya sang ayah jatuh sakit.
Hanya berdua saat menemani sang ayah dirawat di rumah sakit Salatiga, Abbygail sabar menunggu kedatangan ibunya untuk menengok pria yang begitu setia menghantarkannya ke Salatiga.
Akan tetapi yang namanya rencana Tuhan tidak bisa dihalangi manusia, dimana tanggal 13 Agustus 2014 ayahnya meninggal dunia dan sorenya langsung dibawa pulang ke Manado.
Sewaktu di dalam pesawat menuju Manado, Abbygail mengaku melihat seorang pria yang dikenalinya bernama Benny Mamoto duduk di tepat depannya kursinya.
“Waktu tiba di Bandara Sam Ratulangi, saya bilang sama mama untuk difoto dengan Pak Benny Mamoto. Setelah itu kami terlibat perbincangan singkat dan akhirnya beliau meminta alamat rumah duka,” kata Abbygail.
Tanggal 15 Agustus 2014, Banny Mamoto berkunjung ke rumah duka dan lalgi-lagi terlibat perbincangan srius sampai menjurus pada kesediaannya untuk mensponsori pendidikan di Salatiga.
Saat itu Abbygail menuturkan bahwa dirinya masih diselimuti rasa duka yang mendalam karena kehilangan sang ayah, namun masih terselip rasa syukur karena rencana Tuhan mulai bekerja di dalam hidupnya.
Abbygail terus mendapatkan motivasi dari Ketua Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara ini agar tidak patah semangat dan tetap harus memiliki rasa optimis meski sedang dirundung duka.
“Setelah mempetimbangkan tawaran Pak Benny Mamoto, saya menerimanya namun dengan pilihan tetap di Manado karena ingin dekat dengan keluarga. Maka saya menjalani pendidikan di Universitas Katolik De La Salle Manado sampai selesai,” ucap Abbygail.
Abbygail sendiri menganggap Benny Mamoto sebagai sosok panutan sekaligus figur ayah yang berbeda dengan yang lainya, dimana keramahan dan sikap tidak sombong terpancar dari sikap dan pembawaan diri saat berjumpa dengan siapa saja.
“Kehadirannya di acara wisuda kemarin adalah hadiah yang sangat berharga, karena saya merasa seperti ada sosok ayah disamping saya. Singakat cerita, Pak Benny Mamoto adalah sutradara kisah sukses saya,” tandasnya.
Sementara itu, sang ibu Linda Polii mengaku sangat bersyukur ada orang lain yang dapat membantu mewujudkan cita-cita puterinya untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.
“Saya percaya Tuhan berkarya bagi masa depan anak saya melalui Pak Benny Mamoto. Kebaikannya sungguh melebihi apa yang saya bayangkan. Abbygail bisa sukses seperti ini karena peran beliau. Kami tidak punya apa-apa untuk membalasnya. Hanya doa dan ucapan syukur yang dapat kami keluarga panjatkan. Semoga Tuhan akan memberikan berkat berlimpah kepada Pak Benny Mamoto bersama keluarga,” ujarnya.
Dikonfirmasi di tempat terpisah, Benny Mamoto yang hingga saat ini setia menekuni beberapa pekerjaan mengungkapkan bahwa dirinya juga sangat merasa bersyukur bisa membantu orang lain untuk mengejar cita-cita di bidang pendidikan khususnya ilmu hukum.
Sebagai orang percaya, Mamoto mengaku sudah selayaknya amanat Tuhan sendiri untuk membantu meringankan beban orang laindilaksanakan dan kebetulan dirinya dipertemukan dengan Abbygail tepat pada momen yang bersangkutan kehilangan seorang ayah.
“Saya memahami betul kondisi dan perasaan seorang anak yang kehilangan ayahnya. Maka dari itu saya memutuskan untuk membantunya berkuliah. Semoga bekal ilmu yang diperoleh selama kuliah dapat dibaktikan kepada banyak orang dan tetap rendah hati kepada siapa saja yang ditemui,” pesan Mamoto.
(Frangki Wullur)